Sunday 10 February 2013

Pancasila Buddhis

Pancasila (Buddhis), sebagai langkah dasar latihan kemoralan (sikkhapada), khususnya bagi umat perumah tangga, sering kita ucapkan bersama dalam berbagai kesempatan , tapi kita lebih sering melupakan makna pemahaman yang terkandung didalamnya.
Pancasila (Buddhis) walau hanya terdiri dari 5aturan kemoralan , makna yang terkandung didalamnya amatlah luas.
1. Panatipata
2. Adinadana
3. Kamesu micchacara
4. Musavada
5. Surameraya majja pamadatthana


Di Pattisambbida, Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka; Sariputta Thera mengatakan
Berlatih sila itu mencakup latihan :
1. Kehendak sebagai sila (cetana-sila)
Kehendak untuk tidak melakukan perbuatan yang melanggar sila
2. Corak batiniah sebagai sila (cetasika-sila)
Pantangan untuk tidak melakukan perbuatan yang melanggar sila
3. Pengendalian sebagai sila (samvara-sila)
3.1 Pengendalian disiplin dalam latihan sila (patimokkha-samvara)
3.2 Pengendalian dengan kesadaran dalam latihan sila (sati-samvara)
3.3 Pengendalian dengan ilmu pengetahuan dalam latihan sila (nana-samvara)
3.4 Pengendalian dengan kesabaran dalam latihan sila (khanti-samvara)
4. Tidak melanggar sebagi sila (anapatti-sila)
Tidak melakukan perbuatan yang melanggar sila
5. Upaya (kehendak) sebagai sila (viriya-samvara)
Tidak berupaya (berkendak) melakukan perbuatan yang melanggar sila

Sang Buddha , dalam ajarannya senantiasa meletakkan “Sila” sebagi dasar utama pencapaian kebijaksanaan (sila-dana-samadi.).
Suatu perbuatan dapat dikatakan “melanggar sila” bila faktor-faktor yang mendasari perbuatan itu terpenuhi dan disebut sebagai akusala-kammapatha (jalan menuju alam menyedihkan), bila faktor-faktor yang mendasari tidak terpenuhi (lengkap) maka perbuatan itu tidak dapat disebut akusala-kammapatha, melainkan disebut akusala-kamma atau ducarita-kamma yang menghasilkan buah kamma buruk pada masa kehidupan sekarang , berupa penderitaan jasmani.

Sila pertama, “Panatipata”
Istilah “panatipata” terdiri dari 2 kosa kata yaitu : Pana dan atipata yang secara harafiah “pana” berarti mahluk atau kehidupan, “atipata” berarti lepas dengan cepat, gabungan dua kosa kata tersebut mempunyai arti perbuatan yang membuat suatu mahluk / kehidupan mati sebelum waktunya (pembunuhan)
Inti pemahaman sila ini adalah :
- Menghargai hak hidup setiap mahluk dan melatih cinta-kasih (metta) terhadap semua mahluk hidup.
Suatu perbuatan dapat dikatakan “membunuh, pembunuhan” bila 5 faktor yang mendasari perbuatan itu terpenuhi, yaitu :
- Adanya mahluk hidup (pano) – manusia atau binatang
- Menyadari bahwa mahluk itu masih hidup (panasannita)
- Berkehendak untuk membunuhnya (vadhakacittam)
- Melakukan usaha membunuhnya (upakkamo)
- Mahluk itu mati akibat pembunuhan itu (tena maranam)
Pemahaman arti “mahluk-hidup” berdasarkan ajaran Buddhis yaitu bila suatu mahluk yang mempunyai “nama-rupa”; nama berarti batin (roh dalam istilah awam), rupa berarti tubuh / phisik.
Ia , karena kehendak atau insting senantiasa berupaya untuk mempertahankan kehidupannya, dan berkembang biak.
Ada 6 macam cara/usaha pembunuhan, yaitu :
- Membunuh yang dilakukan sendiri (sahatthika)
- Memerintahkan kepada orang lain untuk membunuh (anattika)
- Membunuh mempergunakan senjata (nissaggiya)
- Membunuh dengan membuat perangkap permanent (thavara)
- Membunuh memakai ilmu perdukunan (vijjamaya)
- Membunuh mempergunakan kemampuan batin (iddhimaya)
Akibat dari perbuatan membunuh :
Pembunuhan, apapun alasannya akan memberi akibat buruk (akusala-kama) bagi pelakunya, walau kadar berat ringannya berbeda. Akibat berat (mahasavajja) bila pembunuhan dilakukan terhadap orang-tua, rohaniwan atau orang suci (orang ang berbudi luhur), guru, atau terhadap binatang yang mempunyai ukuran tubuh besar dan bermanfaat bagi kehidupan manusia; sedang akibat ringan (appasavajja) bila dilakukan terhadap binatang bertubuh kecil dan kurang manfaatnya. Kehendak yang mendasari perbuatan itu dilakukan juga akan berpengaruh terhadap kadar akibat yang disandang pelakunya.
Seorang pembunuh akan menanggung akibat perbuatannya buruknya berupa :
- Lahir kembali dalam keadaan cacat
- Berwajah dan perawakan tubuh yang jelek
- Berbadan lemah dan berpenyakitan
- Idiot, penakut dan senantiasa diselimuti perasan cemas
- Dibenci, dimusuhi orang serta tak berkawan
- Dipisahkan dengan orang yang disayangi, dicintai
- Berusia pendek atau terbunuh oleh berbagai sebab
-
Iktisar :
1. Obyek :
1.1 – Manusia
1.2 – Binatang : berguna, tidak berguna
merugikan, tidak merugikan
2. Kehendak
2.1 – Direncanakan, dikehendaki, disengaja
2.2 – Tidak direncanakan, tidak dikehendaki, tidak disengaja
Dorongan sesaat, mempertahankan diri, kecelakaan
3. Usaha
3.1 – Secara langsung
3.2 – Secara tidak langsung


Sila ke 2, “Adinnadana”:
Istilah “adinnadana” terdiri dari 3 kosa kata : “a” yang berarti tidak, “dinna” berarti barang atau benda “dana” yang diberikan oleh pemiliknya, jadi secara harafiah adinnadana berarti mengambil barang atau benda yang tidak diberikan oleh pemiliknya (pencuriaan)
Inti pemahaman dari sila ini adalah :
- Menghargai hak milik orang (mahluk) lain dan bertingkah laku jujur, dan tidak melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian materi.
Suatu perbuatan dapat dikatakan “pencurian, mencuri” apabila 5 faktor yang mendasari perbuatan itu terpenuhi :
1. Adanya barang, benda milik orang lain (parapariggahitam)
2. Mengetahui barang, benda itu ada pemiliknya (parapariggahita-sannita)
3. Berkehendak mengambilnya (theyyacittam)
4. Berusaha mengambilnya (uppakamo)
5. Berhasil mengambil melalui usaha itu (tena haranam)
Menurut ajaran Buddhis ada 25 perbuatan yang disebut mencuri (pencurian) dan dikelompokkan dalam 5 golongan berdasarkan jenis barang, benda yang dicuri dan usaha, cara pencuriaan itu dilakukan :
1. Nanabhanda-pancaka : 5 jenis perbuatan mencuri, pencurian dengan obyek benda hidup atau mati
1.1 Adiyana-adinnadana
Pencuriaan harta benda orang lain , dengan jalan menyalah gunakan kekuasaan atau tipu daya dalam bidang hukum.
1.2 Harana-adinnadana
Pencuriaan terhadap harta benda orang lain yang sedang menjadi tanggung jawabnya untuk menjaga
1.3 Avaharana-adinnadana
Pencuriaan yang dilakukan dengan mengingkari hak kepemilikannya atas barang yang dipercayakan (dititipkan) oleh pemiliknya .
1.4 Iriyapatha-adinnadana
Pencuriaan dengan kekerasan , ancaman
1.5 Thanavacana-adinnadana
Pencuriaan dengan jalan mencari kelengahan pemiliknya

2. Ekabhanda-pancaka : 5 jenis perbuatan mencuri, pencurian dengan obyek benda (mahluk) hidup.
Penjelasan pengertian sebagai ekabhanda-pancaka pada dasarnya sama dengan nanabhanda-pancaka, perbedaan dasar hanya pada obyek pencuriaan.
Obyek pencuriaan didalam pengertian ekabhanda-pancaka adalah mahluk hidup (manusia, binatang)
Yang tergolong ekabhanda-pancaka sama dengan nanabhanda-pancaka :
Adiyana-adinnadana; Harana-adinnadana; Avahara-adinnadana; Iriyapatha-adinnadana;
Thanavacana-adinnadana.
3. Sahattika-pancaka : 5 jenis perbuatan mencuri, pencurian yang dilakukan sendiri
3.1 Sahattika-adinnadana
Pencurian barang hidup atau mati yang dilakukan oleh diri sendiri
3.2 Anattika-adinnadana
Pencuriaan barang hidup atau mati dengan memerintahkan kepada orang lain untuk melakukannya dalam waktu tertentu (waktu yang terbatas).
3.3 Nissaggiya-adinnadana
Pencuriaan yang dilakukan identik dengan perbuatan penyeludupan atau pengelapan.
3.4 Atthasadhaka-adinnadana
Pencuriaan dengan memeritahkakan kepada orang lain tanpa batas waktu, tergantung kesempatan (waktu) yang ada.
3.5 Dhuranikkhepa-adinnadana
Pencuriaan yang dilakukan ketika proses hukum sedang berlangsung atau tindakan memungkiri atas barang yang dititipkan oleh pemiliknya dengan tujuan memilikinya.
4. Pubbapayoga –pancaka : 5 jenis perbuatan yang sudah dapat dikategorikan melakukan pencurian (mencuri) walau perbuatan itu belum dilakukan.
4.1 Pubbapayoga-adinnadana : perbuatan pencuriaan yang terjadi pada waktu sedang memerintahkan orang lain untuk melakukan.
4.2 Sahapayoga-adinnadana : perbuatan pencuriaan telah terjadi ketika usaha / niat melakukannya masih dalam perencanaan.
4.3 Savidavahara-adinnadana : perbuatan pencurian yang dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan beberapa orang, walau pada saat perbuatan itu dilakukan tidak terlibat langsung.
4.4 Sanketakamma-adinadana : perbuatan pencuriaan yang dilakukan tepat pada saat diperintahkan.
4.5 Nimittakamma-adinnadana : perbuatan pencurian dilakukan oleh orang yang diperintahkan setelah menerima tanda, kode, isyarat dari yang memerintahkan.
5. Theyyavahara-pancaka : 5 jenis perbuatan mencuri, pencurian dengan cara pemalsuan, pengelapan, penipuan atau cara-cara sejenis.
5.1 Theyyavahara-adinadana : perbuatan pencuriaan yang dilakukan dengan cara melakukan kecurangan atas alat ukur, takaran, timbangan, kwalitas barang atau melakukan pembayaran dengan uang palsu.
5.2 Pasayahara-adinnadana : perbuatan pencuriaan disertai ancaman dan melukai korban, menyalah gunakan kekuasaan (hukum atau mempengaruhi penguasa untuk merampas hak milik seseorang.
5.3 Parikappavahara-adinadana : perbuatan mencuri yang dilakuan dengan menentukan batasan jenis obyek pencuriaan dan waktu pencuriaan.
5.4 Paticchannvahara-adinadana : perbuatan pencuriaan yang dilakukan dengan mengambil barang yang telah lalai diletakkan oleh pemiliknya.
5.5 Kusavahara-adinnadana : perbuatan pencuriaan yang dilakukan dengan cara mengubah hak kepemilikan atau mengambil warisan yang tidak sah.
Akibat dari perbuatan mencuri :
- Dilahirkan kembali dalam kemiskinan
- Tidak mempunyai banyak harta benda dalam penghidupan sekarang
- Menderita kelaparan
- Tidak berhasil memperoleh apa yang diinginkan
- Menderita kerugian atau kebangkrutan dalam usahanya
- Sering ditipu, atau harta bendanya ludes karena bencana

Sila ke 3, “Kamesumicchacara”
Istilah “kamesumicchacara “ terdiri dari 3 kosa kata : “kamesu” yang berarti persetubuhan, “miccha” yang berarti menyimpang (cabul) dan “cara” yang berarti prilaku.
Secara harafiah berarti prilaku (perbuatan) seks yang menyimpang atau cabul
Inti pemahaman dari sila ini adalah :
- Menghargai ikatan suci perkawinan, pengendalian nafsu indriya
Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai prilaku seks yang menyimpang atau cabul apabila faktor yang mendasari terpenuhi :
1. Adanya obyek (orang) yang tak patut (tak memenuhi syarat) untuk disetubuhi (agamaniya-vatthu)
2. Mempunyai kehendak (niat) menyetubuhi ( tasmim-sevacittam)
3. Usaha, upaya untuk menyetubuhi (sevanappayogo)
4. Berhasil menyetubuhi ( maggena maggapatipatti adhivasanam)
Ada 3 macam orang yang tak pantas disetubuhi :
1. Telah menikah
2. Masih dalam pengawasan suatu pihak
3. Dilarang karena adat atau agama
3.1 masih dalam garis keturunan keluarga
3.2 rohaniawan yang berdasarkan peraturan agama dilarang menikah
3.3 mereka yang dilarang karena hukum negara
Berdasarkan pengertian agamaniya-vatthu, ada 20 wanita yang tak pantas disetubuhi, yaitu :
1. Wanita dalam perlindungan ibunya (maturakkhita)
2. Wanita dalam perlindungan ayahnya (piturakkhita)
3. Wanita dalam perlindungan ayah dan ibunya (matapiturakkhita)
4. Wanita dalam perlindungan kakak atau adik perempuannya (bhaginirakkhita)
5. Wanita dalam perlindungan kakak atau adik lakinya (bhaturakkhita)
6. Wanita dalam perlidungan sanak keluarganya (natirakkhita)
7. Wanita dalam perlidungan marganya /sukunya (gotarakkhita)
8. Wanita dalam perlidungan orang orang yang berpraktek Dhamma (dhammarakkhita)
9. Wanita pesanan raja atau penguasa (saridanda)
10. Wanita yang telah dipertunangkan (sarakkha)
11. Wanita yang telah dibeli oleh seorang laki-laki atau digadaikan (danakkita)
12. Wanita yang tinggal serumah dengan orang yang dicintai (chandavasini)
13. Wanita yang rela dinikahi seorang laki-laki karena mengharapkan memiliki kekayaannya
(bhogavasini)
14. Wanita yang rela dinikahi seorang laki-laki karena mengharapkan barang sandang (patavasini)
15. Wanita yang telah dinikahi secara resmi oleh seorang laki-laki berdasarkan hukum adat (odapattagini)
16. Wanita yang dinikahi secara resmi oleh seorang laki-laki yang telah menolong membebaskannya dari perbudakan (obhatasumbatta)
17. Wanita tawanan yang kemudian secara resmi dinikahi (dhajahata)
18. Wanita pekerja yang secara resmi dinikahi oleh majikannya (kammakaribhariya)
19. Budak wanita yang dinikahi secara resmi oleh majikannya (dasibhariya)
20. Wanita yang dinikahi seorang laki-laki dalam jangka waktu tertentu (muhuttika)
Seorang pria yang telah terikat tali perkawinan mengauli satu atau lebih dari 20 jenis perempuan kategori ini, dapat dikatakan telah melakukan perzinahan (pelanggaran sila).
Kategori wanita no 1 hingga 8, belum mempunyai suami, mereka masih mempunyai hak mutlak atas tubuh ,batin, serta kehidupannya, sehingga bila mereka dengan sadar, rela dan saling suka menyerahkan dirinya kepada seorang laki-laki (yang tidak terikat hukum perkawinan) dan hidup bersama (kumpul kebo) tidaklah dapat dikatakan melakukan perzinahan. Sedangkan wanita kategori 9 – 20 karena mereka telah terikat tali perkawinan, bila mereka menyerahkan tubuhnya kepada seorang laki-laki yang bukan suaminya maka dikatakan telah melakukan perzinahan.,

Persetubuhan antar dua orang lesbian atau homoseksual tidak dapat dikatakan melanggar sila, bila kedua pelakunya tidak terikat tali perkawinan dengan seorang wanita.
Seorang wanita yang disebut sebagai pelacur, berarti ia telah melepaskan diri dari lindungan, perawatan orang tuanya atau pihak-pihak lain, dan secara sadar telah memilih profesinya sebagai pemuas nafsu seks laki-laki, maka apabila seorang bujangan yang mengauli wanita semacam ini, dan telah memberi bayaran yang pantas sesuai yang diminta, mendapat persetujuan dari pengasuhnya (induk semang) tidak dapat dikatakan melakukan perzinahan. Hanya saja perbuatannya itu melanggar norma etika masyarakat dan tak pantas dilakukan, demikian pula sepasang suami-istri , ketika mencari kepuasan seksual dengan cara sodomi atau oral tidak dapat dikatakan melanggar sila, hanya sekali lagi ! Tidak pantas dilakukan dan akan menimbulkan akibat buruk ( mis.: penyakit), dan perlu diingat pemuasan nafsu seks secara berlebih-lebihan dan dengan cara yang kurang pantas berdasarkan etika moral akan menyeret seseorang dalam alam kehidupan yang rendah dan menjauhkan dari kebajikan.
Dalam hal ini, agama Buddha tidak dapat dikatakan lebih rendah nilai moralitasnya dibanding agama-agama yang lain karena seakan-akan menghalalkan prilaku yang melanggar norma etika seks yang berlaku dalam masyarakat umum tetapi ajaran Buddha senantiasa bertindak obyektif, tidak memvonis suatu hal yang buruk secara berlebih-lebihan, melainkan meletakkan suatu persoalan pada proporsi sebenarnya. Karena Sang Buddha telah mengajarkan, salah satu sebab kehancuran nama baik, reputasi, harga diri adalah mengunjungi pelacur.
Perzinahan dapat mengakibatkan :
- Mempunyai banyak musuh, dibenci
- Terlahir kembali sebagai waria
- Mempunyai kelainan jiwa, senantiasa gelisah
- Gagal bercinta atau sukar mendapat jodoh, dipisahkan dari orang yang dicintai
- Tidak mendapat kebahagiaan berberumah tangga

Sila ke 4, “Musavada” :
Istilah “musavada” terdiri dari 2 kosa kata, yaitu “musa” yang berarti bukan suatu kebenaran dan “vada” yang berarti ucapan
Jadi secara harafiah kata musavada berarti mengucapkan sesuatu yang bukan merupakan kebenaran atau berbohong.
Ucapan dikatakan suatu pendustaan (berbohong) bila 4 faktor yang mendasari terpenuhi:
1. Sesuatu atau hal yang tidak benar (atthama-vatthu)
2. Mempunyai kehendak, pikiran untuk berdusta (visamvadanacittam)
3. Berusaha berdusta (tajjo-vayamo)
4. Orang lain mempercayai kata katanya (parassa-tadatthavijananam)
Ucapan dusta yang menimbulkan kerugian bagi orang lain dapat dikategorikan sebagai akusala-kammapatha, sedang bila tidak ada kerugian yang ditimbulkan dikategotrikan sebagai akusala-kamma.
Sang Buddha, didalam Navanipata, Jataka, telah mengajarkan :
“Diantara akusala-kammapatha, yaitu pembunuhan, pencurian, perzinahan, pemabuk-mabukan mungkin dilakukan oleh seorang bodisatta, namum pendustaan yang menimbulkan kerugian pada pihak lain sama sekali tidak mungkin dilakukan oleh seorang bodhisatta”.
Termasuk dalam kategori pendustaan adalah :
1. Ucapan yang dapat menimbulkan cekcok, pertikaian, pertengkaran, perpecahan diantara pihak-pihak yang dahulunya terjalin dalam kerukunan, kesatuan (pisunavaca)
2. Ucapan yang dapat menimbulkan kemarahan, kebenciaan seseorang (pharusavaca)
3. Ucapan yang dapat melenyapkan manfaat dan kebahagiaan (samphappala)
4. Ucapan yang mencerminkan kehendak jahat untuk memiliki barang orang lain secara tidak sah (abhijjha)
5. Ucapan yang mencerminkan itikad jahat (vyapada)
6. Ucapan yang mencerminkan pandangan sesat, pengertian salah (micchaditthi)
1.1 Pisunavaca
Faktor yang melandasi ucapan yang dapat menimbulkan pertikaian, pertengkaran, perpecahan :
- Ada pihak-pihak yang akan dihasut (bhinditabbo)
- Bermaksud memecah belah (bhedapurekkharata)
- Bermaksud agar dirinya dicintai pihak-pihak tertentu (piyakamyata)
- Berusaha untuk menghasut (tajjo-vayamo)
- Ada pihak yang percaya atas hasutan itu (tassa-tadatthavijananam)
1.2 Pharusavaca
Faktor yang mendasari ucapan yang dapat menimbulkan kebenciaan, kemarahan pihak lain :
- Ada orang yang akan dimaki (akkositabbo-paro)
- Mempunyai pikiran yang penuh kemarahan (kupitacittam)
- Mengucapkan kata kata makian (akosana)
1.3 Samphappala
Faktor yang mendasari ucapan yang tak bermanfaat atau menghilangkan kebahagiaan:
- Bermaksud mengucapkan kata-kata yang tidak bermanfaat
(niratthaka-kathapurekkharata)
- Mengucapkan sesuatu yang tak bermanfaat (tatharupi-kathakathanam)
1.4 Abhijjha
Faktor yang mendasari ucapan yang mencerminkan kehendak untuk memiliki barang orang lain secara tidak sah (menipu):
- Ada benda atau barang milik orang lain (parabhandam)
- Bermaksud memiliki barang tersebut secara tidak sah (attano-parinamanam)
Hendaknya kita senantiasa mendasari ucapan kita dengan hasrat yang wajar dan menghindari keserakahan
1.5 Vyapada
Faktor yang mendasari ucapan yang mencerminkan itikad jahat (vyapada) yang dilandasi kemarahan (kodha):
- Ada orang yang menjadi obyek keinginan beritikad jahat (parasatto)
- Bermaksud mencelakakannya (tassa-vinasacinta)
1.6 Micchaditthi
Ucapan ini lebih ditujukan berupa penyangkalan kebenaran suatu ajaran (agama), dan mennafsirkan pemahamannya berdasarkan pandangan pribadi yang sangat subyektif.
Faktor yang mendasari ucapan pandangan sesat ini:
- Memahamani ajaran agama secara salah, menyimpang dari hakikat kebenaran ajararan
agama tersebut (attahaviparitta)
- Memahami, mempercayainya sebagi suatu kebenaran (kasuyatan) ajaran agama yang
salah (tathabavupatthanam)
Pandangan sesat merupakan akusala-kammapatha ialah niyata-micchadithi , yang terdiri dari :
- Pandangan yang menolak atau menyangkal akibat dari semua bentuk perbuatan
(natthika-dithi)
- Pandangan yang menolak atau menyangkal adanya sebab yang melatar belakangi semua perbuatan (kejadiaan) dialam semesta ini (ahetuka-dithi)
- Pandangan yang mengatakan bahwa semua bentuk perbuatan adalah tindakan semata-mata, bukan suatu kebajikan atau kejahatan (akiriya-dithi)
Akibat dari perbuatan musavada :
- Mulut berbau busuk, berbicara tidak jelas
- Perkataannya tidak dipercayai
- Menjadi celaan para bijaksana
- Sering bertikai, hidup jauh dari kerukunan
- Mudah sakit hati atu tersingung oleh ucapan orang lain
- Terjauhkan dari kebenaran, tidak mempunyai kebijaksanaan luhur

Sila ke 5, “Surameraya-majjapamadatthana” :
Istilah “surameraya-majjapamadatthana” terdiri dari 4 kosa kata “ sura” artinya suatu sebab yang mendorong perbuatan nekad, “meraya” artinya sesuai sebab yang menyebabkan mabuk, “majja” artinya sesuatu sebab yang dapat tak sadrkan diri, “pamadatthana” artinya sesuatu sebab kelengahan atau kecerobohan.
Arti harafiah surameraya-majjapamadatthana adalah mengkomsumsi sesuatu minuman / barang yang dapat menyebabkan mabuk / tak sadarkan diri , penyebab kelengahan/ keteledoran.

Perbuatan ini, memang tidak tercantumkan secara langsung dalam sepuluh jenis akusala-kammapatha, tetapi efek samping yang mungkin timbul (mis: pencuriaan, pembunuhan) akan menimbulkan buah perbuatan buruk yang dapat dikategorikan dalam akusala-kammapatha.
Beberapa pengulas, menguraikan makna dari kata “sura” sebagai minuman / makanan yang mengandung alkohol berasal dari peragian :
- Peragiaan dari beras ketan (pitthasura)
- Peragian dari kue (pupasura)
- Peragian dari nasi (odanasura)
- Peragian yang dibuat dari tepung ragi (kinnapakkhittasura)
- Peragian dari buah-buahan (sambharasamyuttasura)
Sedang kaya “meraya” diuraikan sebagai minuman/makanan yang memabokan,:
- Minuman memabukkan berasa ldari beberapa macam bunga/tumbuh-tumbuhan (pubbhasava)
- Minuman memabukkan yang dibuat dari buah-buahan (phalasava)
- Minuman memabukkan yang dibuat dari anggur (madhavasava)\
- Minuman memabukkan yang dibuat dari air tebu (gulasava)
- Minumamn yang memabukkan yang dibuat dari buah malaka dan kanna (sambharasamyutasava)
Sedangkan “majja” diuraikan sebagi minuman/makanan atau suatu zat yang dapat menyebabkan menurunnya kesadaran:
- Ganja
- Heroin
- Morfin
Sesuai era perkembangan jaman, beberapa zat aditif yang pada awalnya dipergunakan demi kepentingan kedokteran sebagi obat penenang, telah disalah gunakan dan dikenal sebagi narkotika; dan mengakibatkan menurunnya kesadaran seseorang.
Faktor-faktor yang mendasari perbuatan yang dapat menyebabkan menurunnya kesadaran :
- Adanya makanan, minuman yang dikategorikan sura, meraya, majja
- Mempunyai keinginan untuk mengkomsumsi (pivitukamata)
- Mengkomsumsi (pivanam)
- Timbul akibatnya (mabok, menurunnya kesadaran) (maddanam)
Sang Buddha, di Anguttara Nikaya, Sutta Pitaka, mengajarkan betapa besar akibat buruk dari perbuatan pemabokan,:”Duhai, para bhikkhu, peminum minuman keras (berakohol) secara berlebihan dan terus menerus nistaya akan menyeret seseorang kealam neraka, alam binatang, alam iblis; Akibat yang paling ringan yang ditanggung oleh mereka-yang karena kebajikannya, ia akan terlahir sebagai manusia yang gila/sinting”.
Dan juga diajarkan oleh Beliau,: “ Ada tiga macam hal, duhai para bhikkhu, yang apabila dilakukan tidak pernah membuat kenyang. Apakah tiga hal itu ?. Tiga hal itu adalah : bertiduran, bermabuk-mabukan dan persetubuhan”.
Bhuddhagosa Thera mengulaskan,: “Sesungguhnya, diantara lima sila dalam Pancasila, meminum minuman yang memabokkan – yang menjadi sebab kelengahan atau kecerobohan, nistaya menimbulkan akibat buruk yang lebih besar; Pelanggaran empat sila lainnya, pembunuhan dan sebagainya tidak menimbulkan akibat buruk sebesar peminum minum-minuman memabukkan, yang dapat membuat orang menjadi gila, yang sangat berbahaya bagi pencapaian “Jalan” dan “Pahala”.
Akibat pemabukan :
- Terlahir kembali sebagi orang yang terganggu ingatannya
- Tingkat kesadarannya rendah
- Tidak mempunyai kecerdasan, pengetahuan
- Ceroboh, pikun, malas, tidak dipercaya oleh masyarakat
- Sulit mencari mata pencaharian

Penutup:
- Pancasila diajarkan oleh Sang Buddha bukan untuk mengekang kebebasan , melainkan kehendak untuk mencapai kehidupan yang damai berdasarkan pengendalian nafsu indriya, sehingga mendukung kebahagian keluarga dan masyarkat.
- Berlatih sila tidak harus dilakukan secara ekstrem ataupun karena paksaan, kesadaran dan tekad berlatih itulah dasar utama.
- Sungguh sulit melatih sila secara lengkap dan berkesinambungan dalam kehidupan sehari-hari, berlatih secara bertahap akan lebih baik dari pada memaksakan diri berlatih diluar kemampuan.
- Bukan berapa banyak jumlah sila yang berhasil dilatih, tetapi kualitas latihan yang lebih bermanfaat
- Jangan menghakimi atau menghukum diri sendiri ketika anda melanggar sila yang sedang dilatih, kesadaran dan kemauan untuk memperbaiki kesalahan adalah jalan terbaik.

Daftar pustaka:
- Sangha Theravada Indonesia, Paritta Suci
- Sangha Theravada Indonesia, Pancasila dan Pancadhamma
- Jan Sanjivaputta, Mangala Berkah Utama jilid 1, Lembaga Pelestari Dhamma 1991
- Samwara, menjadi Pelita hati, 2006
http://www.wihara.com/forum/theravada/5751-pancasila-buddhis-latihan-dasar-kemoralan.html

Peraturan Agama Buddha


Sang Buddha mengajarkan berbagai macam ajaran yang keseluruhannya dapat digolongkan menjadi tiga inti ajaran, yaitu Sila, Samadhi dan Panna. Inti dari Sila adalah tidak melakukan kejahatan dan selalu berbaut kebajikan. Inti dari Samadhi adalah mensucikan pikiran dengan melaksanakan samadhi. Tujuan akhir dari ajaran Sang Buddha tersebut adalah untuk membawa para pelaksananya pada pembebasan (Panna).
Sila, sebagai landasan moral bagi pelaksanaan Dhamma selanjutnya merupakan ‘hukum’ yang jika ditaati akan membawa kebaikan dan jika tidak ditaati akan menyebabkan manusia tidak dapat maju kualitas batinnya. Namun para pengikut Sang Buddha terdiri dari dua macam yaitu para Gharavasa (umat perumah tangga) dan Pabbajita (para pertapa). Oleh karena itu Sang Buddha menetapkan peraturan yang berbeda bagi keduanya. Peraturan moral bagi para perumah tangga dikenal sebagai Sila sedangkan peraturan bagi para bhikkhu dikenal sebagai Vinaya, meski sebenarnya keduanya adalah Vinaya.
Sila (Agariya Vinaya)
Sila berasal dari bahasa Sansekerta dan bahasa Pali. Sila yang digunakan dalam kebudayaan Buddhis mempunyai banyak arti. Pertama, berarti norma (kaidah), peraturan hidup, perintah. Kedua, kata itu menyatakan pula keadaan batin terhadap peraturan hidup, hingga dapat berarti juga ‘sikap, keadaban, perilaku, sopan-santun’ dan sebagainya. (Teja S.M Rashid, 1996: 3).
Ciri dari sila adalah ketertiban dan ketenangan. Dalam agama Buddha, sila merupakan dasar utama dalam pelaksanaan ajaran agama, mencakup semua perilaku dan sifat-sifat baik yang termasuk dalam ajaran moral dan etika agama Buddha. Penyebab terdekat sila adalah Hiri dan Otappa.
Sila sebagai latihan moral bagi umat awam (Gharavasa) terdiri dari berbagai macam jenis. Berdasarkan aspeknya, sila terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1). Varita-sila (aspek negatif), yaitu sila yang dilakukan dengan cara ‘menghindari’, terdiri dari: Pancasila Buddhis, Atthasila, Dasasila.
2). Carita-sila (aspek poritif), yaitu sila yang dilakukan dengan cara ‘melakukan”, terdapat dalam Sutta-sutta misalnya: Vyagghapajja Sutta, Maha Manggala Sutta, Sigalovada Sutta, Parabhava Sutta.
Vinaya (Anagariya Vinaya)
Vinaya memiliki arti ‘mengusir, melenyapkan, memusnahkan segala perilaku yang menghalangi kemajuan dalam peningkatan rohani’ atau sesuatu yang membimbing keluar dari samsara (Teja S.M Rashid, 1996: 24). Tujuan dari vinaya adalah untuk menjauhkan dari hal-hal yang merugikan.
Sang Buddha menetapkan vinaya bagi para bhikkhu dan bhikkhuni, samanera-samaneri adalah untuk:
1). Kebaikan Sangha
2). Kesejahteraan Sangha
3). Mengendalikan para bhikkhu yang tidak teguh.
4). Kesejahteraan bhikkhu yang berkelakuan baik.
5). Melindungi dari atau melenyapkan kilesa.
6). Mencegah timbulnya kilesa baru.
7). Memuaskan mereka yang belum puas.
8). Menambah keyakinan mereka yang telah mendengar Dharma.
9). Menegakkan Dharma yang benar.
10). Manfaat vinaya itu sendiri.
Seorang siswa Sang Buddha yang telah bertekad (diupasampada) menjadi bhikkhu harus menjalankan 227 peraturan latihan yang disebut Patimokkha-sila. Patimokkha-sila terdiri dari:
1). Parajika 4
2). Sanghadisesa 13
3). Aniyata 2
4). Nissagiya Pacittiya 30
5). Pacittiya 92
6). Patidesaniya 4
7). Sekhiyadhamma 75
8). Adhikarana 7
Patimokkha-sila untuk para bhikkhuni terdiri dari 311 peraturan, yaitu:
1). Parajika 8
2). Sanghadisesa 17
3). Nissahiya Pacittiya 30
4). Pacittiya 116
5). Patidesaniya 8
6). Sekhiyadhamma 75
7). Adhikaranasamatha 7
Pelanggaran-pelanggaran hukum/peraturan
Peraturan yang dibuat oleh Sang Buddha disebut ‘pannati’. Pelanggaran terhadap peraturan (pannati) yang menjadikan seseorang mendapat hukuman disebut sebagai ‘apatti’. Apatti terjadi melalui ucapan dan perbuatan badan jasmani. Apatti dapat terjadi memalui enam cara yaitu: dengan jasmani, ucapan, jasmani dan pikiran, ucapan dan pikiran, ucapan dan jasmani, ucapan, jasmani dan pikiran.
Enam kondisi yang dapat menyebabkan apatti yaitu: alajjhita (tanpa malu), ananata (tanpa diketahui), kukucca-pakataka (ragu-ragu), merasa boleh padahal tidak boleh, dengan pikiran boleh padahal terlarang dan dilakukan dalam keadaan bingung.
Pelanggaran terhadap peraturan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pelanggaran yang dilakukan oleh umat awam (Gharavasa) dan pelanggaran oleh para bhikkhu/bhikkhuni (Pabbajita). Pelanggaran yang dilakukan oleh keduanya berbeda dalam pemberian sanksi dan penyelesaiannya.
Pelanggaran yang dilakukan oleh seorang umat perumah tangga berupa pelanggaran terhadap Sila-sila yang jumlahnya lebih sedikit dibanding sila bagi para Pabbajita. Sedangkan pelanggaran (apatti) oleh Pabbajita adalah pelanggaran terhadap Patimokkha-sila atau Vinaya.
Penyelesaian pelanggaran
Setiap pelanggaran, baik dilakukan oleh Gharavasa maupun Pabbajita pasti ada cara penyelesaiannya. Penyelesaian pelanggaran sila bagi kaum Gharavasa adalah berupa sanksi moral dari masyarakat tempat tinggal, misalnya: diusir dari daerah tersebut, dikucilkan dan lain-lain. Bila pelanggaran itu termasuk kategori berat (misalnya membunuh atau mencuri) maka pelaku dapat dikenakan sanksi oleh pemerintah dimana ia tinggal. Namun pelanggaran apapun yang dilakukan oleh seorang Gharavasa tidak akan menyebabkan ia dikeluarkan dari statusnya sebagai Gharavasa.
Pelanggaran yang dilakukan oleh Pabbajita akan diselesaikan sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan. Ditinjau dari berat ringan dan akibat pelanggaran, maka apatti dalam vinaya terdapat dalam tiga tingkat, yaitu:
1). Kesalahan berat (Garukapatti)
Garukapatti yaitu pelanggaran yang menyebabkan seseorang dikeluarkan dari kebhikkhuannya dan seumur hidup tidak dapat menjadi bhikkhu lagi. Hal ini terjadi pada pelanggaran terhadap Parajika 4.
2). Kesalahan menengah (Majjhimapatti)
Majjhimapatti dapat diperbaiki dalam sidang sangha yang minimal terdiri dari dua puluh orang. Kesalahan dapat juga diperbaiki dengan cara melakukan Manatta (duduk berdiam diri dan melakukan doa pertobatan selama enam malam penuh). Hal ini terjadi bila bhikkhu/bhikkhuni melakukan Sanghadisesa.
3). Kesalahan ringan (Lahukapatti)
Lahukapatti dapat diselesaikan dengan cara mengakui kesalahan di hadapan bhikkhu lain.
Kadangkala dalam Sangha juga terjadi perselisihan. Perselisihan dalam Sangha disebut Adhikarana. Dalam vinaya dikelompokkan menjadi empat Adhikarana, yaitu:
1. Vivadhadikarana, yaitu perselisihan mengenai mana yang Dhamma dan mana yang bukan Dhamma, mana yang Vinaya dan mana yang bukan Vinaya.
2. Anuvadadhikarana, yaitu perselisihan yang timbul karena tuduhan terhadap seorang bhikkhu melakukan apatti, penyimpangan dalam pengamalan, pandangan benar dan penghidupan benar.
3. Apattadhikarana, yaitu perselisihan yang timbul karena tuduhan terhadap seorang bhikkhu telah melanggar vinaya.
4. Kiccadhikarana, yaitu perselisihan sehubungan dengan keputusan atau peraturan yang dikeluarkan oleh Sangha.
Sang Buddha memberikan tujuh peraturan untuk menyelesaikan empat Adhikarana tersebut yang disebut sebagai Adhikarana-samatha. Adhikaranasamatha adalah sidang sangha yang harus dihadiri minimal dua puluh orang bhikkhu untuk mengadili dan memutuskan kesalahan (pelanggaran) yang telah dilakukan oleh seorang bhikkhu. Cara yang dilakukan adalah dengan pembacaan pengumuman resmi oleh Sangha. Bunyi butir aturan itu adalah sebagai berikut:
1). Sammukhavinaya yaitu penyelesaian dilakukan dihadapan Sangha, di hadapan seseorang, di hadapan benda yang bersangkutan dan di hadapan Dhamma. Cara ini dapat untuk menyelesaikan semua Adhikarana.
2). Sativinaya yaitu pembacaan pengumuman resmi oleh Sangha, bahwa seorang bhikkhu yang telah mencapai tingkat arahat adalah orang yang penuh kesadaran sehingga tidak seorangpun layak menuduhnya melakukan Apatti.
3). Amulhavinaya yaitu pembacaan pengumuman resmi oleh Sangha, bahwa seorang bhikkhu yang sudah sembuh dari penyakit jiwanya tidak sepatutnya dituduh melakukan Apatti yang mungkin dilakukannya pada waktu dia masih terganggu jiwanya.
4). Patinnatakavinaya yaitu penyelesaian suatu Apatti sesuai dengan pengakuan yang diberikan oleh tertuduh yang mengakuinya secara jujur tentang apa yang telah dilakukannya.
5). Yebhuyyatakarana yaitu keputusan dibuat berdasarkan suara terbanyak.
6). Tassa-papiyasida yaitu pemberian hukuman kepada bhikkhu yang telah melakukan kesalahan.
7). Tina-vattharaka yaitu pelaksanaan perdamaian antara kedua belah pihak yang berselisih tanpa terlebih dahulu melakukan penyelidikan tentang sebab musabab terjadinya perselisihan.
Sativinaya, Amulhavinaya dan Tassa-papiyasika dapat digunakan untuk menyelesaikan Anuvadadhikarana. Sedangkan Patinnakarana dan Tinavattharaka hanya dapat menyelesikan Apattadikarana. Yebhuyyasika dipergunakan untuk menyelesaikan Vivaddadhikarana.

Saturday 9 February 2013

AdsenseCamp Bekerjasama Dengan PromotionCamp.com


Mulai 1 Juni 2010, AdsenseCamp melakukan kerjasama yang menarik denganPromotionCamp.com melalui sistem Iklan Partner. Sistem ini membuka kesempatan yang lebih besar bagi para publisher untuk mendapatkan penghasilan tambahan dengan mempromosikan produk PromotionCamp di website publisher.
Apa itu Iklan Partner?
Iklan partner adalah sistem kerjasama antara AdsenseCamp dengan partner yang dipromosikan melalui website publisher dengan sistem komisi pay per transaksi.
Publisher akan mendapatkan komisi apabila ada pengunjung website/blog Anda melakukan order dan pembelian paket yang ada di website partner. Anda akan mendapatkan komisi 2-4% dari total pembelian.
Bagaimana Caranya?
1. Masuk ke member area AdsenseCamp pada menu partner.
2. Pilih Pasang Script Partner.
3. Pilih channel (blog) yang akan Anda pasangi script partner.
4. Klik pada pilih tampilan iklan ini. Anda bisa mengubah warna text.
5. Copy dan paste script tersebut ke website/blog Anda.
Berapa Komisi Saya?
Untuk melihat jumlah komisi yang Anda dapatkan dari iklan partner melalui submenu Advance Report. Anda juga bisa mengetahui siapa saja pengunjung blog Anda yang melakukan pembelian di website partner dan berapa total pembeliannya melalui submenu Overview pada bagian Detail order.
So, ajak pengunjung website/blog Anda untuk melakukan pembelian di partner AdsenseCamp dan raih tambahan komisi dari kami.

Monday 4 February 2013

JOEY MCINTYRE - STAY THE SAME LYRICS

Chorus]
Don't you ever wish 
You were someone else 
You were meant to be 
The way you are exactly 
Don't you ever say 
You don't like the way you are 
When you learn to love yourself 
You're better off by far 
And I hope you always stay the same 
'Cause there's nothing 'bout you I would change 

I think that you could be 
Whatever you wanted to be 
If you could realize 
All the dreams you have inside 
Don't be afraid 
If you got something to say 
Just open up your heart 
And let it show you the way 

[Chorus] 

Believe in yourself 
Reach down inside 
The love you find will set you free 
Believe in yourself 
You will come alive 
Have faith in what you do 
You'll make it through 

Oh,

[Chorus] 

Don't change

Friday 1 February 2013

He Xin Nian

Belajar bernyanyi untuk imlek yaw......hehehehe :)

Tahun Baru China (Imlek) : Sejarah dan Mitologi

Asal Kata


Lentera Imlek

Tahun Baru China merupakan hari raya yang paling penting dalam masyarakat China. Perayaan Tahun Baru China juga dikenal sebagai 春節 Chūnjié (Festival Musim Semi / Spring Festival), 農曆新年 Nónglì Xīnnián (Tahun Baru), atau 過年 Guònián atau sin tjia.

Diluar daratan China, Tahun Baru China lebih dikenal sebagai Tahun Baru Imlek. Kata Imlek (阴历 : Im = Bulan, Lek = penanggalan) berasal dari dialek Hokkian atau mandarinya yin li yang berarti kalender bulan. Perayaan Tahun Baru Imlek dirayakan pada tanggal 1 hingga tanggal 15 pada bulan ke-1 penanggalan kalender China yang menggabungkan perhitungan matahari, bulan, 2 energi yin-yang, konstelasi bintang atau astrologi shio, 24 musim, dan 5 unsur. (Festival Musim Semi).

Karena 1/5 penghuni bumi ini adalah orang China, maka Tahun Baru China hampir dirayakan oleh seluruh pelosok dunia dimana terdapat orang China, keturunan China atau pecinan. Banyak bangsa yang bertetangga dengan China turut merayakan Tahun Baru China seperti Taiwan, Korea, Mongolia, Vietnam, Nepal, Mongolia, Bhutan, dan Jepang.

Khusus di daratan China, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan negara-negara yang memiliki penduduk beretnis China, Tahun Baru China dirayakan dan sebagian telah berakultrasi dengan budaya setempat.

Penanggalan Kalender China





Pengaruh kemajuan kebudayaan Sungai Huang Ho (Kuning) dan Yang Tze di daratan China tempo dulu, memberi pengaruh besar terhadap aspek kehidupan bangsa-bangsa yang bertetangga dengan China. Negara-negara Korea, Jepang dan Vietnam mengadopsi sistem penanggalan China, kultur serta aksara negaranya.

Dalam 1 Tahun China terdiri dari 12 bulan atau 13 bulan jika Tahun Kabisat. Dalam 1 bulan terdiri 29 atau 30 hari. Sehingga dalam setahun terdiri dari 355 hari atau 385 hari (Tahun Kabisat). Secara sistem penanggalan Masehi (Gregorian), Tahun Baru China pasti jatuh antara 21 Januari (paling awal) hingga 20 Februari (paling akhir) setiap tahunnya. Ini berarti hari raya biasanya jatuh pada bulan kedua setelah musim dingin.

Elemen Matahari pada Kalender China
Seperti sistem penanggalan Gregorian, Kalender China menggunakan referensi revolusi bumi terhadap matahari yakni 1 tahun terdiri dari 12 bulan atau 13 bulan jika tahun kabisat. Secara resmi, tahun China telah berusia 2560 tahun pada 2009 ini.

Elemen Bulan pada Kalender China
Seperti sistem penanggalan di India tempo dulu, Kalender China menggunakan referensi revolusi bulan terhadap bumi. Dalam 1 bulan China terdiri 29 atau 30 hari. Dimana tanggal 1 jatuh pada bulan mati (tilem) dan tanggal 15 jatuh pada bulan purnama. Elemen bulan ini sangat penting, karena mempengaruhi aspek psikologis manusia serta pengaruh alam (pasang-surut).
Orang China mempercayai bahwa tanggal 1 dan 15 lunar merupakan tanggal ‘sakral’ dimana pada saat itu, emosi manusia dan energi di bumi lagi naik/hangat. Nafsu, emosi, akan lebih mudah muncul pada bulan tilem dan purnama. Sehingga jika seseorang berlatih untuk berbuat dan berpikir baik, maka hal itu akan mendatangkan berkah. Fenomena yang serupa tapi tidak sama juga dapat dijumpai pada perilaku banyak hewan yang cenderung melakukan perkawinan pada periode tersebut (tanggal 28,29,30,1,2,3 dan 13,14,15,15,17 lunar).



Art Chinese

Elemen Shio (Rasi Bintang) pada Kalender China
Prinsip keharmonisan manusia dan alam yang diajarkan oleh filsuf China ribuan tahun silam pun mengilhami sistem kalender China. Ilmu pengetahuan China di masa prasejarah telah mampu melihat gejala hubungan antara kejadian di galaksi (bintang-bintang) dengan kehidupan di bumi (butterfly effect). Oleh karena itu, ditemukan 12 masa yang memiliki periode khusus yang mempengaruhi kehidupan di bumi yang dikenal sebagai shio.
Berikut 12 shio yang dikenal masyarakat China (sering dijadikan ramalan) yakni:
Tikus (鼠) : 19 Feb1996, 7 Feb 2008
Kerbau (牛) : 7 Feb1997, 26 Jan 2009
Harimau (虎) : 28 Jan 1998, 14 Feb 2010
Kelinci (兔) : 16 Feb 1999, 3 Feb 2011
Naga (龍) : 5 Feb 2000, 23 Jan 2012
Ular (蛇) : 24 Jan 2001, 10 Feb 2013
Kuda (馬) : 12 Feb 2002, 31 Jan 2014
Kambing (羊) : 1 Feb 2003, 19 Feb 2015
Kera (猴) : 22 Jan 2004, 8 Feb 2016
Ayam (雞) : 9 Feb 2005, 28 Jan 2017
Anjing (狗) : 29 Jan 2006, 16 February 2018
Babi (豬) : 18 Feb 2007, 5 Feb 2019

Elemen Musim pada Kalender China
Kalender China bukan saja bermanfaat bagi sistem perhitungan upah atau gaji. Sistem kalender China juga bermanfaat oleh hampir semua pelaku usaha, baik nelayan, petani (saat tanam dan saat panen), ataupun penambang.
Dalam penanggalan China dikenal pembagian 24 musim, diantaranya adalah :
- Permulaan musim semi : hari pertama pada musim ini adalah hari pertama Perayaan Tahun Baru Imlek
- Musim hujan : hujan mulai turun.
- Musim serangga : Serangga mulai tampak setelah tidur panjangnya selama musim dingin.

Elemen Energi dan Karateristik Alam pada Kalender China
Sistem kalender China turut memperhitungkan dominansi unsur-unsur alam serta energi yin/yang. Masing-masing unsur-unsur memiliki periode 2 tahun yakni periode yin dan periode yang. Contohnya: tahun kayu yin, kayu yang, api yin, api yang, dst.
Kelima karateristik unsur polar yakni:
kayu,
api,
tanah/bumi,
logam dan
air.

Tahun Baru Imlek dengan Contoh Shio dengan karateristik unsur/polar
Tahun Imlek ke-
Tahun Baru Imlek
Shio dan Tahun
2559 / 2008 7 Februari 2008 Tikus unsur Tanah polar Yang
2560 / 2009 26 Januari 2009 Kerbau unsur Tanah polar Yin
2561 / 2010 14 Februari 2010 Harimau unsur Logam polar Yang
2562 / 2011 3 Februari 2011 Kelinci unsur Logam polar Yin
2563 / 2012 23 Januari 2012 Naga unsur Air polar Yang
2564 / 2013 10 Februari 2013 Ular unsur Air polar Yin


Koreksi Sistem Penanggalan
Untuk mengsinkronkan elemen matahari, bulan, dan musim, sistem penanggalan China memiliki autokoreksi yakni dengan munculnya Lun Gwe’ atau tahun kabisat ‘China’ yang terjadi antara 2 atau 3 tahun sekali (7 kali dalam 19 tahun). Berselang satu kali jiéqì (musim) tahun matahari Cina adalah setara dengan satu pemulaan matahari ke dalam tanda zodiak tropis. Matahari selalu melewati titik balik matahari musim dingin (masuk Capricorn) selama bulan 11.

Kesimpulan Sistem Penanggalan


Gantungan Lentera

Sistem penanggalan China menggunakan berbagai elemen atau faktor yang dipadukan secara komprehensif seperti matahari, bulan, rasi bintang/shio, musim, 5 unsur dan energi. Kalender China memiliki sistem hari, bulan, tahun, periode 12 tahun, dan periode 60 tahun.

Periode 60 tahun diperoleh dari kombinasi 3 faktor (12 shio, 5 unsur, 2 energi). Ini artinya hanya setahun dalam 60 tahun, Kalender China memiliki shio, unsur, dan energi yang sama. [angka 60 diperoleh dari kelipatan nilai terkecil atau KPK dari bilangan 12, 5 dan 2]. Sehingga tahun Tikus Api Yang terjadi pada tahun 1936 akan sama kembali pada tahun 1996 (60 tahun kemudian).
Karena kompleksitas serta begitu komprehensifnya sistem penanggalan China, sistem Kalender China menjadi sistem penanggalan yang terbaik, terlengkap, dan harmonis diantara sistem-sistem penanggalan yang ada di dunia.

Penentuan Umur

Setiap orang China umumnya menggunakan dua ‘jenis’ umur. Pertama (primer) adalah umur berdasarkan sistem kalender China sedangkan yang sekunder adalah sistem Gregorian (masehi). Menurut sistem penanggalan China, usia manusia dihitung sejak masa kehamilan. Sedangkan sistem Gregorian mulai menghitung usia sejak masa kelahiran. Sehingga umur seorang China menurut penanggalan China hampir selalu ‘umur Gregorian +1′. Contoh, seorang yang lahir di Mei 1990, maka usianya pada tahun Maret 2009 adalah 20 tahun (China) atau 19 tahun (Gregorian).

Filosopi sistem umur dan penanggalan China merupakan salah bentuk ilmu pengetahuan sekaligus etika pertama yang dihasilkan oleh para pemikir China lebih 4500 tahun yang lalu (2500 SM), dan dikembangkan secara komprehensif sekitar 3000 tahun yang lalu. Bayangkan saja, pada zaman itu, orang China berhasil menemukan penanggalan yang sangat komprehensif dengan memperhatikan unsur Matahari, Bulan, Musim, Tata Surya dan Bintang serta pola energi pada alam semesta.

Sedangkan secara filosofis umur, sistem umur China mengajarkan etika implisit yakni seorang janin yang telah dibuahi telah dinyatakan sebagai makhluk (usianya telah dihitung). Sehingga tindakan aborsi secara umum merupakan tindakan salah atau melanggar etika moral. Kecuali dalam kondisi atau keadaan sang Ibu yang tidak memungkinkan seperti membahayakan keselamatan sang Ibu. Jadi, jika seorang bayi pertama kali keluar dari rahim Ibu, perhitungan umurnya dihitung 10 bulan atau setahun.

Sejarah Penanggalan Imlek

Huang Di


Dragon Latern

Sistem kalender China mulai dikembangkan pada millenium ketiga sebelum masehi, konon ditemukan oleh penguasa legendaris pertama, Huáng Dì, yang memerintah antara tahun 2698 SM – 2599 SM. Dan dikembangkan lagi oleh penguasa legendaris keempat, Kaisar Yáo. Siklus 60 tahun (gānzhī atau liùshí jiǎzǐ) mulai digunakan pada millennium kedua sebelum masehi. Kalender yang lebih lengkap ditetapkan pada tahun 841 SM pada zaman Dinasti Zhōu dengan menambahkan penerapan bulan ganda dan bulan pertama satu tahun dimulai dekat dengan titik balik matahari pada musim dingin.

Dinasti Qin
Kalender Sìfēn (empat triwulan), yang mulai diterapkan sekitar tahun 484 SM, adalah kalender China pertama yang memakai perhitungan lebih akurat, menggunakan penanggalan matahari 365¼ hari, dengan siklus 19 tahun (235 bulan), yang dalam ilmu pengetahuan Barat dikenal sebagai Peredaran Metonic. Titik balik matahari musim dingin adalah bulan pertamanya dan bulan gandanya disisipi mengikuti bulan ke 12. Pada tahun 256 SM, kalender ini mulai digunakan oleh negara Qín, kemudian diterapkan di seluruh negeri Cina setelah Qín mengambil alih keseluruhan negeri Cina dan menjadi Dinasti Qín. Kelender ini tetap digunakan sepanjang separuh pertama Dinasti Hàn Barat.

Dinasti Han
Kaisar Wǔ dari Dinasti Han Barat memperkenalkan reformasi kalender baru. Kalender Tàichū (Permulaan Agung) pada tahun 104 SM mempunyai tahun dengan titik balik matahari musim dingin pada bulan ke 12 dan menentukan jumlah hari untuk penanggalan bulan (satu bulan 29 atau 30 hari) dan bukan sesuai dengan prinsip terminologi matahari (yang secara keseluruhan sama dengan tanda zodiak). Sebab gerakan matahari digunakan untuk mengkalkulasi Jiéqì (ciri-ciri musim).

Mitologi Tahun Baru Imlek

Berdasarkan cerita rakyatr dan legenda kuno, tahun baru China dirayakan ketika orang China berhasil melawan hewan mitos yang disebut sebagai Nian yang berarti tahun dalam bahasa China. Makhluk Nian selalu muncul pada hari pertama Tahun Baru dan kedatangan Nian adalah memangsa hewan ternak, memakan hasil pertanian dan bahkan penduduk, terutama anak-anak.

Untuk selamat dari petaka Nian, masyarakat [desa] China akan menaruh sejumlah makanan di depan pintu mereka pada hari pertama tahun baru. Masyarakat percaya bahwa, jika Nian telah mengambil/memakan makanan yang telah disediakan oleh masyrakat, maka Nian tidak akan lagi menyerang orang/warga.

Suatu ketika, seorang penduduk menyaksikan [satu/seekor/semakhluk] Nian ketakutan dan lari menghindar dari seorang anak yang berkostum merah. Dari kejadian itu, maka penduduk desa akhirnya tahu kekurangan Nian yakni takut pada warna merah.

Semenjak itu, setiap menjelang dan selama Tahun Baru, penduduk akan menggantung lentera merah serta memasang tirai/gordin merah pada pintu dan jendela. Selain itu, masyarakat juga menggunakan mercun untuk menakuti Nian. Sejak itulah, Nian tidak pernah lagi muncul di desa mereka.
Dan pada akhirnya, Nian berhasil ditangkap oleh Hongjun Lao Tze, seorang pendeta Tao. Nian kemudian menjadi hewan tunggangan Hongjun Lao Tze.

Realitas Makna Tahun Baru Imlek

Terlepas apakah mitos itu benar atau tidak, yang pasti perayaan Imlek merupakan perayaan yang dilakukan oleh para petani di Cina setelah melewati musim dingin yang menusuk dan mensyukuri permulaan musim baru penuh harapan yakni musim semi yang terjadi tiap tahunnya.

Perayaan ini dimulai pada tanggal 30 bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal 15 bulan pertama (Cap Go Meh). Acaranya meliputi sembahyang Imlek, sembahyang kepada Thian, dan perayaan Cap Go Meh. Tujuan dari persembahyangan ini adalah sebagai wujud syukur dan doa harapan agar di tahun depan mendapat rezeki lebih banyak, untuk menjamu leluhur, dan sebagai sarana silaturahmi dengan kerabat dan tetangga.

Yang pasti, hari raya Imlek merupakan momen pertemuan seluruh anggota keluarga sekali dalam setahun. Anggota keluarga akan bersilahturahmi, saling berbagi dan memberikan pengalaman selama setahun. Perayaan ini menjadi sangat berarti tatkala setiap anggota keluarga dan tetangga saling menjalin kasih, saling mengayomi, dan memulai lembaran baru (dengan pakaian baru).


China Art Imlek

Tepat pada hari raya Imlek, semua orang berpakaian baru dan rapi. Anggota keluarga akan saling memberikan ucapan selamat dan pengharapan baru agar di tahun yang baru, semua berjalan sukses (kesehatan, keuangan, pekerjaan, relasi, bisnis).

Selain itu, ciri khas perayaan Imlek adalah ornamen-ornamen berwarna merah, kue keranjang, angpao, lentera, petasan/mercun, tebu, barongsai,

Makna Simbolis
- Warna merah : kebahagiaan dan semangat hidup
- Simbol ikan : lambang kelimpahan berkat kasih yang menghidupkan. Dengan memasang gambar ikan atau memakan ikan, mereka mengharap datangnya kelimpahan itu.
- Harmoni dan kasih : anggota keluarga berkumpul, saling berbagi dan menyemangati

Disusun dari berbagai sumber oleh ech-wan – 21 Jan 2009

10 Pahala Pelepasan Hewan (FANGSEN)



放生十大功 德
10 Pahala Pelepasan Satwa


Oleh : Mahabiksu Yinguang (Yin Guang Da Shi – 印光大師)
(Mahabiksu Yinguang adalah salah satu sesepuh Mahayana yang sangat terkenal akan ajaran Nya , Mahaguru Liansheng sering juga menulis tentang Beliau – profil akan dibahas di thread berbeda)

diterjemahkan Lianhua Shian

(一)Tiada petaka akibat senjata tajam dan peperangan.

(二)Berbagai kemujuran akan berkumpul.

(三)Panjang usia dan sehat。
Sutra Buddha mengatakan : seorang yang menjalankan sila tidak membunuh dan melakukan pelepasan satwa akan memperoleh dua macam pahala : 1. Panjang usia ;

2. Banyak rejeki dan tiada penyakit.

(四)Banyak anak dan harapan akan anak laki laki.

(五)Para Buddha bersuka cita.

(六)Para hewan akan mengenang jasa. (bibit jodoh baik masa mendatang.)

(七)Tiada petaka.

(八)Terlahir di surga, bagi yang menekuni metode Tanah Suci akan terlahir di Tanah Suci.

(九)Dewasa ini adalah masa masa petaka dalam dunia manusia, rokok, arak, mara kemelekatan cinta, semua mengikat para insan. Bila para insan mengerti saling membalas budi, berbagai kejahatan akan sirna, setiap saat akan tenteram.

(十)Dunia hewan ada kondisi kemajuan perlahan dari kehidupan rendah menuju tinggi, seperti halnya umat manusia yang semula liar berubah semakin berbudaya. Seperti yang dikatakan oleh para ahli, bahwa setiap makhluk hidup mengalami perubahan karena kondisi luar.
Bila tiap orang dapat menjaga sila dan melepas satwa, maka batin penuh kebajikan akan saling bertaut, turun temurun pada anak cucu, selamanya tenteram dan makmur.


Namo Ratnasikkhin Tathagataya
南摩。宝髻如来 – Namo Bao Ji Rulai

*Bao / Ratna = Mustika ; Ji / Sikhin = Rambut terjalin di atas

*Nama Suci Nya sangat bermanfaat bagi para insan di alam rendah, bila saatpenghujung hidupnya dapat mendengar nama Namo Ratnasikhin Tathagata (Namo Bao Ji Rulai),dapat menuntunnya terlahir di alam 33 dewa.

* Dulu, Buddha Sakyamuni adalah seorang anak saudagar, namanya adalah (Jiangshui “降水”). Pada suatu ketika, saat beliau berjalan di luar , melihat banyak sekali hewan carnivora seperti anjing, rubah dan unggas berbondong bondong menuju tepian kolam. Beliau berlari menuju ke tempat itu untuk memeriksa apa yang telah terjadi, ternyata di kolam yang hampir kering tersebut, banyak sekali ikan yang menggelepar ketakutan….

Ikan ikan tersebut berenang dalam sisa air dengan tenaga penghabisan… menuju ke arahnya dan menatap memohon belas kasihan .

Sang Bodhisattva didorong oleh rasa belas kasih agung Nya, berlari mencari air, tapi sayang sekali tidak menemukan. Kemudian Beliau memotong pohon untuk diletakkan di tepi kolam supaya menutupi teriknya sinar matahari yang menyerang ikan ikan dalam kolam.

Beliau pergi ke tempat Raja di negeri Devasvaraprabha (Tianzizai guang – “天自在光”) untuk meminjam 20 ekor gajah dan seratus kantong air, kemudian segera kembali ke kolam dan menuangkan air tersebut.

Dan demi ikan ikan yang kelaparan, Beliau menugaskan anaknya yang bernama shuiyi (“水衣”)

Jiang Shui teringat akan Ratnasikhin Tathagata, saat Tathagata ini masih menjalankan ke Bodhisattva an pernah berikrar :

十方所有任何众生,在临终时闻我名号,其从此死后,即往生三十三天与天众同缘.现在,谁闻其名号皆生善趣世 界……

“Para insan di sepuluh penjuru, bila saat penghujung hidupnya dapat mendengar nama Ku, setelah meninggal dunia, akan terlahir di 33 alam dewa bersama dengan para dewata. Saat ini, siapapun yang mendengar nama akan terlahir di alam bahagia…”

Oleh karena itulah Beliau berlutut di pinggiran kolam dan melafal nama Namo Ratnasikhin Tathagataya, dan membabarkan Dharma akan nidana.

Beberapa hari kemudian, puluhan ribu ikan ikan yang mati telah terlahir di alam 33, mereka mengetahui bahwa kekuatan dari Nama Ratnasikkhin Tathagata dan Dharma sebab akibat yang dibabarkan oleh Jiang Shui lah yang menjadi faktor penyebab meningkatnya kesadaran mereka menuju alam dewa.

Puluhan ribu dewata itu semua menuju rumah Jiang Shui untuk membalas budi, memberikan berbagai pujana dan menaburkan bunga di rumah Jiangshui dan di kolam bekas mereka hidup dulu….

Sumber : Suvarnaprabhasa Sutra

Memperingati Magha Puja

Magha Puja merupakan salah satu peringatan agama Buddha yang kurang diketahui oleh sebagian umat Buddha di Indonesia. Magha Puja merupakan peristiwa penting dan bersejarah bagi Agama Buddha yang terjadi di bulan Magha atau dapat dijumpai pada bulan Februari.

Anggapan sementara umat Buddha menekankan bahwa hari peringatan hari Magha Puja bertepatan dengan 15 hari setelah tahun baru Imlek (Cap Go). Demikian jika 15 hari setelah tahun imlek maka pada malam harinya terlihat bulan sedang purnama. Tetapi jika diteliti dalam penanggalan hari, bulan, dan tahun buddhis maka yang sebenarnya peringatan hari Magha Puja tepat 1 hari sebelum Cap Go, yang berarti bahwa pada saat itu bulan purnama siddhi.

Magha Puja jika diungkapkan secara lebih mendalam, maka peristiwa tersebut adalah luar biasa, dan tidak ditemukan peristiwa serupa lainnya di dunia sejak zaman Sang Buddha Gotama sampai sekarang ini. Peristiwa Magha Puja ini diawali ketika Sang Buddha berada di Taman Tupai, hutan bambu Veluvana-arama, di kota Rajagaha pada bulan Magha.

Pada saat yang sama Sang Buddha dikunjungi oleh para Bhikkhu yang telah mencapai tingkat kesucian Arahat dan memiliki beberapa kemampuan abhinna. Dengan keinginan sendiri dan tanpa saling memberitahukan terlebih dahulu satu dengan yang lain, Mereka masing-masing pergi untuk mengunjungi Sang Buddha. Pertemuan tanpa disengaja oleh para Bhikkhu Arahat di Taman Tupai itu dihadiri dalam jumlah mencapai 1250 orang Bhikkhu. Pada kesempatan itu Sang Buddha mengadakan uposatha dan melakukan “Ehi Bhikkhu Upasampada” kepada mereka, yaitu pentabisan bhikkhu dengan memakai ucapan Ehi Bhikkhu (datanglah, O, para Bhikkhu). Setelah mengadakan Ehi Bhikkhu Upasampada selanjutnya Beliau memberikan pembabaran “Ovadapatimokkha” kepada Mereka.

Ovadapatimokkha merupakan salah satu Dhamma yang sangat diminati oleh para Bijaksana, yang ingin melaksanakan kedisiplinan dalam bersila, terutama diminati oleh seorang Bhikkhu yang sedang melaksanakan kehidupan suci. Salah satu pembabaran Sang Buddha tentang Ovadapatimokkha yang sangat indah dan dikenal oleh banyak umat Buddha adalah "Tidak melakukan segala kejahatan, senantiasa menyempurnakan kebaikan, dan menyucikan pikiran; Inilah ajaran para Buddha".

Pertemuan Agung para Bhikkhu Arahat tersebut dinamakan Caturangasanipata, yaitu pertemuan akbar yang didukung oleh 4 faktor peristiwa utama yang istimewa, yaitu :
1. Berkumpulnya para Bhikkhu yang berjumlah 1250 orang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
2. Mereka semuanya telah mencapai tingkat kesucian dan memiliki kemampuan abhinna.
3. Mereka ditabiskan dengan memakai ucapan Ehi Bhikkhu.
4. Sang Buddha membabarkan Ovadapatimokkha kepada Mereka.

Sebagai umat Buddha yang merayakan atau memperingati Magha Puja selayaknya telah mengetahui makna dari sejarah Magha Puja itu sendiri. Ditinjau dari segi nama peringatannya, Magha Puja, mempunyai arti bahwa di dalam melaksanakan perayaan atau peringatannya, umat Buddha melakukan puja sehubungan dengan peristiwa akbar di bulan Magha pada zaman Sang Buddha Gotama. Pemujaan yang dilaksanakan oleh kita sebagai penerus Dhamma dalam Magha Puja bukan sekedar hanya memuja tanpa mengetahui apa yang seharusnya dipuja.

Dalam pemantauan sementara waktu bahwa umat Buddha yang memperingati magha puja di Vihara - vihara atau di tempat-tempat pertemuan sangat jarang ditemui, dibandingkan dengan merayakan atau memperingati Waisak, Kathina. Hal ini disebabkan pemahaman dan kurang minatnya mereka dalam memperingati Magha Puja karena faktor-faktor salah satunya mereka tidak tertarik dengan apa yang sebenarnya yang terjadi pada Magha Puja. Ironisnya jika Magha Puja ini dilupakan sama sekali tanpa disentuh nilai-nilai yang harus ditanamkan terhadap umat Buddha.

Sangat disayangkan jika dalam peringatan Magha Puja yang diselenggarakan oleh umat Buddha kurang begitu diperhatikan kesaklarannya dan tidak sesuai lagi dengan peringatan Magha Puja yang sesungguhnya karena kurangnya informasi-informasi yang baik mengenai peringatan Magha Puja. Bahkan sebagian umat Buddha menganggap peringatan Magha Puja ini adalah identik dengan perayaan tahun baru Imlek dan Cap Go sehingga tidak mengherankan jika ada sementara umat yang menganggapnya demikian, mereka merayakan tahun baru Imlek, Magha Puja, dan Cap Go sekaligus di Vihara-vihara atau kelenteng.

Dalam peringatan Magha Puja pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan upacara-upacara peringatan hari raya Agama Buddha lainnya. Upacara pemujaan biasanya terdapat acara prosesi pemujaan (dupa, lilin, air, dan bunga) di depan altar. Pada upacara Magha Puja sendiri biasanya dilakukan pembacaan Magha Puja Gatha dan membacakan Paritta Khusus Ovadapatimokkhadipatha dalam bahasa Pali secara bersama - sama. Selanjutnya seperti peringatan hari suci lainnya dilakukan puja bakti, meditasi dan Dhammadesana oleh Bhikkhu Sangha mengenai makna peringatan Magha Puja. Akan menjadi saklar upacara peringatan Magha Puja jika diselenggarakan dengan sungguh-sungguh walaupun dilaksanakan secara sederhana.

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa di dalam memperingati Magha Puja, hal yang terpenting adalah memahami sepenuhnya ajaran Sang Buddha mengenai Ovadapatimokkha. Tidak menutup kemungkinan untuk merayakannya sampai megah dan akbar. Tetapi tiada artinya jika merayakannya sampai megah dan akbar dengan mengeluarkan anggaran biaya yang cukup besar jika kita umat Buddha yang hadir tidak memahami bahkan tidak mengetahui makna Magha Puja sesungguhnya.

Magha Puja dengan menerapkan Ovadapatimokkha yang senantiasa dipraktekkan sehari-hari dan sangat baik dilakukan dalam kedisiplinan menjalankan kehidupan suci. Dengan demikian jika kita sebagai umat Buddha melaksanakan pemahaman dan praktek terhadap makna peringatan-peringatan suci agama Buddha maka kita telah memperingatinya secara saklar dan penuh hikmat. Sebagai umat Buddha kita perlu ingat bahwa melaksanakan Dhamma merupakan suatu pemujaan yang tertinggi kepada Sang Tathagata dibandingkan dengan adanya upacara-upacara besar pemujaan terhadap Sang Buddha yang sering kita selenggarakan selama ini.

Sumber : Buddhist Net dan Berbagai Sumber

Blogger Zeroalta

Pink Lotus Flower
Please klik some Ads...! close

Ads promo :