Pada
suatu masadi Benares ada seorang raja bernama Brahmadatta yang mempunyai
seorang putra yang biasa di sebut dengan pangeran licik, karena dia kejam dan
jahat laksana ular beracun yang terluka. Dia selalu berkata kasar dan mengutuk
setiap orang yang berbicara kepadanya. Dia tidak disukai oleh semua orang di
istana dan di luar istana. Suatu ketika ia ingin pergi berjalan-jalan
menyeberang sungai. Pada saat itu pula badai besar datang menerpa jembatan yang
dilalui dengan rombongannya. Dia memerintahkan pengikutnya untuk memandikannya
ke tengah sungai dan membawanya kembali ke tepian. Tetapi para pengikutnya
mendorongnya hingga sang pangeran itu terbawa arus sungai yang sangat deras.
Setelah para pengikut pangeran itu kembali ke Istana mereka di Tanya oleh Sang
Raja Brahmadatta ,“ Dimana putraku ?” Mereka menjawab ,” Kami tidak tahu, Yang
Mulia, dengan datangnya badai, kami mengira pangeran telah kembali ke Istana.”
Saat itu juga raja memerintahkan untuk melakukan pencarian ke tepi sungai.
Di saat terbawa arus sungai sang
pangeran berpegangan di sebatang pohon dan berteriak meminta tolong supaya tidak
mati. Disaat bersamaan ada seekor Ular (yang
dulunya adalah seorang pedagang kaya yang menimbun hartanya sejumlah empat
puluh kror, karena kemelekatannya dia terlahir sebagai ular yang menjaga emas
itu), seekor tikus (Dulunya juga seorang pedagang kaya yang terlahir
sebagai tikus dan menjaga hartanya sejumlah tiga puluh kror) dan seekor
kakak tua yang masih muda yang belum
bisa terbang, lalu kakak tua tersebut hinggap di batang pohon itu. Jadi,
keempat makhluk tersebut berpegangan pada sebuah dahan pohon yang sama.
Bodhisatta saat itu terlahir di
keluarga brahmana dan saat dewasa dia pergi meninggalkan rumah dan bertempat
tinggal di sebuah gubuk di tepi sungai. Ketika tengah malam dia mendengar suara
sang pangeran berteriak meminta tolong. Kemudian dia berpikir untuk menolong
seeorang yang meminta tolong itu. Setelah berada di tepi sungai dia
berkata ,”Jangan takut, jangan takut.” Lalu
dia memegang satu ujung dahan pohon dan menariknya hanya dengan satu tarikan
saja. Kemudian membawa mereka semua ke gubuknya. Setelah menyalakan api
pertama-tama binatang-binatang itu dihangatkan, karena pikirnya merekalah yang
paling lemah; setelah para binatang kemudian sang pangeran. Kemudian dia
memberikan makanan bagi para binatang, setelah itu dia memberikan beberapa buah
untuk sang pangeran. Dalam hati sang pangeran berkata ,”Pertapa keji, malah
mendahulukan binatang daripada saya.”Dan menyimpan kebencian kepada Bodhisatta.
Selang beberapa hari mereka semua
dapat memulihkan tenaga, mereka semua mengucapakan selamat tinggal dan
mengundang Bodhisatta untuk datang mengunjungi mereka.
Sang
ular berkata ,” Jika kamu datang, aku akan memberimu uang empat puluh kror.”
Dan panggilah aku dengan kata “ULAR”, setelah itu pergilah si Ular itu.
Kemudian si Tikus juga mengatakan hal
yang sama dan akan memberikan tiga puluh kror kepada Bodhisatta. Dan jika sudah
datang panggilah dengan kata “TIKUS”, lalu pergilah si tikus tersebut.
Kemudian juga dengan burung kakak tua
yang berkata ,” jika tuan datang aku akan memberikan beras merah kepada anda,
dan sebut “KAKAK TUA” jika sudah berada di dekat sarangku.”
Tetapi pangeran masih menyimpan
kebencian dan berkata dalam hati ,”Jika kau datang aku akan membunuhmu.”
Bagaimanapun akhirnya sang pangeran berbicara ,” Yang Mulia, jika kau datang
saat aku naik tahta, aku akan mengabulkan empat permintaanmu.” Dan pergilah
sang pangeran pulang ke istana. Tidak berapa lama dia naik tahta.
Bodhisatta berpikir ingin menguji
mereka. Pertama-tama dia menemui Ular. Setelah sampai di dekat rumah sang Ular
dia berteriak ,“ULAR.” Ular mendengar dan keluar dengan segeramenghormat dan
berkata ,” ambilah empat puluh kror emas yang ada di sini dan bawalah pulang.”
Bodhisatta berkata ,”biarlah dulu, aku
akan membawanya jika perlu.”
Kemudian hal yang sama dikatakan oleh
si Tikus, dan Bodhisatta juga berkata ,”biarlah dulu, aku akan membawanya jika
perlu.”
Dia melanjutkan perjalanannya menuju
ke burung kakak tua dan memanggilnya, setelah bertemu kakak tua memberi hormat
dan berkata ,” apakah saya harus memberitahukan teman-temanku utuk membawakan
beras merah ?” Bodhisatta menjawab ,” tidak perlu, nanti jika perlu akan aku
bawa.”
Selanjutnnya ia berpikir ,”Sekarang
aku akan menguji sang Pangeran yang sudah naik tahta.” Jadi dia pergi ke taman
hiburan dan menginap disana. Hari
berikutnya setelah mengenakan pakaian yang pantas, ia pergi ke kota untuk
mengumpulkan dana makanan. Disaat itu raja yang tidak tahu terima kasih sedang
menaiki seekor gajah yang diikuti sejumlah besar para pengikutnya. Setelah
melihatnya ia berpikir ,” Petapa keji itu datang untuk menguji kebaikanku. Sebelum dia mengatakannya sebaiknya aku akan memerintah pengikutku
untuk memenggalnya.”
Sang
raja berkata ,”Wahai para pengawal tangkap petapa siluman yang akan
mencelakaiku itu, ikat kedua tangannya di belakang dan cambuk dia di setiap
persimpangan jalan, kemudian penggal kepalanya di luar kota.”
Pengikutnya
segera melaksanakan perintah sang raja dan menangkap sang Bodhisatta untuk di
cambuk di setiap persimpangan jalan. Saat
dipukul sang Bodhisatta tidak berteriak kesakitan, tetapi ia malah melantunkan syair :
“Beberapa
orang bicara jujur saat berkata
Orang
ini(Sang Raja) tidak lebih baik daripada balok kayu hanyut”
Beberapa
bijaksana mendengar dan bertanya ,”Apakah yang telah engkau lakukan pada raja
kami ?” Sang Bodhisatta menceritakan apa yang telah terjadi, ia mengatakan ,”
Karena menariknya keluar dari air sungai, aku membawa penderitaan bagi diriku sendiri.” Setelah mendengarnya
sebagian orang mengatakan ,” Raja yang tidak tahu terima kasih, bahkan pada
orang yang telah menyelamatkan nyawanya, tangkap dia !”
Dengan
geram dan marah para penduduk menyerang sang raja dengan anak panah, batu,
tanah dan tombak. Sang raja pun mati di atas gajah yang dinaikinya. Kemudian
para penduduk membuangnya ke selokan dan menjadikan Bodhisatta sebagai raja
mereka. Dia memerintah dengan Dhamma di kerajaannya.
Setelah
itu dia ingin menguji para binatang yang dulu pernah di tolongnya. Setelah sampai
di tempat para binatang tersebut dia memanggilnya dan para binatang tersebut
datang menghormat, lalu memberikan apa yang telah mereka janjikan dulu. Setelah
itu para binatang diajak ke kerajaan oleh sang Bodhisatta. Oleh sang raja si
Ular diberikan tabung emas untuk tempat tinggal, Tikus diberikan Gua Kristal,
dan Kakak Tua diberikan sangkar emas. Mereka bersama hidup harmonis sepanjang
hidup mereka. Ketika hidup berakhir, mereka meneruskan kea lam berikutnya
meurut karma mereka masing-masing.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan bahasa yang baik dan benar