Raja Pendukung Sang Buddha
Raja Pasenadi Kosala adalah raja negeri Kosala, yang terletak di sebelah utara negeri Magadha pimpinan raja Bimbisara. Ibu kota kerajaan Kosalah adalah Savatthi. Salah satu dari saudara perempuannya adalah permaisuri raja Bimbisara, oleh karena itu ia adalah ipar dari
Raja
Bimbisara
Raja Pasenadi Kosala menjadi pengikut Sang Buddha pada masa sangat awal dari kepemimpinan Sang Buddha, dan tetap setia menjadi pendukung Sang Buddha hingga akhir hayatnya. Permaisurinya Mallika, adalah seorang ratu yang bijaksana dan religius, yang benar-benar mengetahui Dhamma dengan baik dan bertindak sesuai dengan tuntutan agamanya.
Pada waktu pertama kali Raja bertemu dengan Sang Buddha, ia bertanya, “Bagaimana bisa Guru Gotama menyatakan bahwa Dirinya telah mencapai Penerangan Sempurna” Sedangkan Guru Gotama masih muda, baik dalam usia maupun dalam kebhikkhuan”. Sang Buddha menjawab, “Raja yang agung, terdapat empat hal yang tidak boleh dianggap enteng dan dipandang rendah dikarenakan mereka masih muda. Mereka adalah seorang prajurit kerajaan, seekor ular, api, dan seorang bhikkhu (orang suci). Seorang prajurit muda yang dibuat marah sekali akan bisa dengan kejam melukai orang lain. Gigitan seekor ular meskipun itu ular kecil, bisa mematikan. Api yang kecil bisa menajdi api yang amat besar yang dapat menghanguskan gedung-gedung dan hutan. Meskipun seorang bhikkhu muda, ia mungkin telah mencapai kesucian”. Mendengar hal ini raja Pasenadi Kosala mengerti bahwa Sang Buddha memang benar-benar seorang guru yang bijaksana, dan ia memutuskan untuk menjadi pengikutNya.
Raja
Pasenadi suka pergi mengunjungi Sang Buddha untuk meminta nasihat. Meskipun
sedang dalam tugas-tugas kerajaan, ia meluangkan waktu untuk berbincang-bincang
dengan Sang Buddha. Suatu hari ketika berbicara kepada Sang Buddha, ia menerima
kabar bahwa istrinya, ratu Mallika, telah melahirkan seorang putri. Raja tidak
gembira mendengar kabar
itu karena
menginginkan seorang putra.
Sang Buddha,
tidak seperti guru-guru agama lainnya, berkata baik tentang wanita. Beliau
berkata, “Sebagian wanita adalah lebih baik daripada pria, O Raja. Ada
wanita-wanita yang bijaksana, baik, yang menghormati ibu mertuanya, seperti
dewa, dan yang tulus dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan. Mereka suatu hari
mungkin melahirkan anak laki-laki yang berani yang dapat memerintah kerajaan”.
Suatu
ketika, raja datang dan mendengar bahwa Sang Buddha mengatakan, “Orang terkasih
yang kita cintai akan mendatangkan duka cita dan ratapan, penderitaan,
kesedihan, dan kepatahan hati”. Raja bertanya kepada ratu Mallika apakah ia
setuju dengan perkataan Sang Buddha itu. Ratu mengatakan bahwa jika Sang Buddha
telah mengatakan demikian, itu pastilah benar. Tetapi raja belum puas.
“Bagaimana mungkin orang terkasih bisa mendatangkan penderitaan?” ragu sang
Raja.
Ratu Mallika
mendatangi seorang brahmana untuk meminta Sang Buddha menjelaskan hal ini.
Setelah mendengar berbagai uraian untuk menjelaskan hal ini, Brahmana
menceritakannya kepada ratu. Ratu kemudian bertanya kepada raja, “Yang
Mulia, bagaimana pendapatmu, apakah
putri Vajira, putrimu, sayang padamu?”
“Ya, Malika, dia sangat sayang padaku”, jawab raja.“Jika ada kemalangan menimpa putri Vajira, akankah itu mendatangkan dukacita dan ratapan, penderitaan, kesedihan dan kepatahan hati? “Ya”, jawab raja.“Yang Mulia, berkenaan dengan inilah Sang Buddha mengatakan bahwa orang terkasih yang kita cintai, dapat mendatangkan dukacita dan ratapan, penderitaan, kesedihan dan kepatahan hat?”.“Mallika”, kata Raja, “Sungguh mengagumkan, sungguh menakjubkan begitu jauh SangBuddha dapat melihat melalui pengertianNya”. Ketika raja Kosala kalah dari kemenakannya dan harus mundur ke ibukota Savatthi, Sang Buddha berkomentar kepada para muridNya bahwa bukan yang menang maupun yang kalah yang akan merasakan kedamaian :“Kemenangan membiakkan kebencian Yang kalah hidup dalam kesakitan Kebahagiaan hidup yang damai diperoleh dari Melepaskan kemenangan dan kekalahan”.
Dalam peperangan berikutnya, kedua raja bertempur dan raja Kosala tidak saja menang, tetapi ia juga berhasil menangkap rja Ajatasattu hidup-hidup bersama semua pasukan gajah, kereta, kuda, dan prajuritnya. Raja Kosala berpikir akan melepaskan keponakannya, tetapi tidak untuk kuda-kuda, gajah dan yang lain-lainnya. Ia menginginkan kepuasan dari menahan harta benda ini sebagfai hadiah bagi kemenangannya.
“Ya, Malika, dia sangat sayang padaku”, jawab raja.“Jika ada kemalangan menimpa putri Vajira, akankah itu mendatangkan dukacita dan ratapan, penderitaan, kesedihan dan kepatahan hati? “Ya”, jawab raja.“Yang Mulia, berkenaan dengan inilah Sang Buddha mengatakan bahwa orang terkasih yang kita cintai, dapat mendatangkan dukacita dan ratapan, penderitaan, kesedihan dan kepatahan hat?”.“Mallika”, kata Raja, “Sungguh mengagumkan, sungguh menakjubkan begitu jauh SangBuddha dapat melihat melalui pengertianNya”. Ketika raja Kosala kalah dari kemenakannya dan harus mundur ke ibukota Savatthi, Sang Buddha berkomentar kepada para muridNya bahwa bukan yang menang maupun yang kalah yang akan merasakan kedamaian :“Kemenangan membiakkan kebencian Yang kalah hidup dalam kesakitan Kebahagiaan hidup yang damai diperoleh dari Melepaskan kemenangan dan kekalahan”.
Dalam peperangan berikutnya, kedua raja bertempur dan raja Kosala tidak saja menang, tetapi ia juga berhasil menangkap rja Ajatasattu hidup-hidup bersama semua pasukan gajah, kereta, kuda, dan prajuritnya. Raja Kosala berpikir akan melepaskan keponakannya, tetapi tidak untuk kuda-kuda, gajah dan yang lain-lainnya. Ia menginginkan kepuasan dari menahan harta benda ini sebagfai hadiah bagi kemenangannya.
Mendengar
hal ini, Sang Buddha mengatakan kepada para muridNya bahwa akan lebih bijaksana
bagi raja Kosala untuk tidak menahan benda apapun bagi dirinya. Kebenaran dari
pernyataan ini masih tetap diterapkan di dunia peperangan modern :
“Seseorang mungkin bisa merampas semuanya. Bilamana orang lain merampas balik, ia yang terampas akan merampas balik. Roda Perbuatan terus berputar dan membuat seseorang yang dirampas menjadi merampas”.
“Seseorang mungkin bisa merampas semuanya. Bilamana orang lain merampas balik, ia yang terampas akan merampas balik. Roda Perbuatan terus berputar dan membuat seseorang yang dirampas menjadi merampas”.
Raja
Pasenadi Kosala bertarung dalam banyak peperangan dengan keponakannya yaitu
raja Ajatasattu. Ia dikalahkan sekali dan di lain waktu ia menang. Raja
Pasenadi Kosala akhirnya wafat dalam usia 80 tahun ketika putranya memberontak
terhadapnya
========================================================
Cerita lain
tentang
RAJA
PASENADI KOSALA
Suatu malam,
ketika raja Kosala sedang berbicara kepada Sang Buddha, lewatlah di jalan segerombol
pertapa dengan rambut kusut, badan berbulu, dan berkuku panjang. Mereka
berjalan pelan-pelan, dengan kepala menunduk rendah. Seketika Raja berdiri dan
berlutut untuk memuja mereka, dengan menyebutkan namanya sendiri tiga kali.
Raja kembali
datang kepada Sang Buddha dan berkata, “Yang mulia, di antara para pertapa tadi
terdapat orang-orang suci. Dengan melihat betapa tenangnya mereka berjalan
dengan kepala menunduk ke bawah”. Dengan mata Kebuddhaannya, Sang Buddha
melihat bahwa orang-orang tadi bukanlah orang suci tetapi mata-mata yang
dikirim untuk mengumpulkan informasi.
“Baginda”, kata Sang Buddha, “Dari penampilan luar semata-mata adalah tidak mungkin bagimu yang menjalani hidup senang untuk mengetahui kenyataan yang sebenarnya dari orang lain. Jika kita ingin mengerti kenyataan yang sebenarnya dari seseorang, kebaikan, dan keburukannya, kita harus bergaul dengannya untuk beberapa lama. Kita haruslah bijaksana dan memiliki batin yang tajam”.
“Baginda”, kata Sang Buddha, “Dari penampilan luar semata-mata adalah tidak mungkin bagimu yang menjalani hidup senang untuk mengetahui kenyataan yang sebenarnya dari orang lain. Jika kita ingin mengerti kenyataan yang sebenarnya dari seseorang, kebaikan, dan keburukannya, kita harus bergaul dengannya untuk beberapa lama. Kita haruslah bijaksana dan memiliki batin yang tajam”.
“Kita dapat
mengetahui kemurnian seseorang dnegan berbincang-bincang kepadanya, menyelidiki
keberaniannya di dalam menghadapi penderitaan, dan memahami kebijaksanaannya
selama percakapan itu. Orang-orang yang jahat, O Raja, kadang-kadang
berpura-pura baik dan itu sulit bagimu untuk menilai tingkat kemoralannya”.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bahasa yang baik dan benar