Saturday, 3 May 2014

PERKEMBANGAN BUDDHISME Mahayana India

Ajaran Sang Buddha memiliki suatu keunikan yang bersifat universal dimana mampu senantiasa berkembang sesuai dengan kebudayaan dan kebiasaan setempat. Sehingga kini terdapat berbagai sekte dan aliran yang terkadang kelihatannya sangat berbeda, namun pada intinya mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk mencapai pembebasan [Nirvana/Nibbana]. Ajaran Sang Buddha yang dikenal sebagai Ajaran Damai dengan semboyan suci : Cinta Kasih
dan Kasih Sayang, telah tersebar di hampir seluruh Asia, Amerika dan Eropa.
Di setiap negara biasanya mempunyai ciri khasnya tersendiri dalam menerima Ajaran Sang Buddha yang merupakan suatu jawaban atas tuntutan dan pengaruh filosofis, sosial dan kebudayaan setempat. Sang Buddha sendiri agak pragmatis, Beliau lebih menekankan mengetahui sedikit ajaran tetapi pengamalan yang lebih intensif. Beliau juga menegaskan bahwa ajaran itu hanyalah alat untuk dipakai bila diperlukan dan ditinggalkan ketika tujuan telah tercapai yang diibaratkan rakit yang dipakai untuk menyeberangi sungai.
Para pengikut Ajaran Sang Buddha pada umumnya mengakui bahwa tidak ada alasan apapun bagi mereka untuk memperdebatkan apa yang benar atau yang tidak benar, apa yang lebih dulu atau yang belakangan, dan apa yang ortodoks atau yang fleksibel, dimana pada dasarnya tetap satu yaitu batang tubuh ajaran yang langsung dari Sang Buddha. Berbagai mazhab yang ada , yaitu Theravada atau Hinayana , dan Mahayana, Vajrayana atau Tantrayana dengan berbagai aliran dan sekte di dalamnya tersebut bermunculan setelah Sang Buddha Parinirvana yang ditandai dengan munculnya kosili Buddhis yang pertama di Rajagraha yang diadakan tidak lama sesudah Buddha Gautama Parinirvana. Kemudian diikuti konsili kedua yang diadakan di kota Vaisali pada masa pemerintahan Raja Kalasoka setelah 137 tahun dari konsili pertama. Konsili ketiga diadakan sekitar 247 SM di Pataliputra pada masa pemerintahan Raja Asoka. Dan yang terakhir konsili keempat yang diadakan pada tahun 78 Masehi di Purusapura, Kashmir pada masa pemerintahan Raja Kanishka.
Konsili-konsili yang diadakan tersebut menyebabkan timbulnya dua aliran besar yaitu Aliran Utara dan Aliran Selatan. Aliran Utara atau Mahayana (Kendaraan Besar) perkembangannya di pengaruhi oleh Universitas Nalanda di India . Aliran Utara atau Mahayana ini dapat dijumpai di Tiongkok, Jepang, Korea, Taiwan, Tibet, Nepal, Bhutan, Vietnam , yang lebih menitikberatkan penundaan pencapaian nirvana dengan menapaki jalur ke-Bodhisattva-an agar dapat menolong dan menyelamatkan lebih banyak makhluk yang belum mencapai tingkat pencerahan. Sutra-sutra yang dipergunakan umumnya dalam bahasa Sanskerta. Aliran Selatan atau Theravada (Ajaran para Thera/Sesepuh) yang berdasarkan naskah awal khotbah Sang Buddha yang menitikberatkan Sangha dan pada pencapaian Nirvana dengan melalui jalur ke-Arahat-an. Theravada dapat dijumpai di Sri Lanka, Thailand, Kamboja, Laos, Myanmar . Sutra-sutra yang dipergunakan umumnya dalam bahasa Pali. Berbagai mazhab yang ada pada umumnya tetap mengacu kepada pengertian ajaran pokok Sang Buddha yang penuh Cinta Kasih dan Kasih Sayang dengan inti pengertian yang sama mengenai Tri-Ratna (Vajrayana menambahkan hormat kepada Sang Guru) , Empat Kesunyataan Mulia, Trilaksana , Hukum Sebab Akibat, Hukum Karma dan Tumimbal Lahir.
Kita perlu menyadari juga bahwa pada eranya Buddha Gautama masih membabarkan Dharma, tidak terdapat segala nama aliran dan sekte yang seperti kita kenal saat ini. Malah Buddha Gautama sendiri tidak pernah mengatakan beragama Buddha apalagi mewakili aliran tertentu baik dari Theravada, Mahayana , ataupun Vajrayana. Pada saat ini diperkirakan terdapat sepertiga penduduk dunia merupakan pengikut Ajaran Sang Buddha. Dari hasil penjelajahan di beberapa situs internet (web sites), Penyusun menemukan sudah terdapat banyak sekali terjemahan literatur Ajaran Sang Buddha dalam bahasa Inggris yang sangat baik, khususnya oleh rekan-rekan Buddhis di negara Barat.
Sejarah Perkembangan Buddhisme
Buddha Gautama
(560 SM-480 SM, WBC :623 SM-543 SM)


Sekumpulan bhikkhu
Konsili Pertama (543 SM)

Mahasanghika
Konsili Kedua (400 SM)

Sthaviravada (349 SM)
Konsili Ketiga (247 SM) Kitab suci Pali

Mahayana------Sarvastivada
Konsili Keempat (100 M)(Mazhab Utara)

Aliran Timur (Tiongkok; Korea; Jepang; Taiwan, dsb.)
Tantayana (Aliran Utara) (Tibet; Nepal;Buthan, dsb.)
Theravada (Mazhab Selatan)(SriLanka;Thailand; Myanmar; Kamboja;Laos)
Aliran-aliran: Dyana(Zen); Avatamsaka; Madyamika; Sukhavati; Saddharmapundarika (ThienThai); Mahaparinirvana; Vinaya;Vijnanavada (Yogacara)
Vajrayana; Kala Cakrayana; Suhajayana Sekte-sekte: Gelug-pa; Ninma-pa; Milare-pa;
Kargyu-pa;Tsongkha-pa; Kahdam-pa; Sakya-pa.

PENGARUH AJARAN CONFUCIUS DAN LAU-ZI DALAM BUDDHISME
Perkembangan Ajaran Buddha Gautama di daratan Tiongkok mempengaruhi filsafat hidup yang mendasari kehidupan di Tiongkok waktu itu yaitu paham ajaran Confucius dan Lau-Zi. Ajaran Confucius yang bersifat positif terhadap realitas dunia dan hubungan kemanusiaan serta bersifat menghindari pikiran-pikiran spekulatif dapat menerima kehadiran Buddhisme. Demikian juga ajaran Lau-Zi yang terkenal dengan gagasan ‘Wu Wei’ atau ‘tidak berbuat ‘ atau membiarkan segala sesuatu terjadi sesuai dengan hukum alam , sehingga dapat disandingkan dengan ‘sunyata’ yang dianut dalam Buddhisme.
Sekilas Pandang Sejarah Perkembangan Buddhisme di Tiongkok
Walaupun terdapat literatur yang menyatakan bahwa Buddhisme telah berkembang di Tiongkok pada permulaan abad ke-3 SM (masa dinasti Kaisar Pertama - Shih Huang-Ti, 246-210 SM ), namun dipercayai Ajaran Buddha Gautama belumlah secara aktif dipropagandakan sampai awal abad pertama masehi (masa dinasti Han, Kaisar Ming Ti, 58-76 M). Diceritakan bahwa Kaisar Ming-Ti bermimpi tentang makhluk terbang yang bercahaya emas yang ditafsirkan sebagai perwujudan dari Sang Buddha. Kemudian Kaisar mengirimkan duta ke India yang berhasil membawa pulang Sutra Empat Puluh Dua Bagian (Sshu-shih-erl-chang-cing) yang tersimpan di vihara di luar kota Lo-Yang. Sutra ini dipercayai telah diterjemahkan oleh Kashyapamatanga dan Mdian Dharmaraksha. Pada kenyataannya, Buddhisme memasuki Tiongkok secara bertahap yang dimulai dari Asia Tengah dan kemudian melalui jalur sutra yang melewati Asia Tenggara.
Abad Permulaan di Tiongkok
Buddhisme yang mulai menyebar di Tiongkok selama dinasti Han, pada awalnya sarat dengan praktek mistik dalam usahanya beradaptasi dengan ajaran Taoisme yang lebih dikenal oleh masyarakat pada masa tersebut. Ajaran Buddhisme pada masa awal tersebut tidak begitu menekankan konsep tanpa diri atau roh [anatman/anatta], tetapi dalam usahanya menyesuaikan kepercayaan yang berkembang saat itu mengenai roh yang kekal, maka ditekankan mengenai Nirvana yang merupakan suatu alam yang kekal. Selain itu diperkenalkan juga hukum karma sebagai suatu nilai moral dan cinta kasih dan perlunya menahan nafsu keinginan.
Sampai akhir dinasti Han masih tercatat adanya gambaran keterpaduan antara ajaran Taoisme dan Buddhisme khususnya dalam penekanan konsep kekekalan melalui praktek yang kontroversial. Dipercayai juga bahwa Lau-Zi telah bertumimbal lahir di India sebagai Buddha Gautama, sehingga terdapat banyak kaisar saat itu yang menyembah Lau-Zi dan Buddha Gautama dalam suatu altar yang sama. Terjemahan pertama sutra-sutra Buddhis dalam bahasa China, khususnya yang berkaitan dengan topik pengendalian napas dan meditasi mistik, banyak menggunakan kosa kata yang terdapat dalam Taoisme.
Setelah dinasti Han, di Tiongkok bagian Utara, terdapat banyak bhikshu yang saat itu dimanfaatkan oleh kaisar sebagai penasihat pemerintahan khususnya yang berkaitan dengan politik militer dan keahlian mistik lainnya. Sementara itu di Tiongkok bagian Selatan, Buddhisme mulai menembus aspek filsafat dan Dharma sebagai pokok ajaran Sang Buddha. Salah satu kontribusi yang terpenting dalam perkembangan Buddhisme di Tiongkok saat itu adalah berbagai pekerjaan penerjemahan. Penerjemah yang terkenal saat itu adalah bhikshu Kumarajiva yang menguasai Veda Hindu, metafisika, astronomi, termasuk berbagai sutra dari Hinayana dan Mahayana.
Selama abat ke-5 sampai ke-6 Masehi, telah bermunculan berbagai sekte dari India termasuk sekte baru di Tiongkok. Buddhisme menjadi suatu kekuatan intelektual yang sangat berpengaruh saat itu, sehingga mengalami perkembangan yang pesat sekali. Tidak mengherankan juga bahwa Buddhisme dinyatakan sebagai agama negara pada masa dinasti Sui (581-618 M) yang berhasil mempersatukan seluruh daratan Tiongkok.
Buddhisme selama Dinasti T'ang
Masa kejayaan Buddhisme di Tiongkok terjadi selama masa pemerintahan dinasti T'ang (618-907 M). Walaupun kebanyakan kaisar T'ang saat itu adalah pengikut Taoisme, mereka juga menghormati Buddhisme yang telah begitu terkenal. Selama masa pemerintahan dinasti T'ang, vihara dan sangha mendapatkan perlakuan yang baik dari pemerintahaan dan kehidupan bhikshu diakui secara sah oleh negara.
Selama periode tersebut, tercatat banyak sekte yang berdiri dan beberapa diantaranya berhasil dengan tekun menyebarkan Dharma, serta telah berhasil mengajarkan sutra-sutra secara terpadu dan sistimatik. Tercatat banyak sekali jumlah vihara yang berhasil didirikan dan daerah-daerah yang dikuasai. Demikian juga dalam periode ini, tercatat banyak sekali para cendekiawan yang melakukan perjalanan ke India, suatu perjalanan suci yang sulit, berhasil memperkaya literatur Buddhisme di Tiongkok dalam bentuk naskah dan inspirasi intelektual ataupun spiritual yang dibawa pulang dari India. Walaupun begitu, Buddhisme tidak pernah berhasil menggantikan secara total kepercayaan Taoisme dan Confucianisme yang sama-sama berkembang saat itu.
Hingga akhirnya pada tahun 845, pada masa pemerintahan kaisar Wu-tsung, dimulailah pemberantasan agama yang berasal dari luar Tiongkok. Menurut catatan yang ada, terdapat 4.600 vihara dan 40.000 tempat pemujaan Buddhis lainnya yang dimusnahkan, termasuk 260.500 bhikshu dan bhikshuni yang dipaksa untuk menjalani kehidupan dalam masyarakat sebagai orang biasa.
Buddhisme setelah dinasti T'ang
Walaupun Buddhisme di Tiongkok belumlah pulih kembali secara total sesudah era pemusnahan tahun 845, namun tetap dapat memainkan suatu peranan yang penting dalam kehidupan rakyat kebanyakan di Tiongkok waktu itu, berbagai tradisi dan peninggalan tetap dapat dipertahankan. Di satu sisi, Buddhisme berhasil mempertahankan identitasnya dan menghasilkan berbagai bentuk pemahaman baru yang dituangkan lewat berbagai karya naskah yang bernafaskan Buddhisme. Antara lain karya yang penting seperti, yu lu (Pepatah Tercatat), Hsi-yu-chi (Perjalanan Ke Barat), dsb. Di sisi lainnya, Buddhisme mulai menyatukan konsep ajarannya dengan ajaran Confucius dan tradisi Taoisme dengan membentuk suatu gabungan kepercayaan yang mencerminkan ketiga tradisi kepercayaan tersebut secara menggembirakan.
Di antara berbagai sekte yang ada, terdapat dua sekte mempunyai pengaruh paling besar, yaitu sekte Ch'an (Zen) yang menekankan meditasi [dhyana/jhana], dan sekte Tanah Suci [Ching-Tu] yang menekankan puja bhakti. Sekte Ch'an membawa pengaruh cukup besar dalam kebudayaan melalui berbagai sarana termasuk hasil seni. Sebagai contoh, seniman Ch'an selama dinasti Sung (960-1279) sangat mempengaruhi hasil kreasi seni yang tertuang dalam lukisan alam Tiongkok. Para seniman tersebut menyampaikan citra bunga, sungai, dan pohon, yang dituangkan secara spontan, dengan tarikan yang penuh arti untuk mencerminkan pemahaman terhadap alunan dan kekosongan atas segala realitas. Sedangkan sekte Tanah Suci membawa pengaruh yang besar terhadap keseluruhan rakyat Tiongkok saat itu yang adakalanya dikaitkan dengan kegiatan kelompok rahasia, dan kegiatan pemberontakan rakyat yang menentang pemerintahan. Tetapi kedua sekte yang kelihatan memiliki tradisi yang berbeda sering saling berhubungan.
Selama awal abad ke-20, Tiongkok mengalami gerakan pembaharuan Buddhis yang bertujuan untuk membangun kembali tradisi Buddhis China dengan menerapkan berbagai ajaran dan institusi yang disesuaikan dengan kondisi modernisasi saat itu. Namun, pengaruh perang China dan Jepang, dan pendirian partai komunis saat itu tidak begitu mendukung kegiatan Buddhis yang ada. Umat Buddhis menjadi korban tekanan pemerintahan pada masa Revolusi Kebudayaan (1966-1969). Sejak tahun 1976, pemerintahan China sudah mulai menunjukkan sikap kebijaksanaan yang lebih bertoleransi, tetapi perkembangan agama Buddha tetap sulit untuk ditentukan.
Buddhisme Ch'an
Tokoh utama perkembangan Buddhisme Ch'an di daratan Tiongkok adalah Bodhidarma (Tat Mo Cou Su), seorang bhikshu dari India Utara yang merantau ke Tiongkok pada tahun 520 M. Sehingga berkembang ajaran Ch’an Buddhisme yang merupakan salah satu aliran Buddhisme Mahayana dengan enam sesepuh yang dikenal , yaitu , Bodhidarma, Hui Khe, Shen Chie, Tao Sin, Hung Jen dan Hui Neng. Melalui sesepuh VI, Hui Neng , Ch’an Buddhisme berkembang dengan pesat.
Dari Tiongkok ajaran Ch’an berkembang ke Jepang dan terkenal dengan istilah Zen. Ch’an diasosiasikan sebagai ajaran yang membatasi kata-kata, karena kata-kata tidaklah identik dengan Kebenaran. Hal ini dapat diibaratkan dengan telunjuk yang menunjuk bulan tetapi bulan tidak dapat menunjuk telunjuk dimana sesuai dengan sifat Tao dalam ajaran Lau-Zi, yaitu "Tao yang dapat dibicarakan bukanlah Tao yang sebenarnya atau yang abadi dan nama yang dapat diberikan bukanlah nama yang sejati" (Tao Tee Cing Bab I, 1. ) demikian juga bunyi ayat berikut , "Tiada nama itulah kondisi permulaan terjadinya Langit dan Bumi. Setelah ada nama itulah sumber dari segala benda." (Tao Tee Cing Bab I, 2) . Dalam Buddhisme dapat disamakan dengan ketidakkekalan [anicca] dan ketanpa-intian/ketanpa-akuan [anatta].
Ajaran Lau-zi yang menekankan Jalan Ketuhanan [TAO] yang mengatur hubungan antara manusia dengan alam semesta atau gejala-gejala alam di luar sifat manusia, dan ajaran Confucius yang melengkapinya dengan Jalan Kemanusiaan [JEN] dengan menekankan hubungan antar manusia dan lingkungannya dalam kehidupan bermasyarakat. Ajaran Buddha Gautama pada dasarnya dapat melengkapi ajaran Lau-Zi dan ajaran Confucius dengan menghubungkan TAO dan JEN dalam suatu perwujudan yang merupakan perluasan pengertian dari Jalan Tengah.
Untuk itu Penyusun merasa perlu melengkapi pengertian Buddhisme ini dengan berbagai filosofi ajaran yang Penyusun nilai cukup relevan untuk dihayati baik yang terdapat dalam ajaran Confucius ataupun ajaran Lau-Zi yang akan dibahas lebih lanjut pada Bagian Kedua dan Ketiga berikut ini. Sehingga akan bertambahlah khasanah pengetahuan Buddhisme kita dalam menghadapi realitas kehidupan duniawi saat ini dengan tanpa mengabaikan adanya tujuan pencapaian pembebasan [Nirvana/Nibbana].
Nehru : "If any question has to be considered, it has to be considered peacefully and democratically in the way taught by the Buddha"
("Jika terdapat pertanyaan yang dipertimbangkan maka hendaknya dipertimbangkan secara damai dan demokratis sesuai dengan Jalan yang diajarkan oleh Sang Buddha")

Tokoh-tokoh mazhab Mahayana.

Dalam sejarah perkembangan mazhab Mahayana itu dijumpai tokoh-tokoh berikut
di bawah ini :

ASV AGHOSA, hidup sekitar abad ke-2 masehi. Buahtangannya bemakna
Sandrananda, berisikan kisah tentang bagaimana Nanda menjadi beriman dan
memeluk agarna Buddha; dan Bud- dhacharitas, berisikan kisah-kisah tentang
Buddha; kedua-duanya itu terpandang karya klasik dalam bahasa Sanskrit. Tapi
karyanya yang terpandang besar ialah Kesadaran iman di dalam Mahayana
(Awakening of Faith in the Mahayana) berisikan pembahasan mendalam tentang
berbagai persoalan kepercayaan.

KUMARALATA, hidup semasa dengan Asvaghosa tetapi agak lebih muda. Karyanya
bemama Kalpanamanditika berisikan uraian tentang edaran alam semesta, juga
terpandang karya klassik.

NAGAR YUNA, hidup pada abad ke 3 masehi, dan karyanya Madhyamika-Karikas
amat terkenal dalam aliran-aliran fisafat Mahayana, la mempertahankan dengan
argumentasi yang tajam bahwa cuma "kekosongan itulah yang betul-betul riil."
Pahamnya itu dengan meminjam istilah filsafat di Barat dapat disamakan
dengan Nihilism.

ASANGHA, hidup pada abad ke-4 masehi, pembangun aliran Vijnanavada
(Idealism) atau Yogachara (Mysticism), la berpendirian bahwa "fenomena itu
cuma ref1eksi dari idea belaka" atau "segala-galanya itu cuma maya belaka."
Pahamnya itu dengan meminjam istilah filsafat di Barat dapat disamakan
dengan Subjec. tive Idealism.

VASUBHANDU, hidup pada abad ke-4 masehi, tadinya pemuka mazhab Theravada,
tapi belakangan menganut mazhab Mahayana atas tarikan saudaranya Asangha.
Pahamnya da1am mazhab Theravada itu berlawanan dengan paham saudaranya,
hingga karyanya bernaina Abhidhammakosa yang amat berpengaruh dalam mazhab
Theravada itu, juga berpengaruh kuat dalam mazhab Mahayana.

KUMARAJIVA (344-413 M), seorang pengikut aliran Vijnanavada, dan paling giat
melakukan penyalinan berbagai Mahayana-Sutras ke dalam bahasa Tiongkok.

DIGNAGA, hidup pada abad ke-5 masehi, seorang ahli logika yang sangat tajam,
pengikut aliran Vijnanavada.

Pada abad ke-6 dan abad ke-7 masehi, (yang bersamaan dengan masa kelahiran
Nabi Muhammad dan menjalankan Dakwah di Arabia. (570-632 M). Aliran
Viinanavada itu menguasai pusat pengajaran agama Buddha di Valabhi dan di
Nalanda.

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bahasa yang baik dan benar

Blogger Zeroalta

Pink Lotus Flower
Please klik some Ads...! close

Ads promo :