Sumber : Kumpulan Sutta Majjhima Nikaya II,
Oleh : Team Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Proyek Sarana Kehidupan Beragama Buddha Departemen Agama RI, 1994
Oleh : Team Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha,
Penerbit : Proyek Sarana Kehidupan Beragama Buddha Departemen Agama RI, 1994
- Demikianlah yang saya dengar.
Pada suatu waktu Sang Bhagava sedang berada di Ambavana, taman milik Jivaka Komarabhacca, Rajagaha. Kemudian Jivaka Komarabhacca pergi menemui Sang Bhagava, setelah bertemu ia menghormat Sang Bhagava dan ia duduk. Setelah duduk ia berkata kepada Sang Bhagava: - “Bhante, ada hal yang telah saya dengar, yaitu bahwa mereka membunuh makhluk hidup untuk petapa Gotama dan petapa Gotama dengan sadar makan daging (binatang) yang dibunuh dengan maksud dan khususnya menyediakan untuk Beliau. Bhante, mereka yang mengatakan mereka membunuh makhluk hidup untuk petapa Gotama dan petapa Gotama dengan sadar makan daging (binatang) yang dibunuh dengan maksud dan khusus menyediakannya untuk Beliau — pernyataan ini merupakan kutipan dari kata-kata bhante sendiri, tanpa salah mewakilkan Beliau dengan fakta yang salah, apakah mereka tidak menerangkan sesuai dengan dhamma dan tidak berdasarkan pada hal yang masuk akal sehingga dapat dicela?”
- “Jivaka, mereka yang mengatakan mereka membunuh makhluk hidup untuk petapa Gotama dan petapa Gotama dengan sadar makan daging (binatang) yang dibunuh dengan maksud dan khusus menyediakannya untuk Beliau — pernyataan ini tidak mengutip kata-kata-Ku, namun salah mewakilkan-Ku dengan hal yang tak benar, dengan fakta yang salah. Jivaka, saya mengatakan bahwa dalam tiga kondisi daging tak dimakan, yaitu: jika (pembunuhan) itu dilihat, didengar dan diduga (pembunuhan dilakukan demi seorang bhikkhu). Jivaka, berdasarkan pada tiga kondisi ini saya katakan daging tidak boleh dimakan. Jivaka, tetapi saya mengatakan bahwa dalam tiga kondisi daging dapat dimakan, yaitu jika (pembunuhan) itu tidak dilihat, tidak didengar dan tidak diduga (pembunuhan dilakukan demi seorang bhikkhu). Jivaka, berdasarkan pada tiga kondisi ini, saya nyatakan daging dapat dimakan.
- Jivaka, demikianlah seorang bhikkhu hidup tergantung pada umat di desa maupun di kota. Ia hidup dengan pikiran yang diliputi cinta kasih (metta) pada satu arah, dua arah, tiga arah dan empat arah; demikian pula ia mengarahkan pikirannya yang diliputi metta ke arah atas, bawah dan samping; ia hidup dengan pikiran yang diliputi metta yang disebarluaskan, tanpa batas, tanpa permusuhan dan tanpa iri hati ke berbagai arah dan ke seluruh dunia. Seorang berumah tangga atau anaknya, setelah menemui beliau, ia mengundang beliau untuk makan pada besok hari.
- Jivaka, bhikkhu tersebut dapat memenuhi undangan itu bila ia mau. Menjelang pagi ia mengenakan jubah, mengambil patta dan sanghati, ia mendatangi rumah orang yang mengundangnya, ia duduk di tempat yang telah disediakan. Perumah tangga yang mengundangnya melayani beliau dengan makanan terpilih. Namun ia tidak berpikir: ‘Sangat baik karena seorang perumah tangga atau anaknya melayani saya dengan makanan terpilih. Semoga, seorang perumah tangga atau anaknya akan melayani saya dengan makanan terpilih yang sama pada masa akan datang’– hal ini tak terpikirkan olehnya. Ia makan makanan itu tanpa terikat, tergiur atau terpikat dengannya, tetapi ia melihat bahaya yang ada pada makanan itu dan bijaksana bila melepaskan diri darinya. Jivaka, bagaimana pendapatmu mengenai hal ini ? Apakah pada saat itu bhikkhu tersebut berusaha melukai dirinya sendiri, atau ia berusaha melukai orang lain, atau ia berusaha melukai dirinya dan orang lain?”
- “Tidak, Bhante.”
“Jivaka, bukankah pada saat itu bhikkhu tersebut makan makanan yang tak tercela?”
“Ya, bhante, saya telah mendengar hal sebagai berikut: Orang yang diliputi oleh cinta kasih adalah brahma. Bhante, dalam hal ini Sang Bhagava sebagai saksiku, karena Sang Bhagava diliputi oleh cinta kasih.”
“Jivaka, dari nafsu (raga), kebencian (dosa) dan kebodohan (moha) dapat muncul iri hati, namun hal-hal ini telah dilenyapkan, akar-akarnya telah dicabut, bagaikan batang pohon palem, oleh Tathagata; sehingga hal-hal itu tidak akan muncul lagi pada kehidupan yang akan datang. Jivaka, jika hal ini yang kau maksudkan, maka saya setuju dengan katamu.” - “Demikianlah yang saya maksudkan, Bhante.”
“Jivaka, demikianlah seorang bhikkhu hidup tergantung pada umat di desa maupun di kota. Ia hidup dengan pikiran yang diliputi kasih sayang (karuna) pada satu arah, dua arah, …. pikiran yang diliputi simpati (mudita) pada satu arah, dua arah, …. pikiran yang diliputi keseimbangan batin (upekha) …. seorang perumah tangga atau anaknya menemui beliau, ia mengundang beliau untuk makan pada besok hari … Apakah bhikkhu itu berusaha melukai dirinya sendiri, atau ia berusaha melukai orang lain, atau ia berusaha melukai dirinya sendiri dan orang lain?” - “Tidak, bhante.”
“Jivaka, bukankah pada saat itu bhikkhu tersebut makan makanan yang tak tercela?”
“Ya, bhante. Bhante, saya telah mendengar hal sebagai berikut: Orang yang diliputi oleh keseimbangan batin (upekha) adalah brahma. Bhante, dalam hal ini Sang Bhagava sebagai saksiku, karena Sang Bhagava diliputi keseimbangan batin.”
“Jivaka, dari nafsu, kebencian dan kebodohan dapat muncul kejengkelan, ketidaksenangan dan kejijikan, namun hal-hal ini telah dilenyapkan, akar-akarnya telah dicabut, bagaikan batang pohon palem, oleh Tathagata; sehingga hal-hal itu tidak akan muncul lagi pada kehidupan yang akan datang. Jivaka hal ini yang kau maksudkan, maka saya setuju dengan kamu.” - “Demikianlah yang saya maksudkan, Bhante.”
“Jivaka, ia yang membunuh makhluk hidup untuk Tathagata atau murid Tathagata adalah menimbun banyak kamma buruk (apunna) dalam lima cara yaitu dalam hal ini, ketika ia berkata: ‘Pergi dan tangkap seekor binatang’, inilah cara pertama ia menimbun banyak kamma buruk. Selanjutnya, sementara binatang itu ditangkap, binatang ini menderita kesakitan dan tekanan batin sebab kerongkongannya terasa sakit, inilah cara kedua menimbun kamma buruk. Begitu pula ketika ia berkata: ‘Pergi dan bunuh binatang itu’, inilah cara ketika ia menimbun banyak kamma buruk. Sementara binatang itu dibunuh, binatang itu mengalami kesakitan dan penderitaan, inilah cara keempat ia menimbun banyak kamma buruk. Demikian pula, bilamana ia memberi kepada Tathagata atau muridnya sesuatu yang tidak pantas diberikan, inilah cara kelima ia menimbun kamma buruk. Jivaka, ia yang membunuh makhluk hidup (binatang) untuk Tathagata atau muridnya adalah menimbun kamma buruk dalam lima cara ini.” - Setelah hal ini dikatakan, Jivaka Komarabhacca berkata kepada Sang Bhagava: “Bhante, sangat menakjubkan, sangat mengherankan. Bhante sesungguhnya pada bhikkhu makan makanan yang pantas; Bhante, sesungguhnya para bhikkhu makan makanan yang tak tercela. Bhante, sangat baik; bhante, sangat baik … Semoga Bhante menjadi pelindungku dan menerima saya sebagai upasaka sejak hari ini hingga akhir hayatku.”
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bahasa yang baik dan benar