Setiap
mahasiswa baru di perguruan tinggi hampir semuanya akan melaksanakan
yang namanya Orientasi Pengenalan Kampus atau sering disebut dengan
OSPEK. Sesuai namanya, Ospek bertujuan untuk mengenalkan seputar kampus
kepada mahasiswa-mahasiswa baru. Mulai dari sistem akademik sampai
dengan pengenalan-pengenalan organisasi kampus seperti Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), sampai dengan Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) seperti Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) atau
Lembaga Dakwah Kampus (LDK).
Tentu jika melihat tujuan awal diadakannya Ospek ini, sangatlah bermanfaat sekali bagi pengetahuan para mahasiswa baru. Namun, pada kenyataannya, tujuan pelaksanaan Ospek yang begitu kemulia ini, kerap kita dengar bertolak belakang. Sudah cukup sering kita mendengar di radio, melihat di televisi, membaca di koran, pelaksaan Ospek ternyata jauh dari nilai-nilai pendidikan. Ospek malah menjadi ajang “balas dendam” para mahasiswa senior, dengan melakukan kekerasan dalam bentuk verbal dan bahkan tidak jarang terjadi kekerasan fisik.
Masalah ini, pernah penulis alami sendiri, 6 tahun yang lalu saat menjadi mahasiswa baru dan mengikuti Ospek di salah satu perguruan tinggi swasta di Bandung. Masih teringat dalam memori penulis, selama empat hari mengikuti Ospek, para mahasiswa baru disuguhi oleh kekerasan verbal ( berupa bentakan perintah, ejekan, makian) dan kekerasan fisik (dalam bentuk hukuman bending, skotjam, sampai dengan push-up). Dengan kondisi seperti ini, alhasil info-info penting tentang akademik dan lainnya, tidak ada yang menempel sedikit pun.
Oleh karena itu, rasanya harus ada revolusi baru mengenai ospek ini. Paradigmanya sudah dipahamkan sejak awal bahwa Ospek bukannlah ajang “balas dendam” kepada mahasiswa baru, akan tetapi Ospek adalah dalam rangka menyambut kedatanga adik kelas, dalam rangka membantu mahasiswa baru mengarungi dunia baru mereka yaitu jadi seorang mahasiswa, yang sering disebut sebagai agen perubahan. Jika perlu, Pemerintah dalam hal ini melalui Kemendiknas membuat aturan-aturan yang ketat dalam pelaksanaan Ospek ini, dan tidak untuk memberikan sanksi yang keras bagi kampus yang melaksanakan tindakan-tindakan kekerasan baik fisik maupun non-fisik.
Mari ciptakan Ospek yang Mendidik, seperti mengundang tokoh-tokoh mahasiswa yang berprestasi, aktivis-aktivis mahasiswa yang “lurus”, menceritakan perjuangan hidup mereka sehingga nantinya bisa menjadi pelajaran dan motivasi bagi mahasiswa baru. Dan tidak ada salahnya juga mengundang tokoh-tokoh spiritual untuk memberikan tausiah-tausiah, mengarahkan mahasiswa untuk berakhlak, karena sebagai seorang mahasiwa, bukan kecerdasan intelekual saja yang dikejar tetapi kecerdasan spiritual juga harus diperhatikan. Semoga Ospek-Ospek yang sudah, sedang, atau akan dilaksanakan oleh kampus-kampus di negeri ini adalah benar-benar Ospek yang Mendidik bukan Ospek yang Menindas! HIDUP MAHASISWA!!!
sumber: edukasi.kompasiana.com
Tentu jika melihat tujuan awal diadakannya Ospek ini, sangatlah bermanfaat sekali bagi pengetahuan para mahasiswa baru. Namun, pada kenyataannya, tujuan pelaksanaan Ospek yang begitu kemulia ini, kerap kita dengar bertolak belakang. Sudah cukup sering kita mendengar di radio, melihat di televisi, membaca di koran, pelaksaan Ospek ternyata jauh dari nilai-nilai pendidikan. Ospek malah menjadi ajang “balas dendam” para mahasiswa senior, dengan melakukan kekerasan dalam bentuk verbal dan bahkan tidak jarang terjadi kekerasan fisik.
Masalah ini, pernah penulis alami sendiri, 6 tahun yang lalu saat menjadi mahasiswa baru dan mengikuti Ospek di salah satu perguruan tinggi swasta di Bandung. Masih teringat dalam memori penulis, selama empat hari mengikuti Ospek, para mahasiswa baru disuguhi oleh kekerasan verbal ( berupa bentakan perintah, ejekan, makian) dan kekerasan fisik (dalam bentuk hukuman bending, skotjam, sampai dengan push-up). Dengan kondisi seperti ini, alhasil info-info penting tentang akademik dan lainnya, tidak ada yang menempel sedikit pun.
Oleh karena itu, rasanya harus ada revolusi baru mengenai ospek ini. Paradigmanya sudah dipahamkan sejak awal bahwa Ospek bukannlah ajang “balas dendam” kepada mahasiswa baru, akan tetapi Ospek adalah dalam rangka menyambut kedatanga adik kelas, dalam rangka membantu mahasiswa baru mengarungi dunia baru mereka yaitu jadi seorang mahasiswa, yang sering disebut sebagai agen perubahan. Jika perlu, Pemerintah dalam hal ini melalui Kemendiknas membuat aturan-aturan yang ketat dalam pelaksanaan Ospek ini, dan tidak untuk memberikan sanksi yang keras bagi kampus yang melaksanakan tindakan-tindakan kekerasan baik fisik maupun non-fisik.
Mari ciptakan Ospek yang Mendidik, seperti mengundang tokoh-tokoh mahasiswa yang berprestasi, aktivis-aktivis mahasiswa yang “lurus”, menceritakan perjuangan hidup mereka sehingga nantinya bisa menjadi pelajaran dan motivasi bagi mahasiswa baru. Dan tidak ada salahnya juga mengundang tokoh-tokoh spiritual untuk memberikan tausiah-tausiah, mengarahkan mahasiswa untuk berakhlak, karena sebagai seorang mahasiwa, bukan kecerdasan intelekual saja yang dikejar tetapi kecerdasan spiritual juga harus diperhatikan. Semoga Ospek-Ospek yang sudah, sedang, atau akan dilaksanakan oleh kampus-kampus di negeri ini adalah benar-benar Ospek yang Mendidik bukan Ospek yang Menindas! HIDUP MAHASISWA!!!
sumber: edukasi.kompasiana.com
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bahasa yang baik dan benar