Thursday, 1 May 2014

Bersatu dalam Perbedaan” Kunci Kejayaan Majapahit

 “Ciwa Buddha Bhinneka Tunggal Ika Tanhang Dharma Mandrawa.”
(Kitab Sutasoma oleh Mpu Tantular)
Siapa yang tak  tahu istilah “Bhinneka Tunggal Ika”? Istilah ini dijadikan semboyan Negara Indonesia yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Dalam Kitab Sutasoma, kalimat tersebut mengacu pada agama masyarakat pada masa itu, yaitu Buddha dan Hindu (Syiwa) di masa Kerajaan Majapahit. Majapahit merupakan kerajaan yang dibangun oleh Raden Wijaya di Desa Tarik pada tahun 1294 M. Majapahit kian berjaya hingga wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Indonesia sekarang sampai ke Filipina, Malaysia dan Singapura. Yang menarik adalah berarti bahwa pada masa Majapahit, Agama Syiwa dan Buddha sedang berkembang. Namun bagaimana mungkin dua agama besar dapat berada dalam satu kerajaan yang besar pula?
Jelas bahwa dua agama berbeda dapat berkembang dengan baik karena toleransi beragama yang tinggi. Disebutkan dalam tulisan Mpu Tantular lainnya yaitu,
“Dan tidak ada beda antara dewa Buddha dan dewa Syiwa, raja para dewa.
Konon, Sang Buddha dan Syiwa yang termasyur itu adalah dua zat yang berbeda.
Mereka memang beda, tetapi bagaimana mungkin perbedaan itu dapat dikenali dalam sekelebat, karena Kebenaran Buddha dan Kebenaran Syiwa adalah satu.
Mereka memang berbeda, tetapi pada dasarnya mereka sama saja,
Karena kebenaran tak bisa dipecah-pecah.
(Arjuna Wiwaha, bait 2)
Tulisan ini menjelaskan prinsip utama politik Kertanegara, Raja Singhasari yang merupakan leluhur Majapahit. Prinsip ini terus dipakai oleh raja dan ratu Majapahit yang tak terlepas dari kendali Gayatri yang tak lain adalah anak dari Kertanegara yang masih memegang teguh prinsip ayahya.
Bukti lainnya bahwa toleransi agama di majapahit sangat tinggi yaitu:
1.    Ditunjuknya pejabat tinggi keagamaan, yaitu
-       Dharmadhyaksa Ring Kasaiwan (mengurusi agama Syiwa)
-       Dharmadhyaksa Ring Kasogatan (mengurusi agama Buddha Kasogatan)
-       Dharma Lpas Karsyan (pejabat pusat mantra ber-haji yang mengurusi agama lain)
2.    Dibangunnya candi Buddha dan Hindu dalam satu tempat atau berdampingan  .
-       Candi Prambanan berdampingan dengan Candi Sewu
-       Candi Jawi yang dibangun untuk menghormati Raja Kertanegara (Raja Singhasari, namun dibangun pada masa Majapahit karena merupakan leluhur Majapahit). Candi ini menampilkan menara Hindu yang bermahkotakan stupa Buddha. Candi ini mengekspresikan doktrin persatuan pada kedua agama.
Jelas bahwa besarnya Kerajaan Majapahit saat itu tidak terlepas dari sistem keagamaannya. Kerukunan antaragama yang baik akan membawa kerajaan kian berjaya. Kebijakan dan pemerintahan pun tidak menyimpang dari aturan agama. Cara perluasan kekuasaan didasari cinta kasih dan rasa persatuan, bukan keserakahan yang mengakibatkan peperangan sehingga wilayah kekuasaanya menjadi kian luas.
Alangkah indahnya bila di suatu wilayah rakyatnya hidup rukun, dengan toleransi agama yang tinggi, penguasa bertindak sesuai ajaran agama, maka itulah yang disebut dengan hidup tentram dan makmur.

Dengan belajar dari persatuan Syiwa-Buddha di masa Majapahit, diharapkan Indonesia saat ini bisa lebih meningkatkan toleransi beragamanya. Bukan seperti sekarang, mengagung-agungkan agamanya lalu menjatuhkan agama orang lain. Tentu saja harmoni agama ini merupakan harapan para pendiri Negara Indonesia. Jika tidak, untuk apa Indonesia memakai semboyan Bhinneka Tunggal Ika?
Nama             : Imelda Susanti
NIM               : 0250112020508
Semester       : II (dua)
Jurusan         : Dharmaduta
Prodi              : Kepenyuluhan
Makul            : Teknik Mengarang
Tema              : Kebudayaan nusantara Zaman Majapahit
Topik              : Sistem keagamaan

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bahasa yang baik dan benar

Blogger Zeroalta

Pink Lotus Flower
Please klik some Ads...! close

Ads promo :