By:
Aditya Dhamma Jaya
STAB Negeri Sriwijaya Tangerang
Banten
Daerah perbatasan dan
pegunungan yang jauh dari keramaian, sering kali dijadikan tempat guna mencari
perlindungan pada zaman pemerintahan orde lama dan juga pemberantasan penduduk
/ masyarakat yang terindikasi mengikuti jaringan Komunis atau biasa disebut
dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Karena hal tersebutlah agama Buddha
berkembang di daerah – daerah pelosok dan pedalaman pegunungan di Indonesia.
Secara geografis daerah –daerah itu merupakan daerah yang terkadang sangat
sulit di jangkau oleh transportasi. Dari sinilah pengamatan tentang Agama
Buddha yang berada di daerah dan pegunungan.
Kehidupan
Umat Buddha di daerah
Mayoritas semua umat
Buddha yang berada di daerah tersebut mengalami penurunan tingkat semangat
terhadap Agama Buddha itu sendiri, tetapi mereka tetap memiliki status dalam sosial
bermasyarakat sebagai umat yang memeluk Agama Buddha. Cara pandang dan cara
berpikir mereka lebih mempercayai tentang kekuatan – kekuatan metafisik dibanding
ilmu yang lebih rasional. Kebenaran yang terjadi saat ini adalah mereka
sebenarnya memiliki tingkat semangat yang tinggi akan tetapi kurang adanya
seseorang yang membimbing mereka untuk dijadikan sebagai panutan atau contoh
serta ladang untuk berbuat kebajikan. Oleh karena itu banyak umat Buddha di
daerah antusias jika ada seseorang yang melakukan kepenyuluhan ataupun Bhikkhu yang
tinggal di kuti vihara ataupun sekedar memberikan ceramah Dhamma kepada umat
yang berada di daerah tersebut. Dalam kehidupan di daerah pinggiran tersebut
sangat jarang sekali terjamah oleh datangnya seorang pemimpin spiritual untuk
melakukan kepenyuluhan, tidak seperti di kota besar yang setiap saat dapat
mengunjungi vihara terdekat untuk menemui para Bhikkhu. Kesenjangan inilah yang
membuat para masyarakat umat Buddha di daerah kurang mengetahui apa saja yang
dikerjakan oleh bhikkhu setiap harinya selama memakai jubah. Mereka kurang
mengetahui ajaran – ajaran vinaya yang dilaksakan oleh para bhikkhu.
Semangat
Terhadap Buddha Dhamma di Daerah
Seperti yang telah saya amati selama
ini, saya mengambil contoh masyarakat yang berada di daerah Ponggok, Kabupaten
Blitar. Umat Buddha daerah sendiri memiliki permasalahan terhadap umat yang datang
untuk melakukan kebaktian ataupun Puja Bhakti di vihara secara kuota semakin
menurun dari tahun ke tahun. Apalagi jika adanya sebuah masalah yang membuat
umat Buddha di daerah saling bersi tegang dengan umat Buddha lainnya. Sesungguhnya
umat Buddha di daerah akan mendapatkan asupan Dhamma yang cukup jika di setiap
daerah terpencil ada minimal seorang bhikkhu yang membimbing di daerah – daerah
yang membutuhkan bimbingan secara spiritual. Masalah yang muncul adalah jumlah
bhikkhu di Indonesia sendiri juga menjadi kendala serius untuk menempatkan
setiap bhikkhu di daerah – daerah.
Kurangnya
Pengetahuan Vinaya oleh Umat Awam
Pengetahuan
yang diberikan dapat dikatakan hanya sekedar untuk kehidupan umum sehari – hari
dari setiap umat awam yang ada. Maka mereka kurang mengetahui Vinaya dan aturan
apa saja yang menunjang keberlangsungan Agama Buddha di era modern ini.
Terkadang saya juga melihat adanya bhikkhu yang kurang melaksanakan vinayanya
sesuai dengan apa yang telah terdapat pada Tipitaka. Mungkin itu hanya sebuah
perasaan saya yang terlalu melihat keadaan dan selalu mengkritik seseorang.
Setelah saya piker mungkin juga bhikkhu tersebut tidak melaksanakan aturan
vinaya itu karena ada sesuatu hal yang lebih penting yang membuat beliau harus
melanggar salah satu vinaya tersebut. Saya mencoba tetap berpikiran positif dan
selalu menyadari bahwa setiap keadaan pasti tidak bias kita tebak secara semata
– mata sebelum kita melihat yang sebenarnya terjadi.
Semestinya umat awam
juga berhak atau berkewajiban untuk mempelajari isi dari kitab sucinya yaitu
salah satunya Vinaya Pitaka. Pentingnya umat awam untuk mempelajari vinaya karena
vinaya tidak hanya mengajarkan tentang peraturan – peraturan yang dilakukan
oleh para bhikkhu, tetapi itu hanyalah bagian dari kitab vinaya tersebut. Terkadang
umat awam mengira “Buat apa sih mempelajari Vinaya, toh nanti kita juga tidak
akan menjadi bhikkhu”. Dari suatu pernyataan inilah kita harus luruskan tentang
apakah vinaya itu sebenarnya dan apa sajakah manfaat kita mempelajari vinaya
tersebut. Karena diluar sana (di kalangan umum) belum mengetahui mengapa kita
mempelajari. Contohnya saya pernah menemukan seorang umat awam yang bisa dikatakan
sudah berumur, beliau berdana minuman jus buah pada bhikkhu pada saat sore
hari. Contoh kecil ini bisa dijadikan pedoman bahwa masyarakat umat Buddha pada
umumnya belum mengetahui Vinaya pitaka bagi kehidupan sehari – hari baik
terhadap sesame umat awam ataupun terhadap bhikkhu, pabbhajita, dan atthasilani.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bahasa yang baik dan benar