Monday, 17 February 2014

SACCAMKIRA-JATAKA (KISAH KELAHIRAN KEJUJURAN SESUNGGUHNYA)

          Pada suatu masadi Benares ada seorang raja bernama Brahmadatta yang mempunyai seorang putra yang biasa di sebut dengan pangeran licik, karena dia kejam dan jahat laksana ular beracun yang terluka. Dia selalu berkata kasar dan mengutuk setiap orang yang berbicara kepadanya. Dia tidak disukai oleh semua orang di istana dan di luar istana. Suatu ketika ia ingin pergi berjalan-jalan menyeberang sungai. Pada saat itu pula badai besar datang menerpa jembatan yang dilalui dengan rombongannya. Dia memerintahkan pengikutnya untuk memandikannya ke tengah sungai dan membawanya kembali ke tepian. Tetapi para pengikutnya mendorongnya hingga sang pangeran itu terbawa arus sungai yang sangat deras. Setelah para pengikut pangeran itu kembali ke Istana mereka di Tanya oleh Sang Raja Brahmadatta ,“ Dimana putraku ?” Mereka menjawab ,” Kami tidak tahu, Yang Mulia, dengan datangnya badai, kami mengira pangeran telah kembali ke Istana.” Saat itu juga raja memerintahkan untuk melakukan pencarian ke tepi sungai.
       Di saat terbawa arus sungai sang pangeran berpegangan di sebatang pohon dan berteriak meminta tolong supaya tidak mati. Disaat bersamaan ada seekor Ular (yang dulunya adalah seorang pedagang kaya yang menimbun hartanya sejumlah empat puluh kror, karena kemelekatannya dia terlahir sebagai ular yang menjaga emas itu), seekor tikus (Dulunya  juga seorang pedagang kaya yang terlahir sebagai tikus dan menjaga hartanya sejumlah tiga puluh kror) dan seekor kakak  tua yang masih muda yang belum bisa terbang, lalu kakak tua tersebut hinggap di batang pohon itu. Jadi, keempat makhluk tersebut berpegangan pada sebuah dahan pohon yang sama.
       Bodhisatta saat itu terlahir di keluarga brahmana dan saat dewasa dia pergi meninggalkan rumah dan bertempat tinggal di sebuah gubuk di tepi sungai. Ketika tengah malam dia mendengar suara sang pangeran berteriak meminta tolong. Kemudian dia berpikir untuk menolong seeorang yang meminta tolong itu. Setelah berada di tepi sungai dia berkata  ,”Jangan takut, jangan takut.” Lalu dia memegang satu ujung dahan pohon dan menariknya hanya dengan satu tarikan saja. Kemudian membawa mereka semua ke gubuknya. Setelah menyalakan api pertama-tama binatang-binatang itu dihangatkan, karena pikirnya merekalah yang paling lemah; setelah para binatang kemudian sang pangeran. Kemudian dia memberikan makanan bagi para binatang, setelah itu dia memberikan beberapa buah untuk sang pangeran. Dalam hati sang pangeran berkata ,”Pertapa keji, malah mendahulukan binatang daripada saya.”Dan menyimpan kebencian kepada Bodhisatta.
      Selang beberapa hari mereka semua dapat memulihkan tenaga, mereka semua mengucapakan selamat tinggal dan mengundang Bodhisatta untuk datang mengunjungi mereka.
Sang ular berkata ,” Jika kamu datang, aku akan memberimu uang empat puluh kror.” Dan panggilah aku dengan kata “ULAR”, setelah itu pergilah si Ular itu.
          Kemudian si Tikus juga mengatakan hal yang sama dan akan memberikan tiga puluh kror kepada Bodhisatta. Dan jika sudah datang panggilah dengan kata “TIKUS”, lalu pergilah si tikus tersebut.
          Kemudian juga dengan burung kakak tua yang berkata ,” jika tuan datang aku akan memberikan beras merah kepada anda, dan sebut “KAKAK TUA” jika sudah berada di dekat sarangku.”
          Tetapi pangeran masih menyimpan kebencian dan berkata dalam hati ,”Jika kau datang aku akan membunuhmu.” Bagaimanapun akhirnya sang pangeran berbicara ,” Yang Mulia, jika kau datang saat aku naik tahta, aku akan mengabulkan empat permintaanmu.” Dan pergilah sang pangeran pulang ke istana. Tidak berapa lama dia naik tahta.

          Bodhisatta berpikir ingin menguji mereka. Pertama-tama dia menemui Ular. Setelah sampai di dekat rumah sang Ular dia berteriak ,“ULAR.” Ular mendengar dan keluar dengan segeramenghormat dan berkata ,” ambilah empat puluh kror emas yang ada di sini dan bawalah pulang.”
          Bodhisatta berkata ,”biarlah dulu, aku akan membawanya jika perlu.”
         
          Kemudian hal yang sama dikatakan oleh si Tikus, dan Bodhisatta juga berkata ,”biarlah dulu, aku akan membawanya jika perlu.”
          Dia melanjutkan perjalanannya menuju ke burung kakak tua dan memanggilnya, setelah bertemu kakak tua memberi hormat dan berkata ,” apakah saya harus memberitahukan teman-temanku utuk membawakan beras merah ?” Bodhisatta menjawab ,” tidak perlu, nanti jika perlu akan aku bawa.”
          Selanjutnnya ia berpikir ,”Sekarang aku akan menguji sang Pangeran yang sudah naik tahta.” Jadi dia pergi ke taman hiburan dan  menginap disana. Hari berikutnya setelah mengenakan pakaian yang pantas, ia pergi ke kota untuk mengumpulkan dana makanan. Disaat itu raja yang tidak tahu terima kasih sedang menaiki seekor gajah yang diikuti sejumlah besar para pengikutnya. Setelah melihatnya ia berpikir ,” Petapa keji itu datang untuk menguji kebaikanku. Sebelum dia mengatakannya sebaiknya aku akan memerintah pengikutku untuk memenggalnya.”
          Sang raja berkata ,”Wahai para pengawal tangkap petapa siluman yang akan mencelakaiku itu, ikat kedua tangannya di belakang dan cambuk dia di setiap persimpangan jalan, kemudian penggal kepalanya di luar kota.”
          Pengikutnya segera melaksanakan perintah sang raja dan menangkap sang Bodhisatta untuk di cambuk  di setiap persimpangan jalan. Saat dipukul sang Bodhisatta tidak berteriak kesakitan,  tetapi ia malah melantunkan syair :

          “Beberapa orang bicara jujur saat berkata
              Orang ini(Sang Raja) tidak lebih baik daripada balok kayu hanyut”

          Beberapa bijaksana mendengar dan bertanya ,”Apakah yang telah engkau lakukan pada raja kami ?” Sang Bodhisatta menceritakan apa yang telah terjadi, ia mengatakan ,” Karena menariknya keluar dari air sungai, aku membawa penderitaan bagi  diriku sendiri.” Setelah mendengarnya sebagian orang mengatakan ,” Raja yang tidak tahu terima kasih, bahkan pada orang yang telah menyelamatkan nyawanya, tangkap dia !”

          Dengan geram dan marah para penduduk menyerang sang raja dengan anak panah, batu, tanah dan tombak. Sang raja pun mati di atas gajah yang dinaikinya. Kemudian para penduduk membuangnya ke selokan dan menjadikan Bodhisatta sebagai raja mereka. Dia memerintah dengan Dhamma di kerajaannya.
          Setelah itu dia ingin menguji para binatang yang dulu pernah di tolongnya. Setelah sampai di tempat para binatang tersebut dia memanggilnya dan para binatang tersebut datang menghormat, lalu memberikan apa yang telah mereka janjikan dulu. Setelah itu para binatang diajak ke kerajaan oleh sang Bodhisatta. Oleh sang raja si Ular diberikan tabung emas untuk tempat tinggal, Tikus diberikan Gua Kristal, dan Kakak Tua diberikan sangkar emas. Mereka bersama hidup harmonis sepanjang hidup mereka. Ketika hidup berakhir, mereka meneruskan kea lam berikutnya meurut karma mereka masing-masing.

          Pada masa itu Devadatta adalah raja jahat, Sariputta adalah ular, Moggallana adalah tikus, Ananda adalah kakak tua, dan Sang Buddha adalah petapa yang telah dinobatkan sebagai Raja Dhamma.

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bahasa yang baik dan benar

Blogger Zeroalta

Pink Lotus Flower
Please klik some Ads...! close

Ads promo :