Tuesday 15 October 2013

Psikologi Perkembangan Bayi dan Anak

BAB I PENDAHULUAN
 Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan dalam wujud yang paling sempurna, Karena manusia dikaruniai dengan akal pikiran dan hawa nafsu, berbeda halnya dengan binatang yang hanya dikaruniai hawa nafsu. Manusia sebagai individu yang normal akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Proses perkembangan kehidupan manusia melalui beberapa tahapan. Umumnya, manusia akan selalu berubah mengikuti proses perkembangan di sekitar kehidupannya, mulai dari sejak masa pranatal, masa bayi, balita, lalu tumbuh menjadi remaja, dewasa, dan kemudian meninggal. Tahap perkembangan yang akan kami bahas dalam hal ini adalah perkembangan masa bayi dan anak, yaitu dimana tahap kedua setela melalui masa pranatal yaitu masa orok. Kami akan mencoba merumuskan masalah-masalah apa saja yang muncul dalam kajian yang akan dibahas dalam makalah ini. Agar pembahasan lebih terfokus pada permasalahan, maka kami mencoba membatasi pokok permasalahan yang muncul pada pembahasan makalah kami adalah sebagai beruikut : Apa yang dimaksud dengan perkembangan bayi dan anak? Bagaimana tahap-tahap perkembangan masa bayi dan anak? Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu memahami perkembangan masa bayi dan anak. Disamping itu juga kami mengajukan makalah ini guna memenuhi tugas terstruktur dalam perkulian di semester 4 (empat) pada Mata Kuliah Psikologi Perkembangan

Sunday 10 February 2013

Pancasila Buddhis

Pancasila (Buddhis), sebagai langkah dasar latihan kemoralan (sikkhapada), khususnya bagi umat perumah tangga, sering kita ucapkan bersama dalam berbagai kesempatan , tapi kita lebih sering melupakan makna pemahaman yang terkandung didalamnya.
Pancasila (Buddhis) walau hanya terdiri dari 5aturan kemoralan , makna yang terkandung didalamnya amatlah luas.
1. Panatipata
2. Adinadana
3. Kamesu micchacara
4. Musavada
5. Surameraya majja pamadatthana


Di Pattisambbida, Khuddaka Nikaya, Sutta Pitaka; Sariputta Thera mengatakan
Berlatih sila itu mencakup latihan :
1. Kehendak sebagai sila (cetana-sila)
Kehendak untuk tidak melakukan perbuatan yang melanggar sila
2. Corak batiniah sebagai sila (cetasika-sila)
Pantangan untuk tidak melakukan perbuatan yang melanggar sila
3. Pengendalian sebagai sila (samvara-sila)
3.1 Pengendalian disiplin dalam latihan sila (patimokkha-samvara)
3.2 Pengendalian dengan kesadaran dalam latihan sila (sati-samvara)
3.3 Pengendalian dengan ilmu pengetahuan dalam latihan sila (nana-samvara)
3.4 Pengendalian dengan kesabaran dalam latihan sila (khanti-samvara)
4. Tidak melanggar sebagi sila (anapatti-sila)
Tidak melakukan perbuatan yang melanggar sila
5. Upaya (kehendak) sebagai sila (viriya-samvara)
Tidak berupaya (berkendak) melakukan perbuatan yang melanggar sila

Sang Buddha , dalam ajarannya senantiasa meletakkan “Sila” sebagi dasar utama pencapaian kebijaksanaan (sila-dana-samadi.).
Suatu perbuatan dapat dikatakan “melanggar sila” bila faktor-faktor yang mendasari perbuatan itu terpenuhi dan disebut sebagai akusala-kammapatha (jalan menuju alam menyedihkan), bila faktor-faktor yang mendasari tidak terpenuhi (lengkap) maka perbuatan itu tidak dapat disebut akusala-kammapatha, melainkan disebut akusala-kamma atau ducarita-kamma yang menghasilkan buah kamma buruk pada masa kehidupan sekarang , berupa penderitaan jasmani.

Sila pertama, “Panatipata”
Istilah “panatipata” terdiri dari 2 kosa kata yaitu : Pana dan atipata yang secara harafiah “pana” berarti mahluk atau kehidupan, “atipata” berarti lepas dengan cepat, gabungan dua kosa kata tersebut mempunyai arti perbuatan yang membuat suatu mahluk / kehidupan mati sebelum waktunya (pembunuhan)
Inti pemahaman sila ini adalah :
- Menghargai hak hidup setiap mahluk dan melatih cinta-kasih (metta) terhadap semua mahluk hidup.
Suatu perbuatan dapat dikatakan “membunuh, pembunuhan” bila 5 faktor yang mendasari perbuatan itu terpenuhi, yaitu :
- Adanya mahluk hidup (pano) – manusia atau binatang
- Menyadari bahwa mahluk itu masih hidup (panasannita)
- Berkehendak untuk membunuhnya (vadhakacittam)
- Melakukan usaha membunuhnya (upakkamo)
- Mahluk itu mati akibat pembunuhan itu (tena maranam)
Pemahaman arti “mahluk-hidup” berdasarkan ajaran Buddhis yaitu bila suatu mahluk yang mempunyai “nama-rupa”; nama berarti batin (roh dalam istilah awam), rupa berarti tubuh / phisik.
Ia , karena kehendak atau insting senantiasa berupaya untuk mempertahankan kehidupannya, dan berkembang biak.
Ada 6 macam cara/usaha pembunuhan, yaitu :
- Membunuh yang dilakukan sendiri (sahatthika)
- Memerintahkan kepada orang lain untuk membunuh (anattika)
- Membunuh mempergunakan senjata (nissaggiya)
- Membunuh dengan membuat perangkap permanent (thavara)
- Membunuh memakai ilmu perdukunan (vijjamaya)
- Membunuh mempergunakan kemampuan batin (iddhimaya)
Akibat dari perbuatan membunuh :
Pembunuhan, apapun alasannya akan memberi akibat buruk (akusala-kama) bagi pelakunya, walau kadar berat ringannya berbeda. Akibat berat (mahasavajja) bila pembunuhan dilakukan terhadap orang-tua, rohaniwan atau orang suci (orang ang berbudi luhur), guru, atau terhadap binatang yang mempunyai ukuran tubuh besar dan bermanfaat bagi kehidupan manusia; sedang akibat ringan (appasavajja) bila dilakukan terhadap binatang bertubuh kecil dan kurang manfaatnya. Kehendak yang mendasari perbuatan itu dilakukan juga akan berpengaruh terhadap kadar akibat yang disandang pelakunya.
Seorang pembunuh akan menanggung akibat perbuatannya buruknya berupa :
- Lahir kembali dalam keadaan cacat
- Berwajah dan perawakan tubuh yang jelek
- Berbadan lemah dan berpenyakitan
- Idiot, penakut dan senantiasa diselimuti perasan cemas
- Dibenci, dimusuhi orang serta tak berkawan
- Dipisahkan dengan orang yang disayangi, dicintai
- Berusia pendek atau terbunuh oleh berbagai sebab
-
Iktisar :
1. Obyek :
1.1 – Manusia
1.2 – Binatang : berguna, tidak berguna
merugikan, tidak merugikan
2. Kehendak
2.1 – Direncanakan, dikehendaki, disengaja
2.2 – Tidak direncanakan, tidak dikehendaki, tidak disengaja
Dorongan sesaat, mempertahankan diri, kecelakaan
3. Usaha
3.1 – Secara langsung
3.2 – Secara tidak langsung


Sila ke 2, “Adinnadana”:
Istilah “adinnadana” terdiri dari 3 kosa kata : “a” yang berarti tidak, “dinna” berarti barang atau benda “dana” yang diberikan oleh pemiliknya, jadi secara harafiah adinnadana berarti mengambil barang atau benda yang tidak diberikan oleh pemiliknya (pencuriaan)
Inti pemahaman dari sila ini adalah :
- Menghargai hak milik orang (mahluk) lain dan bertingkah laku jujur, dan tidak melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian materi.
Suatu perbuatan dapat dikatakan “pencurian, mencuri” apabila 5 faktor yang mendasari perbuatan itu terpenuhi :
1. Adanya barang, benda milik orang lain (parapariggahitam)
2. Mengetahui barang, benda itu ada pemiliknya (parapariggahita-sannita)
3. Berkehendak mengambilnya (theyyacittam)
4. Berusaha mengambilnya (uppakamo)
5. Berhasil mengambil melalui usaha itu (tena haranam)
Menurut ajaran Buddhis ada 25 perbuatan yang disebut mencuri (pencurian) dan dikelompokkan dalam 5 golongan berdasarkan jenis barang, benda yang dicuri dan usaha, cara pencuriaan itu dilakukan :
1. Nanabhanda-pancaka : 5 jenis perbuatan mencuri, pencurian dengan obyek benda hidup atau mati
1.1 Adiyana-adinnadana
Pencuriaan harta benda orang lain , dengan jalan menyalah gunakan kekuasaan atau tipu daya dalam bidang hukum.
1.2 Harana-adinnadana
Pencuriaan terhadap harta benda orang lain yang sedang menjadi tanggung jawabnya untuk menjaga
1.3 Avaharana-adinnadana
Pencuriaan yang dilakukan dengan mengingkari hak kepemilikannya atas barang yang dipercayakan (dititipkan) oleh pemiliknya .
1.4 Iriyapatha-adinnadana
Pencuriaan dengan kekerasan , ancaman
1.5 Thanavacana-adinnadana
Pencuriaan dengan jalan mencari kelengahan pemiliknya

2. Ekabhanda-pancaka : 5 jenis perbuatan mencuri, pencurian dengan obyek benda (mahluk) hidup.
Penjelasan pengertian sebagai ekabhanda-pancaka pada dasarnya sama dengan nanabhanda-pancaka, perbedaan dasar hanya pada obyek pencuriaan.
Obyek pencuriaan didalam pengertian ekabhanda-pancaka adalah mahluk hidup (manusia, binatang)
Yang tergolong ekabhanda-pancaka sama dengan nanabhanda-pancaka :
Adiyana-adinnadana; Harana-adinnadana; Avahara-adinnadana; Iriyapatha-adinnadana;
Thanavacana-adinnadana.
3. Sahattika-pancaka : 5 jenis perbuatan mencuri, pencurian yang dilakukan sendiri
3.1 Sahattika-adinnadana
Pencurian barang hidup atau mati yang dilakukan oleh diri sendiri
3.2 Anattika-adinnadana
Pencuriaan barang hidup atau mati dengan memerintahkan kepada orang lain untuk melakukannya dalam waktu tertentu (waktu yang terbatas).
3.3 Nissaggiya-adinnadana
Pencuriaan yang dilakukan identik dengan perbuatan penyeludupan atau pengelapan.
3.4 Atthasadhaka-adinnadana
Pencuriaan dengan memeritahkakan kepada orang lain tanpa batas waktu, tergantung kesempatan (waktu) yang ada.
3.5 Dhuranikkhepa-adinnadana
Pencuriaan yang dilakukan ketika proses hukum sedang berlangsung atau tindakan memungkiri atas barang yang dititipkan oleh pemiliknya dengan tujuan memilikinya.
4. Pubbapayoga –pancaka : 5 jenis perbuatan yang sudah dapat dikategorikan melakukan pencurian (mencuri) walau perbuatan itu belum dilakukan.
4.1 Pubbapayoga-adinnadana : perbuatan pencuriaan yang terjadi pada waktu sedang memerintahkan orang lain untuk melakukan.
4.2 Sahapayoga-adinnadana : perbuatan pencuriaan telah terjadi ketika usaha / niat melakukannya masih dalam perencanaan.
4.3 Savidavahara-adinnadana : perbuatan pencurian yang dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan beberapa orang, walau pada saat perbuatan itu dilakukan tidak terlibat langsung.
4.4 Sanketakamma-adinadana : perbuatan pencuriaan yang dilakukan tepat pada saat diperintahkan.
4.5 Nimittakamma-adinnadana : perbuatan pencurian dilakukan oleh orang yang diperintahkan setelah menerima tanda, kode, isyarat dari yang memerintahkan.
5. Theyyavahara-pancaka : 5 jenis perbuatan mencuri, pencurian dengan cara pemalsuan, pengelapan, penipuan atau cara-cara sejenis.
5.1 Theyyavahara-adinadana : perbuatan pencuriaan yang dilakukan dengan cara melakukan kecurangan atas alat ukur, takaran, timbangan, kwalitas barang atau melakukan pembayaran dengan uang palsu.
5.2 Pasayahara-adinnadana : perbuatan pencuriaan disertai ancaman dan melukai korban, menyalah gunakan kekuasaan (hukum atau mempengaruhi penguasa untuk merampas hak milik seseorang.
5.3 Parikappavahara-adinadana : perbuatan mencuri yang dilakuan dengan menentukan batasan jenis obyek pencuriaan dan waktu pencuriaan.
5.4 Paticchannvahara-adinadana : perbuatan pencuriaan yang dilakukan dengan mengambil barang yang telah lalai diletakkan oleh pemiliknya.
5.5 Kusavahara-adinnadana : perbuatan pencuriaan yang dilakukan dengan cara mengubah hak kepemilikan atau mengambil warisan yang tidak sah.
Akibat dari perbuatan mencuri :
- Dilahirkan kembali dalam kemiskinan
- Tidak mempunyai banyak harta benda dalam penghidupan sekarang
- Menderita kelaparan
- Tidak berhasil memperoleh apa yang diinginkan
- Menderita kerugian atau kebangkrutan dalam usahanya
- Sering ditipu, atau harta bendanya ludes karena bencana

Sila ke 3, “Kamesumicchacara”
Istilah “kamesumicchacara “ terdiri dari 3 kosa kata : “kamesu” yang berarti persetubuhan, “miccha” yang berarti menyimpang (cabul) dan “cara” yang berarti prilaku.
Secara harafiah berarti prilaku (perbuatan) seks yang menyimpang atau cabul
Inti pemahaman dari sila ini adalah :
- Menghargai ikatan suci perkawinan, pengendalian nafsu indriya
Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai prilaku seks yang menyimpang atau cabul apabila faktor yang mendasari terpenuhi :
1. Adanya obyek (orang) yang tak patut (tak memenuhi syarat) untuk disetubuhi (agamaniya-vatthu)
2. Mempunyai kehendak (niat) menyetubuhi ( tasmim-sevacittam)
3. Usaha, upaya untuk menyetubuhi (sevanappayogo)
4. Berhasil menyetubuhi ( maggena maggapatipatti adhivasanam)
Ada 3 macam orang yang tak pantas disetubuhi :
1. Telah menikah
2. Masih dalam pengawasan suatu pihak
3. Dilarang karena adat atau agama
3.1 masih dalam garis keturunan keluarga
3.2 rohaniawan yang berdasarkan peraturan agama dilarang menikah
3.3 mereka yang dilarang karena hukum negara
Berdasarkan pengertian agamaniya-vatthu, ada 20 wanita yang tak pantas disetubuhi, yaitu :
1. Wanita dalam perlindungan ibunya (maturakkhita)
2. Wanita dalam perlindungan ayahnya (piturakkhita)
3. Wanita dalam perlindungan ayah dan ibunya (matapiturakkhita)
4. Wanita dalam perlindungan kakak atau adik perempuannya (bhaginirakkhita)
5. Wanita dalam perlindungan kakak atau adik lakinya (bhaturakkhita)
6. Wanita dalam perlidungan sanak keluarganya (natirakkhita)
7. Wanita dalam perlidungan marganya /sukunya (gotarakkhita)
8. Wanita dalam perlidungan orang orang yang berpraktek Dhamma (dhammarakkhita)
9. Wanita pesanan raja atau penguasa (saridanda)
10. Wanita yang telah dipertunangkan (sarakkha)
11. Wanita yang telah dibeli oleh seorang laki-laki atau digadaikan (danakkita)
12. Wanita yang tinggal serumah dengan orang yang dicintai (chandavasini)
13. Wanita yang rela dinikahi seorang laki-laki karena mengharapkan memiliki kekayaannya
(bhogavasini)
14. Wanita yang rela dinikahi seorang laki-laki karena mengharapkan barang sandang (patavasini)
15. Wanita yang telah dinikahi secara resmi oleh seorang laki-laki berdasarkan hukum adat (odapattagini)
16. Wanita yang dinikahi secara resmi oleh seorang laki-laki yang telah menolong membebaskannya dari perbudakan (obhatasumbatta)
17. Wanita tawanan yang kemudian secara resmi dinikahi (dhajahata)
18. Wanita pekerja yang secara resmi dinikahi oleh majikannya (kammakaribhariya)
19. Budak wanita yang dinikahi secara resmi oleh majikannya (dasibhariya)
20. Wanita yang dinikahi seorang laki-laki dalam jangka waktu tertentu (muhuttika)
Seorang pria yang telah terikat tali perkawinan mengauli satu atau lebih dari 20 jenis perempuan kategori ini, dapat dikatakan telah melakukan perzinahan (pelanggaran sila).
Kategori wanita no 1 hingga 8, belum mempunyai suami, mereka masih mempunyai hak mutlak atas tubuh ,batin, serta kehidupannya, sehingga bila mereka dengan sadar, rela dan saling suka menyerahkan dirinya kepada seorang laki-laki (yang tidak terikat hukum perkawinan) dan hidup bersama (kumpul kebo) tidaklah dapat dikatakan melakukan perzinahan. Sedangkan wanita kategori 9 – 20 karena mereka telah terikat tali perkawinan, bila mereka menyerahkan tubuhnya kepada seorang laki-laki yang bukan suaminya maka dikatakan telah melakukan perzinahan.,

Persetubuhan antar dua orang lesbian atau homoseksual tidak dapat dikatakan melanggar sila, bila kedua pelakunya tidak terikat tali perkawinan dengan seorang wanita.
Seorang wanita yang disebut sebagai pelacur, berarti ia telah melepaskan diri dari lindungan, perawatan orang tuanya atau pihak-pihak lain, dan secara sadar telah memilih profesinya sebagai pemuas nafsu seks laki-laki, maka apabila seorang bujangan yang mengauli wanita semacam ini, dan telah memberi bayaran yang pantas sesuai yang diminta, mendapat persetujuan dari pengasuhnya (induk semang) tidak dapat dikatakan melakukan perzinahan. Hanya saja perbuatannya itu melanggar norma etika masyarakat dan tak pantas dilakukan, demikian pula sepasang suami-istri , ketika mencari kepuasan seksual dengan cara sodomi atau oral tidak dapat dikatakan melanggar sila, hanya sekali lagi ! Tidak pantas dilakukan dan akan menimbulkan akibat buruk ( mis.: penyakit), dan perlu diingat pemuasan nafsu seks secara berlebih-lebihan dan dengan cara yang kurang pantas berdasarkan etika moral akan menyeret seseorang dalam alam kehidupan yang rendah dan menjauhkan dari kebajikan.
Dalam hal ini, agama Buddha tidak dapat dikatakan lebih rendah nilai moralitasnya dibanding agama-agama yang lain karena seakan-akan menghalalkan prilaku yang melanggar norma etika seks yang berlaku dalam masyarakat umum tetapi ajaran Buddha senantiasa bertindak obyektif, tidak memvonis suatu hal yang buruk secara berlebih-lebihan, melainkan meletakkan suatu persoalan pada proporsi sebenarnya. Karena Sang Buddha telah mengajarkan, salah satu sebab kehancuran nama baik, reputasi, harga diri adalah mengunjungi pelacur.
Perzinahan dapat mengakibatkan :
- Mempunyai banyak musuh, dibenci
- Terlahir kembali sebagai waria
- Mempunyai kelainan jiwa, senantiasa gelisah
- Gagal bercinta atau sukar mendapat jodoh, dipisahkan dari orang yang dicintai
- Tidak mendapat kebahagiaan berberumah tangga

Sila ke 4, “Musavada” :
Istilah “musavada” terdiri dari 2 kosa kata, yaitu “musa” yang berarti bukan suatu kebenaran dan “vada” yang berarti ucapan
Jadi secara harafiah kata musavada berarti mengucapkan sesuatu yang bukan merupakan kebenaran atau berbohong.
Ucapan dikatakan suatu pendustaan (berbohong) bila 4 faktor yang mendasari terpenuhi:
1. Sesuatu atau hal yang tidak benar (atthama-vatthu)
2. Mempunyai kehendak, pikiran untuk berdusta (visamvadanacittam)
3. Berusaha berdusta (tajjo-vayamo)
4. Orang lain mempercayai kata katanya (parassa-tadatthavijananam)
Ucapan dusta yang menimbulkan kerugian bagi orang lain dapat dikategorikan sebagai akusala-kammapatha, sedang bila tidak ada kerugian yang ditimbulkan dikategotrikan sebagai akusala-kamma.
Sang Buddha, didalam Navanipata, Jataka, telah mengajarkan :
“Diantara akusala-kammapatha, yaitu pembunuhan, pencurian, perzinahan, pemabuk-mabukan mungkin dilakukan oleh seorang bodisatta, namum pendustaan yang menimbulkan kerugian pada pihak lain sama sekali tidak mungkin dilakukan oleh seorang bodhisatta”.
Termasuk dalam kategori pendustaan adalah :
1. Ucapan yang dapat menimbulkan cekcok, pertikaian, pertengkaran, perpecahan diantara pihak-pihak yang dahulunya terjalin dalam kerukunan, kesatuan (pisunavaca)
2. Ucapan yang dapat menimbulkan kemarahan, kebenciaan seseorang (pharusavaca)
3. Ucapan yang dapat melenyapkan manfaat dan kebahagiaan (samphappala)
4. Ucapan yang mencerminkan kehendak jahat untuk memiliki barang orang lain secara tidak sah (abhijjha)
5. Ucapan yang mencerminkan itikad jahat (vyapada)
6. Ucapan yang mencerminkan pandangan sesat, pengertian salah (micchaditthi)
1.1 Pisunavaca
Faktor yang melandasi ucapan yang dapat menimbulkan pertikaian, pertengkaran, perpecahan :
- Ada pihak-pihak yang akan dihasut (bhinditabbo)
- Bermaksud memecah belah (bhedapurekkharata)
- Bermaksud agar dirinya dicintai pihak-pihak tertentu (piyakamyata)
- Berusaha untuk menghasut (tajjo-vayamo)
- Ada pihak yang percaya atas hasutan itu (tassa-tadatthavijananam)
1.2 Pharusavaca
Faktor yang mendasari ucapan yang dapat menimbulkan kebenciaan, kemarahan pihak lain :
- Ada orang yang akan dimaki (akkositabbo-paro)
- Mempunyai pikiran yang penuh kemarahan (kupitacittam)
- Mengucapkan kata kata makian (akosana)
1.3 Samphappala
Faktor yang mendasari ucapan yang tak bermanfaat atau menghilangkan kebahagiaan:
- Bermaksud mengucapkan kata-kata yang tidak bermanfaat
(niratthaka-kathapurekkharata)
- Mengucapkan sesuatu yang tak bermanfaat (tatharupi-kathakathanam)
1.4 Abhijjha
Faktor yang mendasari ucapan yang mencerminkan kehendak untuk memiliki barang orang lain secara tidak sah (menipu):
- Ada benda atau barang milik orang lain (parabhandam)
- Bermaksud memiliki barang tersebut secara tidak sah (attano-parinamanam)
Hendaknya kita senantiasa mendasari ucapan kita dengan hasrat yang wajar dan menghindari keserakahan
1.5 Vyapada
Faktor yang mendasari ucapan yang mencerminkan itikad jahat (vyapada) yang dilandasi kemarahan (kodha):
- Ada orang yang menjadi obyek keinginan beritikad jahat (parasatto)
- Bermaksud mencelakakannya (tassa-vinasacinta)
1.6 Micchaditthi
Ucapan ini lebih ditujukan berupa penyangkalan kebenaran suatu ajaran (agama), dan mennafsirkan pemahamannya berdasarkan pandangan pribadi yang sangat subyektif.
Faktor yang mendasari ucapan pandangan sesat ini:
- Memahamani ajaran agama secara salah, menyimpang dari hakikat kebenaran ajararan
agama tersebut (attahaviparitta)
- Memahami, mempercayainya sebagi suatu kebenaran (kasuyatan) ajaran agama yang
salah (tathabavupatthanam)
Pandangan sesat merupakan akusala-kammapatha ialah niyata-micchadithi , yang terdiri dari :
- Pandangan yang menolak atau menyangkal akibat dari semua bentuk perbuatan
(natthika-dithi)
- Pandangan yang menolak atau menyangkal adanya sebab yang melatar belakangi semua perbuatan (kejadiaan) dialam semesta ini (ahetuka-dithi)
- Pandangan yang mengatakan bahwa semua bentuk perbuatan adalah tindakan semata-mata, bukan suatu kebajikan atau kejahatan (akiriya-dithi)
Akibat dari perbuatan musavada :
- Mulut berbau busuk, berbicara tidak jelas
- Perkataannya tidak dipercayai
- Menjadi celaan para bijaksana
- Sering bertikai, hidup jauh dari kerukunan
- Mudah sakit hati atu tersingung oleh ucapan orang lain
- Terjauhkan dari kebenaran, tidak mempunyai kebijaksanaan luhur

Sila ke 5, “Surameraya-majjapamadatthana” :
Istilah “surameraya-majjapamadatthana” terdiri dari 4 kosa kata “ sura” artinya suatu sebab yang mendorong perbuatan nekad, “meraya” artinya sesuai sebab yang menyebabkan mabuk, “majja” artinya sesuatu sebab yang dapat tak sadrkan diri, “pamadatthana” artinya sesuatu sebab kelengahan atau kecerobohan.
Arti harafiah surameraya-majjapamadatthana adalah mengkomsumsi sesuatu minuman / barang yang dapat menyebabkan mabuk / tak sadarkan diri , penyebab kelengahan/ keteledoran.

Perbuatan ini, memang tidak tercantumkan secara langsung dalam sepuluh jenis akusala-kammapatha, tetapi efek samping yang mungkin timbul (mis: pencuriaan, pembunuhan) akan menimbulkan buah perbuatan buruk yang dapat dikategorikan dalam akusala-kammapatha.
Beberapa pengulas, menguraikan makna dari kata “sura” sebagai minuman / makanan yang mengandung alkohol berasal dari peragian :
- Peragiaan dari beras ketan (pitthasura)
- Peragian dari kue (pupasura)
- Peragian dari nasi (odanasura)
- Peragian yang dibuat dari tepung ragi (kinnapakkhittasura)
- Peragian dari buah-buahan (sambharasamyuttasura)
Sedang kaya “meraya” diuraikan sebagai minuman/makanan yang memabokan,:
- Minuman memabukkan berasa ldari beberapa macam bunga/tumbuh-tumbuhan (pubbhasava)
- Minuman memabukkan yang dibuat dari buah-buahan (phalasava)
- Minuman memabukkan yang dibuat dari anggur (madhavasava)\
- Minuman memabukkan yang dibuat dari air tebu (gulasava)
- Minumamn yang memabukkan yang dibuat dari buah malaka dan kanna (sambharasamyutasava)
Sedangkan “majja” diuraikan sebagi minuman/makanan atau suatu zat yang dapat menyebabkan menurunnya kesadaran:
- Ganja
- Heroin
- Morfin
Sesuai era perkembangan jaman, beberapa zat aditif yang pada awalnya dipergunakan demi kepentingan kedokteran sebagi obat penenang, telah disalah gunakan dan dikenal sebagi narkotika; dan mengakibatkan menurunnya kesadaran seseorang.
Faktor-faktor yang mendasari perbuatan yang dapat menyebabkan menurunnya kesadaran :
- Adanya makanan, minuman yang dikategorikan sura, meraya, majja
- Mempunyai keinginan untuk mengkomsumsi (pivitukamata)
- Mengkomsumsi (pivanam)
- Timbul akibatnya (mabok, menurunnya kesadaran) (maddanam)
Sang Buddha, di Anguttara Nikaya, Sutta Pitaka, mengajarkan betapa besar akibat buruk dari perbuatan pemabokan,:”Duhai, para bhikkhu, peminum minuman keras (berakohol) secara berlebihan dan terus menerus nistaya akan menyeret seseorang kealam neraka, alam binatang, alam iblis; Akibat yang paling ringan yang ditanggung oleh mereka-yang karena kebajikannya, ia akan terlahir sebagai manusia yang gila/sinting”.
Dan juga diajarkan oleh Beliau,: “ Ada tiga macam hal, duhai para bhikkhu, yang apabila dilakukan tidak pernah membuat kenyang. Apakah tiga hal itu ?. Tiga hal itu adalah : bertiduran, bermabuk-mabukan dan persetubuhan”.
Bhuddhagosa Thera mengulaskan,: “Sesungguhnya, diantara lima sila dalam Pancasila, meminum minuman yang memabokkan – yang menjadi sebab kelengahan atau kecerobohan, nistaya menimbulkan akibat buruk yang lebih besar; Pelanggaran empat sila lainnya, pembunuhan dan sebagainya tidak menimbulkan akibat buruk sebesar peminum minum-minuman memabukkan, yang dapat membuat orang menjadi gila, yang sangat berbahaya bagi pencapaian “Jalan” dan “Pahala”.
Akibat pemabukan :
- Terlahir kembali sebagi orang yang terganggu ingatannya
- Tingkat kesadarannya rendah
- Tidak mempunyai kecerdasan, pengetahuan
- Ceroboh, pikun, malas, tidak dipercaya oleh masyarakat
- Sulit mencari mata pencaharian

Penutup:
- Pancasila diajarkan oleh Sang Buddha bukan untuk mengekang kebebasan , melainkan kehendak untuk mencapai kehidupan yang damai berdasarkan pengendalian nafsu indriya, sehingga mendukung kebahagian keluarga dan masyarkat.
- Berlatih sila tidak harus dilakukan secara ekstrem ataupun karena paksaan, kesadaran dan tekad berlatih itulah dasar utama.
- Sungguh sulit melatih sila secara lengkap dan berkesinambungan dalam kehidupan sehari-hari, berlatih secara bertahap akan lebih baik dari pada memaksakan diri berlatih diluar kemampuan.
- Bukan berapa banyak jumlah sila yang berhasil dilatih, tetapi kualitas latihan yang lebih bermanfaat
- Jangan menghakimi atau menghukum diri sendiri ketika anda melanggar sila yang sedang dilatih, kesadaran dan kemauan untuk memperbaiki kesalahan adalah jalan terbaik.

Daftar pustaka:
- Sangha Theravada Indonesia, Paritta Suci
- Sangha Theravada Indonesia, Pancasila dan Pancadhamma
- Jan Sanjivaputta, Mangala Berkah Utama jilid 1, Lembaga Pelestari Dhamma 1991
- Samwara, menjadi Pelita hati, 2006
http://www.wihara.com/forum/theravada/5751-pancasila-buddhis-latihan-dasar-kemoralan.html

Peraturan Agama Buddha


Sang Buddha mengajarkan berbagai macam ajaran yang keseluruhannya dapat digolongkan menjadi tiga inti ajaran, yaitu Sila, Samadhi dan Panna. Inti dari Sila adalah tidak melakukan kejahatan dan selalu berbaut kebajikan. Inti dari Samadhi adalah mensucikan pikiran dengan melaksanakan samadhi. Tujuan akhir dari ajaran Sang Buddha tersebut adalah untuk membawa para pelaksananya pada pembebasan (Panna).
Sila, sebagai landasan moral bagi pelaksanaan Dhamma selanjutnya merupakan ‘hukum’ yang jika ditaati akan membawa kebaikan dan jika tidak ditaati akan menyebabkan manusia tidak dapat maju kualitas batinnya. Namun para pengikut Sang Buddha terdiri dari dua macam yaitu para Gharavasa (umat perumah tangga) dan Pabbajita (para pertapa). Oleh karena itu Sang Buddha menetapkan peraturan yang berbeda bagi keduanya. Peraturan moral bagi para perumah tangga dikenal sebagai Sila sedangkan peraturan bagi para bhikkhu dikenal sebagai Vinaya, meski sebenarnya keduanya adalah Vinaya.
Sila (Agariya Vinaya)
Sila berasal dari bahasa Sansekerta dan bahasa Pali. Sila yang digunakan dalam kebudayaan Buddhis mempunyai banyak arti. Pertama, berarti norma (kaidah), peraturan hidup, perintah. Kedua, kata itu menyatakan pula keadaan batin terhadap peraturan hidup, hingga dapat berarti juga ‘sikap, keadaban, perilaku, sopan-santun’ dan sebagainya. (Teja S.M Rashid, 1996: 3).
Ciri dari sila adalah ketertiban dan ketenangan. Dalam agama Buddha, sila merupakan dasar utama dalam pelaksanaan ajaran agama, mencakup semua perilaku dan sifat-sifat baik yang termasuk dalam ajaran moral dan etika agama Buddha. Penyebab terdekat sila adalah Hiri dan Otappa.
Sila sebagai latihan moral bagi umat awam (Gharavasa) terdiri dari berbagai macam jenis. Berdasarkan aspeknya, sila terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1). Varita-sila (aspek negatif), yaitu sila yang dilakukan dengan cara ‘menghindari’, terdiri dari: Pancasila Buddhis, Atthasila, Dasasila.
2). Carita-sila (aspek poritif), yaitu sila yang dilakukan dengan cara ‘melakukan”, terdapat dalam Sutta-sutta misalnya: Vyagghapajja Sutta, Maha Manggala Sutta, Sigalovada Sutta, Parabhava Sutta.
Vinaya (Anagariya Vinaya)
Vinaya memiliki arti ‘mengusir, melenyapkan, memusnahkan segala perilaku yang menghalangi kemajuan dalam peningkatan rohani’ atau sesuatu yang membimbing keluar dari samsara (Teja S.M Rashid, 1996: 24). Tujuan dari vinaya adalah untuk menjauhkan dari hal-hal yang merugikan.
Sang Buddha menetapkan vinaya bagi para bhikkhu dan bhikkhuni, samanera-samaneri adalah untuk:
1). Kebaikan Sangha
2). Kesejahteraan Sangha
3). Mengendalikan para bhikkhu yang tidak teguh.
4). Kesejahteraan bhikkhu yang berkelakuan baik.
5). Melindungi dari atau melenyapkan kilesa.
6). Mencegah timbulnya kilesa baru.
7). Memuaskan mereka yang belum puas.
8). Menambah keyakinan mereka yang telah mendengar Dharma.
9). Menegakkan Dharma yang benar.
10). Manfaat vinaya itu sendiri.
Seorang siswa Sang Buddha yang telah bertekad (diupasampada) menjadi bhikkhu harus menjalankan 227 peraturan latihan yang disebut Patimokkha-sila. Patimokkha-sila terdiri dari:
1). Parajika 4
2). Sanghadisesa 13
3). Aniyata 2
4). Nissagiya Pacittiya 30
5). Pacittiya 92
6). Patidesaniya 4
7). Sekhiyadhamma 75
8). Adhikarana 7
Patimokkha-sila untuk para bhikkhuni terdiri dari 311 peraturan, yaitu:
1). Parajika 8
2). Sanghadisesa 17
3). Nissahiya Pacittiya 30
4). Pacittiya 116
5). Patidesaniya 8
6). Sekhiyadhamma 75
7). Adhikaranasamatha 7
Pelanggaran-pelanggaran hukum/peraturan
Peraturan yang dibuat oleh Sang Buddha disebut ‘pannati’. Pelanggaran terhadap peraturan (pannati) yang menjadikan seseorang mendapat hukuman disebut sebagai ‘apatti’. Apatti terjadi melalui ucapan dan perbuatan badan jasmani. Apatti dapat terjadi memalui enam cara yaitu: dengan jasmani, ucapan, jasmani dan pikiran, ucapan dan pikiran, ucapan dan jasmani, ucapan, jasmani dan pikiran.
Enam kondisi yang dapat menyebabkan apatti yaitu: alajjhita (tanpa malu), ananata (tanpa diketahui), kukucca-pakataka (ragu-ragu), merasa boleh padahal tidak boleh, dengan pikiran boleh padahal terlarang dan dilakukan dalam keadaan bingung.
Pelanggaran terhadap peraturan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pelanggaran yang dilakukan oleh umat awam (Gharavasa) dan pelanggaran oleh para bhikkhu/bhikkhuni (Pabbajita). Pelanggaran yang dilakukan oleh keduanya berbeda dalam pemberian sanksi dan penyelesaiannya.
Pelanggaran yang dilakukan oleh seorang umat perumah tangga berupa pelanggaran terhadap Sila-sila yang jumlahnya lebih sedikit dibanding sila bagi para Pabbajita. Sedangkan pelanggaran (apatti) oleh Pabbajita adalah pelanggaran terhadap Patimokkha-sila atau Vinaya.
Penyelesaian pelanggaran
Setiap pelanggaran, baik dilakukan oleh Gharavasa maupun Pabbajita pasti ada cara penyelesaiannya. Penyelesaian pelanggaran sila bagi kaum Gharavasa adalah berupa sanksi moral dari masyarakat tempat tinggal, misalnya: diusir dari daerah tersebut, dikucilkan dan lain-lain. Bila pelanggaran itu termasuk kategori berat (misalnya membunuh atau mencuri) maka pelaku dapat dikenakan sanksi oleh pemerintah dimana ia tinggal. Namun pelanggaran apapun yang dilakukan oleh seorang Gharavasa tidak akan menyebabkan ia dikeluarkan dari statusnya sebagai Gharavasa.
Pelanggaran yang dilakukan oleh Pabbajita akan diselesaikan sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan. Ditinjau dari berat ringan dan akibat pelanggaran, maka apatti dalam vinaya terdapat dalam tiga tingkat, yaitu:
1). Kesalahan berat (Garukapatti)
Garukapatti yaitu pelanggaran yang menyebabkan seseorang dikeluarkan dari kebhikkhuannya dan seumur hidup tidak dapat menjadi bhikkhu lagi. Hal ini terjadi pada pelanggaran terhadap Parajika 4.
2). Kesalahan menengah (Majjhimapatti)
Majjhimapatti dapat diperbaiki dalam sidang sangha yang minimal terdiri dari dua puluh orang. Kesalahan dapat juga diperbaiki dengan cara melakukan Manatta (duduk berdiam diri dan melakukan doa pertobatan selama enam malam penuh). Hal ini terjadi bila bhikkhu/bhikkhuni melakukan Sanghadisesa.
3). Kesalahan ringan (Lahukapatti)
Lahukapatti dapat diselesaikan dengan cara mengakui kesalahan di hadapan bhikkhu lain.
Kadangkala dalam Sangha juga terjadi perselisihan. Perselisihan dalam Sangha disebut Adhikarana. Dalam vinaya dikelompokkan menjadi empat Adhikarana, yaitu:
1. Vivadhadikarana, yaitu perselisihan mengenai mana yang Dhamma dan mana yang bukan Dhamma, mana yang Vinaya dan mana yang bukan Vinaya.
2. Anuvadadhikarana, yaitu perselisihan yang timbul karena tuduhan terhadap seorang bhikkhu melakukan apatti, penyimpangan dalam pengamalan, pandangan benar dan penghidupan benar.
3. Apattadhikarana, yaitu perselisihan yang timbul karena tuduhan terhadap seorang bhikkhu telah melanggar vinaya.
4. Kiccadhikarana, yaitu perselisihan sehubungan dengan keputusan atau peraturan yang dikeluarkan oleh Sangha.
Sang Buddha memberikan tujuh peraturan untuk menyelesaikan empat Adhikarana tersebut yang disebut sebagai Adhikarana-samatha. Adhikaranasamatha adalah sidang sangha yang harus dihadiri minimal dua puluh orang bhikkhu untuk mengadili dan memutuskan kesalahan (pelanggaran) yang telah dilakukan oleh seorang bhikkhu. Cara yang dilakukan adalah dengan pembacaan pengumuman resmi oleh Sangha. Bunyi butir aturan itu adalah sebagai berikut:
1). Sammukhavinaya yaitu penyelesaian dilakukan dihadapan Sangha, di hadapan seseorang, di hadapan benda yang bersangkutan dan di hadapan Dhamma. Cara ini dapat untuk menyelesaikan semua Adhikarana.
2). Sativinaya yaitu pembacaan pengumuman resmi oleh Sangha, bahwa seorang bhikkhu yang telah mencapai tingkat arahat adalah orang yang penuh kesadaran sehingga tidak seorangpun layak menuduhnya melakukan Apatti.
3). Amulhavinaya yaitu pembacaan pengumuman resmi oleh Sangha, bahwa seorang bhikkhu yang sudah sembuh dari penyakit jiwanya tidak sepatutnya dituduh melakukan Apatti yang mungkin dilakukannya pada waktu dia masih terganggu jiwanya.
4). Patinnatakavinaya yaitu penyelesaian suatu Apatti sesuai dengan pengakuan yang diberikan oleh tertuduh yang mengakuinya secara jujur tentang apa yang telah dilakukannya.
5). Yebhuyyatakarana yaitu keputusan dibuat berdasarkan suara terbanyak.
6). Tassa-papiyasida yaitu pemberian hukuman kepada bhikkhu yang telah melakukan kesalahan.
7). Tina-vattharaka yaitu pelaksanaan perdamaian antara kedua belah pihak yang berselisih tanpa terlebih dahulu melakukan penyelidikan tentang sebab musabab terjadinya perselisihan.
Sativinaya, Amulhavinaya dan Tassa-papiyasika dapat digunakan untuk menyelesaikan Anuvadadhikarana. Sedangkan Patinnakarana dan Tinavattharaka hanya dapat menyelesikan Apattadikarana. Yebhuyyasika dipergunakan untuk menyelesaikan Vivaddadhikarana.

Saturday 9 February 2013

AdsenseCamp Bekerjasama Dengan PromotionCamp.com


Mulai 1 Juni 2010, AdsenseCamp melakukan kerjasama yang menarik denganPromotionCamp.com melalui sistem Iklan Partner. Sistem ini membuka kesempatan yang lebih besar bagi para publisher untuk mendapatkan penghasilan tambahan dengan mempromosikan produk PromotionCamp di website publisher.
Apa itu Iklan Partner?
Iklan partner adalah sistem kerjasama antara AdsenseCamp dengan partner yang dipromosikan melalui website publisher dengan sistem komisi pay per transaksi.
Publisher akan mendapatkan komisi apabila ada pengunjung website/blog Anda melakukan order dan pembelian paket yang ada di website partner. Anda akan mendapatkan komisi 2-4% dari total pembelian.
Bagaimana Caranya?
1. Masuk ke member area AdsenseCamp pada menu partner.
2. Pilih Pasang Script Partner.
3. Pilih channel (blog) yang akan Anda pasangi script partner.
4. Klik pada pilih tampilan iklan ini. Anda bisa mengubah warna text.
5. Copy dan paste script tersebut ke website/blog Anda.
Berapa Komisi Saya?
Untuk melihat jumlah komisi yang Anda dapatkan dari iklan partner melalui submenu Advance Report. Anda juga bisa mengetahui siapa saja pengunjung blog Anda yang melakukan pembelian di website partner dan berapa total pembeliannya melalui submenu Overview pada bagian Detail order.
So, ajak pengunjung website/blog Anda untuk melakukan pembelian di partner AdsenseCamp dan raih tambahan komisi dari kami.

Monday 4 February 2013

JOEY MCINTYRE - STAY THE SAME LYRICS

Chorus]
Don't you ever wish 
You were someone else 
You were meant to be 
The way you are exactly 
Don't you ever say 
You don't like the way you are 
When you learn to love yourself 
You're better off by far 
And I hope you always stay the same 
'Cause there's nothing 'bout you I would change 

I think that you could be 
Whatever you wanted to be 
If you could realize 
All the dreams you have inside 
Don't be afraid 
If you got something to say 
Just open up your heart 
And let it show you the way 

[Chorus] 

Believe in yourself 
Reach down inside 
The love you find will set you free 
Believe in yourself 
You will come alive 
Have faith in what you do 
You'll make it through 

Oh,

[Chorus] 

Don't change

Friday 1 February 2013

He Xin Nian

Belajar bernyanyi untuk imlek yaw......hehehehe :)

Tahun Baru China (Imlek) : Sejarah dan Mitologi

Asal Kata


Lentera Imlek

Tahun Baru China merupakan hari raya yang paling penting dalam masyarakat China. Perayaan Tahun Baru China juga dikenal sebagai 春節 Chūnjié (Festival Musim Semi / Spring Festival), 農曆新年 Nónglì Xīnnián (Tahun Baru), atau 過年 Guònián atau sin tjia.

Diluar daratan China, Tahun Baru China lebih dikenal sebagai Tahun Baru Imlek. Kata Imlek (阴历 : Im = Bulan, Lek = penanggalan) berasal dari dialek Hokkian atau mandarinya yin li yang berarti kalender bulan. Perayaan Tahun Baru Imlek dirayakan pada tanggal 1 hingga tanggal 15 pada bulan ke-1 penanggalan kalender China yang menggabungkan perhitungan matahari, bulan, 2 energi yin-yang, konstelasi bintang atau astrologi shio, 24 musim, dan 5 unsur. (Festival Musim Semi).

Karena 1/5 penghuni bumi ini adalah orang China, maka Tahun Baru China hampir dirayakan oleh seluruh pelosok dunia dimana terdapat orang China, keturunan China atau pecinan. Banyak bangsa yang bertetangga dengan China turut merayakan Tahun Baru China seperti Taiwan, Korea, Mongolia, Vietnam, Nepal, Mongolia, Bhutan, dan Jepang.

Khusus di daratan China, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan negara-negara yang memiliki penduduk beretnis China, Tahun Baru China dirayakan dan sebagian telah berakultrasi dengan budaya setempat.

Penanggalan Kalender China





Pengaruh kemajuan kebudayaan Sungai Huang Ho (Kuning) dan Yang Tze di daratan China tempo dulu, memberi pengaruh besar terhadap aspek kehidupan bangsa-bangsa yang bertetangga dengan China. Negara-negara Korea, Jepang dan Vietnam mengadopsi sistem penanggalan China, kultur serta aksara negaranya.

Dalam 1 Tahun China terdiri dari 12 bulan atau 13 bulan jika Tahun Kabisat. Dalam 1 bulan terdiri 29 atau 30 hari. Sehingga dalam setahun terdiri dari 355 hari atau 385 hari (Tahun Kabisat). Secara sistem penanggalan Masehi (Gregorian), Tahun Baru China pasti jatuh antara 21 Januari (paling awal) hingga 20 Februari (paling akhir) setiap tahunnya. Ini berarti hari raya biasanya jatuh pada bulan kedua setelah musim dingin.

Elemen Matahari pada Kalender China
Seperti sistem penanggalan Gregorian, Kalender China menggunakan referensi revolusi bumi terhadap matahari yakni 1 tahun terdiri dari 12 bulan atau 13 bulan jika tahun kabisat. Secara resmi, tahun China telah berusia 2560 tahun pada 2009 ini.

Elemen Bulan pada Kalender China
Seperti sistem penanggalan di India tempo dulu, Kalender China menggunakan referensi revolusi bulan terhadap bumi. Dalam 1 bulan China terdiri 29 atau 30 hari. Dimana tanggal 1 jatuh pada bulan mati (tilem) dan tanggal 15 jatuh pada bulan purnama. Elemen bulan ini sangat penting, karena mempengaruhi aspek psikologis manusia serta pengaruh alam (pasang-surut).
Orang China mempercayai bahwa tanggal 1 dan 15 lunar merupakan tanggal ‘sakral’ dimana pada saat itu, emosi manusia dan energi di bumi lagi naik/hangat. Nafsu, emosi, akan lebih mudah muncul pada bulan tilem dan purnama. Sehingga jika seseorang berlatih untuk berbuat dan berpikir baik, maka hal itu akan mendatangkan berkah. Fenomena yang serupa tapi tidak sama juga dapat dijumpai pada perilaku banyak hewan yang cenderung melakukan perkawinan pada periode tersebut (tanggal 28,29,30,1,2,3 dan 13,14,15,15,17 lunar).



Art Chinese

Elemen Shio (Rasi Bintang) pada Kalender China
Prinsip keharmonisan manusia dan alam yang diajarkan oleh filsuf China ribuan tahun silam pun mengilhami sistem kalender China. Ilmu pengetahuan China di masa prasejarah telah mampu melihat gejala hubungan antara kejadian di galaksi (bintang-bintang) dengan kehidupan di bumi (butterfly effect). Oleh karena itu, ditemukan 12 masa yang memiliki periode khusus yang mempengaruhi kehidupan di bumi yang dikenal sebagai shio.
Berikut 12 shio yang dikenal masyarakat China (sering dijadikan ramalan) yakni:
Tikus (鼠) : 19 Feb1996, 7 Feb 2008
Kerbau (牛) : 7 Feb1997, 26 Jan 2009
Harimau (虎) : 28 Jan 1998, 14 Feb 2010
Kelinci (兔) : 16 Feb 1999, 3 Feb 2011
Naga (龍) : 5 Feb 2000, 23 Jan 2012
Ular (蛇) : 24 Jan 2001, 10 Feb 2013
Kuda (馬) : 12 Feb 2002, 31 Jan 2014
Kambing (羊) : 1 Feb 2003, 19 Feb 2015
Kera (猴) : 22 Jan 2004, 8 Feb 2016
Ayam (雞) : 9 Feb 2005, 28 Jan 2017
Anjing (狗) : 29 Jan 2006, 16 February 2018
Babi (豬) : 18 Feb 2007, 5 Feb 2019

Elemen Musim pada Kalender China
Kalender China bukan saja bermanfaat bagi sistem perhitungan upah atau gaji. Sistem kalender China juga bermanfaat oleh hampir semua pelaku usaha, baik nelayan, petani (saat tanam dan saat panen), ataupun penambang.
Dalam penanggalan China dikenal pembagian 24 musim, diantaranya adalah :
- Permulaan musim semi : hari pertama pada musim ini adalah hari pertama Perayaan Tahun Baru Imlek
- Musim hujan : hujan mulai turun.
- Musim serangga : Serangga mulai tampak setelah tidur panjangnya selama musim dingin.

Elemen Energi dan Karateristik Alam pada Kalender China
Sistem kalender China turut memperhitungkan dominansi unsur-unsur alam serta energi yin/yang. Masing-masing unsur-unsur memiliki periode 2 tahun yakni periode yin dan periode yang. Contohnya: tahun kayu yin, kayu yang, api yin, api yang, dst.
Kelima karateristik unsur polar yakni:
kayu,
api,
tanah/bumi,
logam dan
air.

Tahun Baru Imlek dengan Contoh Shio dengan karateristik unsur/polar
Tahun Imlek ke-
Tahun Baru Imlek
Shio dan Tahun
2559 / 2008 7 Februari 2008 Tikus unsur Tanah polar Yang
2560 / 2009 26 Januari 2009 Kerbau unsur Tanah polar Yin
2561 / 2010 14 Februari 2010 Harimau unsur Logam polar Yang
2562 / 2011 3 Februari 2011 Kelinci unsur Logam polar Yin
2563 / 2012 23 Januari 2012 Naga unsur Air polar Yang
2564 / 2013 10 Februari 2013 Ular unsur Air polar Yin


Koreksi Sistem Penanggalan
Untuk mengsinkronkan elemen matahari, bulan, dan musim, sistem penanggalan China memiliki autokoreksi yakni dengan munculnya Lun Gwe’ atau tahun kabisat ‘China’ yang terjadi antara 2 atau 3 tahun sekali (7 kali dalam 19 tahun). Berselang satu kali jiéqì (musim) tahun matahari Cina adalah setara dengan satu pemulaan matahari ke dalam tanda zodiak tropis. Matahari selalu melewati titik balik matahari musim dingin (masuk Capricorn) selama bulan 11.

Kesimpulan Sistem Penanggalan


Gantungan Lentera

Sistem penanggalan China menggunakan berbagai elemen atau faktor yang dipadukan secara komprehensif seperti matahari, bulan, rasi bintang/shio, musim, 5 unsur dan energi. Kalender China memiliki sistem hari, bulan, tahun, periode 12 tahun, dan periode 60 tahun.

Periode 60 tahun diperoleh dari kombinasi 3 faktor (12 shio, 5 unsur, 2 energi). Ini artinya hanya setahun dalam 60 tahun, Kalender China memiliki shio, unsur, dan energi yang sama. [angka 60 diperoleh dari kelipatan nilai terkecil atau KPK dari bilangan 12, 5 dan 2]. Sehingga tahun Tikus Api Yang terjadi pada tahun 1936 akan sama kembali pada tahun 1996 (60 tahun kemudian).
Karena kompleksitas serta begitu komprehensifnya sistem penanggalan China, sistem Kalender China menjadi sistem penanggalan yang terbaik, terlengkap, dan harmonis diantara sistem-sistem penanggalan yang ada di dunia.

Penentuan Umur

Setiap orang China umumnya menggunakan dua ‘jenis’ umur. Pertama (primer) adalah umur berdasarkan sistem kalender China sedangkan yang sekunder adalah sistem Gregorian (masehi). Menurut sistem penanggalan China, usia manusia dihitung sejak masa kehamilan. Sedangkan sistem Gregorian mulai menghitung usia sejak masa kelahiran. Sehingga umur seorang China menurut penanggalan China hampir selalu ‘umur Gregorian +1′. Contoh, seorang yang lahir di Mei 1990, maka usianya pada tahun Maret 2009 adalah 20 tahun (China) atau 19 tahun (Gregorian).

Filosopi sistem umur dan penanggalan China merupakan salah bentuk ilmu pengetahuan sekaligus etika pertama yang dihasilkan oleh para pemikir China lebih 4500 tahun yang lalu (2500 SM), dan dikembangkan secara komprehensif sekitar 3000 tahun yang lalu. Bayangkan saja, pada zaman itu, orang China berhasil menemukan penanggalan yang sangat komprehensif dengan memperhatikan unsur Matahari, Bulan, Musim, Tata Surya dan Bintang serta pola energi pada alam semesta.

Sedangkan secara filosofis umur, sistem umur China mengajarkan etika implisit yakni seorang janin yang telah dibuahi telah dinyatakan sebagai makhluk (usianya telah dihitung). Sehingga tindakan aborsi secara umum merupakan tindakan salah atau melanggar etika moral. Kecuali dalam kondisi atau keadaan sang Ibu yang tidak memungkinkan seperti membahayakan keselamatan sang Ibu. Jadi, jika seorang bayi pertama kali keluar dari rahim Ibu, perhitungan umurnya dihitung 10 bulan atau setahun.

Sejarah Penanggalan Imlek

Huang Di


Dragon Latern

Sistem kalender China mulai dikembangkan pada millenium ketiga sebelum masehi, konon ditemukan oleh penguasa legendaris pertama, Huáng Dì, yang memerintah antara tahun 2698 SM – 2599 SM. Dan dikembangkan lagi oleh penguasa legendaris keempat, Kaisar Yáo. Siklus 60 tahun (gānzhī atau liùshí jiǎzǐ) mulai digunakan pada millennium kedua sebelum masehi. Kalender yang lebih lengkap ditetapkan pada tahun 841 SM pada zaman Dinasti Zhōu dengan menambahkan penerapan bulan ganda dan bulan pertama satu tahun dimulai dekat dengan titik balik matahari pada musim dingin.

Dinasti Qin
Kalender Sìfēn (empat triwulan), yang mulai diterapkan sekitar tahun 484 SM, adalah kalender China pertama yang memakai perhitungan lebih akurat, menggunakan penanggalan matahari 365¼ hari, dengan siklus 19 tahun (235 bulan), yang dalam ilmu pengetahuan Barat dikenal sebagai Peredaran Metonic. Titik balik matahari musim dingin adalah bulan pertamanya dan bulan gandanya disisipi mengikuti bulan ke 12. Pada tahun 256 SM, kalender ini mulai digunakan oleh negara Qín, kemudian diterapkan di seluruh negeri Cina setelah Qín mengambil alih keseluruhan negeri Cina dan menjadi Dinasti Qín. Kelender ini tetap digunakan sepanjang separuh pertama Dinasti Hàn Barat.

Dinasti Han
Kaisar Wǔ dari Dinasti Han Barat memperkenalkan reformasi kalender baru. Kalender Tàichū (Permulaan Agung) pada tahun 104 SM mempunyai tahun dengan titik balik matahari musim dingin pada bulan ke 12 dan menentukan jumlah hari untuk penanggalan bulan (satu bulan 29 atau 30 hari) dan bukan sesuai dengan prinsip terminologi matahari (yang secara keseluruhan sama dengan tanda zodiak). Sebab gerakan matahari digunakan untuk mengkalkulasi Jiéqì (ciri-ciri musim).

Mitologi Tahun Baru Imlek

Berdasarkan cerita rakyatr dan legenda kuno, tahun baru China dirayakan ketika orang China berhasil melawan hewan mitos yang disebut sebagai Nian yang berarti tahun dalam bahasa China. Makhluk Nian selalu muncul pada hari pertama Tahun Baru dan kedatangan Nian adalah memangsa hewan ternak, memakan hasil pertanian dan bahkan penduduk, terutama anak-anak.

Untuk selamat dari petaka Nian, masyarakat [desa] China akan menaruh sejumlah makanan di depan pintu mereka pada hari pertama tahun baru. Masyarakat percaya bahwa, jika Nian telah mengambil/memakan makanan yang telah disediakan oleh masyrakat, maka Nian tidak akan lagi menyerang orang/warga.

Suatu ketika, seorang penduduk menyaksikan [satu/seekor/semakhluk] Nian ketakutan dan lari menghindar dari seorang anak yang berkostum merah. Dari kejadian itu, maka penduduk desa akhirnya tahu kekurangan Nian yakni takut pada warna merah.

Semenjak itu, setiap menjelang dan selama Tahun Baru, penduduk akan menggantung lentera merah serta memasang tirai/gordin merah pada pintu dan jendela. Selain itu, masyarakat juga menggunakan mercun untuk menakuti Nian. Sejak itulah, Nian tidak pernah lagi muncul di desa mereka.
Dan pada akhirnya, Nian berhasil ditangkap oleh Hongjun Lao Tze, seorang pendeta Tao. Nian kemudian menjadi hewan tunggangan Hongjun Lao Tze.

Realitas Makna Tahun Baru Imlek

Terlepas apakah mitos itu benar atau tidak, yang pasti perayaan Imlek merupakan perayaan yang dilakukan oleh para petani di Cina setelah melewati musim dingin yang menusuk dan mensyukuri permulaan musim baru penuh harapan yakni musim semi yang terjadi tiap tahunnya.

Perayaan ini dimulai pada tanggal 30 bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal 15 bulan pertama (Cap Go Meh). Acaranya meliputi sembahyang Imlek, sembahyang kepada Thian, dan perayaan Cap Go Meh. Tujuan dari persembahyangan ini adalah sebagai wujud syukur dan doa harapan agar di tahun depan mendapat rezeki lebih banyak, untuk menjamu leluhur, dan sebagai sarana silaturahmi dengan kerabat dan tetangga.

Yang pasti, hari raya Imlek merupakan momen pertemuan seluruh anggota keluarga sekali dalam setahun. Anggota keluarga akan bersilahturahmi, saling berbagi dan memberikan pengalaman selama setahun. Perayaan ini menjadi sangat berarti tatkala setiap anggota keluarga dan tetangga saling menjalin kasih, saling mengayomi, dan memulai lembaran baru (dengan pakaian baru).


China Art Imlek

Tepat pada hari raya Imlek, semua orang berpakaian baru dan rapi. Anggota keluarga akan saling memberikan ucapan selamat dan pengharapan baru agar di tahun yang baru, semua berjalan sukses (kesehatan, keuangan, pekerjaan, relasi, bisnis).

Selain itu, ciri khas perayaan Imlek adalah ornamen-ornamen berwarna merah, kue keranjang, angpao, lentera, petasan/mercun, tebu, barongsai,

Makna Simbolis
- Warna merah : kebahagiaan dan semangat hidup
- Simbol ikan : lambang kelimpahan berkat kasih yang menghidupkan. Dengan memasang gambar ikan atau memakan ikan, mereka mengharap datangnya kelimpahan itu.
- Harmoni dan kasih : anggota keluarga berkumpul, saling berbagi dan menyemangati

Disusun dari berbagai sumber oleh ech-wan – 21 Jan 2009

10 Pahala Pelepasan Hewan (FANGSEN)



放生十大功 德
10 Pahala Pelepasan Satwa


Oleh : Mahabiksu Yinguang (Yin Guang Da Shi – 印光大師)
(Mahabiksu Yinguang adalah salah satu sesepuh Mahayana yang sangat terkenal akan ajaran Nya , Mahaguru Liansheng sering juga menulis tentang Beliau – profil akan dibahas di thread berbeda)

diterjemahkan Lianhua Shian

(一)Tiada petaka akibat senjata tajam dan peperangan.

(二)Berbagai kemujuran akan berkumpul.

(三)Panjang usia dan sehat。
Sutra Buddha mengatakan : seorang yang menjalankan sila tidak membunuh dan melakukan pelepasan satwa akan memperoleh dua macam pahala : 1. Panjang usia ;

2. Banyak rejeki dan tiada penyakit.

(四)Banyak anak dan harapan akan anak laki laki.

(五)Para Buddha bersuka cita.

(六)Para hewan akan mengenang jasa. (bibit jodoh baik masa mendatang.)

(七)Tiada petaka.

(八)Terlahir di surga, bagi yang menekuni metode Tanah Suci akan terlahir di Tanah Suci.

(九)Dewasa ini adalah masa masa petaka dalam dunia manusia, rokok, arak, mara kemelekatan cinta, semua mengikat para insan. Bila para insan mengerti saling membalas budi, berbagai kejahatan akan sirna, setiap saat akan tenteram.

(十)Dunia hewan ada kondisi kemajuan perlahan dari kehidupan rendah menuju tinggi, seperti halnya umat manusia yang semula liar berubah semakin berbudaya. Seperti yang dikatakan oleh para ahli, bahwa setiap makhluk hidup mengalami perubahan karena kondisi luar.
Bila tiap orang dapat menjaga sila dan melepas satwa, maka batin penuh kebajikan akan saling bertaut, turun temurun pada anak cucu, selamanya tenteram dan makmur.


Namo Ratnasikkhin Tathagataya
南摩。宝髻如来 – Namo Bao Ji Rulai

*Bao / Ratna = Mustika ; Ji / Sikhin = Rambut terjalin di atas

*Nama Suci Nya sangat bermanfaat bagi para insan di alam rendah, bila saatpenghujung hidupnya dapat mendengar nama Namo Ratnasikhin Tathagata (Namo Bao Ji Rulai),dapat menuntunnya terlahir di alam 33 dewa.

* Dulu, Buddha Sakyamuni adalah seorang anak saudagar, namanya adalah (Jiangshui “降水”). Pada suatu ketika, saat beliau berjalan di luar , melihat banyak sekali hewan carnivora seperti anjing, rubah dan unggas berbondong bondong menuju tepian kolam. Beliau berlari menuju ke tempat itu untuk memeriksa apa yang telah terjadi, ternyata di kolam yang hampir kering tersebut, banyak sekali ikan yang menggelepar ketakutan….

Ikan ikan tersebut berenang dalam sisa air dengan tenaga penghabisan… menuju ke arahnya dan menatap memohon belas kasihan .

Sang Bodhisattva didorong oleh rasa belas kasih agung Nya, berlari mencari air, tapi sayang sekali tidak menemukan. Kemudian Beliau memotong pohon untuk diletakkan di tepi kolam supaya menutupi teriknya sinar matahari yang menyerang ikan ikan dalam kolam.

Beliau pergi ke tempat Raja di negeri Devasvaraprabha (Tianzizai guang – “天自在光”) untuk meminjam 20 ekor gajah dan seratus kantong air, kemudian segera kembali ke kolam dan menuangkan air tersebut.

Dan demi ikan ikan yang kelaparan, Beliau menugaskan anaknya yang bernama shuiyi (“水衣”)

Jiang Shui teringat akan Ratnasikhin Tathagata, saat Tathagata ini masih menjalankan ke Bodhisattva an pernah berikrar :

十方所有任何众生,在临终时闻我名号,其从此死后,即往生三十三天与天众同缘.现在,谁闻其名号皆生善趣世 界……

“Para insan di sepuluh penjuru, bila saat penghujung hidupnya dapat mendengar nama Ku, setelah meninggal dunia, akan terlahir di 33 alam dewa bersama dengan para dewata. Saat ini, siapapun yang mendengar nama akan terlahir di alam bahagia…”

Oleh karena itulah Beliau berlutut di pinggiran kolam dan melafal nama Namo Ratnasikhin Tathagataya, dan membabarkan Dharma akan nidana.

Beberapa hari kemudian, puluhan ribu ikan ikan yang mati telah terlahir di alam 33, mereka mengetahui bahwa kekuatan dari Nama Ratnasikkhin Tathagata dan Dharma sebab akibat yang dibabarkan oleh Jiang Shui lah yang menjadi faktor penyebab meningkatnya kesadaran mereka menuju alam dewa.

Puluhan ribu dewata itu semua menuju rumah Jiang Shui untuk membalas budi, memberikan berbagai pujana dan menaburkan bunga di rumah Jiangshui dan di kolam bekas mereka hidup dulu….

Sumber : Suvarnaprabhasa Sutra

Memperingati Magha Puja

Magha Puja merupakan salah satu peringatan agama Buddha yang kurang diketahui oleh sebagian umat Buddha di Indonesia. Magha Puja merupakan peristiwa penting dan bersejarah bagi Agama Buddha yang terjadi di bulan Magha atau dapat dijumpai pada bulan Februari.

Anggapan sementara umat Buddha menekankan bahwa hari peringatan hari Magha Puja bertepatan dengan 15 hari setelah tahun baru Imlek (Cap Go). Demikian jika 15 hari setelah tahun imlek maka pada malam harinya terlihat bulan sedang purnama. Tetapi jika diteliti dalam penanggalan hari, bulan, dan tahun buddhis maka yang sebenarnya peringatan hari Magha Puja tepat 1 hari sebelum Cap Go, yang berarti bahwa pada saat itu bulan purnama siddhi.

Magha Puja jika diungkapkan secara lebih mendalam, maka peristiwa tersebut adalah luar biasa, dan tidak ditemukan peristiwa serupa lainnya di dunia sejak zaman Sang Buddha Gotama sampai sekarang ini. Peristiwa Magha Puja ini diawali ketika Sang Buddha berada di Taman Tupai, hutan bambu Veluvana-arama, di kota Rajagaha pada bulan Magha.

Pada saat yang sama Sang Buddha dikunjungi oleh para Bhikkhu yang telah mencapai tingkat kesucian Arahat dan memiliki beberapa kemampuan abhinna. Dengan keinginan sendiri dan tanpa saling memberitahukan terlebih dahulu satu dengan yang lain, Mereka masing-masing pergi untuk mengunjungi Sang Buddha. Pertemuan tanpa disengaja oleh para Bhikkhu Arahat di Taman Tupai itu dihadiri dalam jumlah mencapai 1250 orang Bhikkhu. Pada kesempatan itu Sang Buddha mengadakan uposatha dan melakukan “Ehi Bhikkhu Upasampada” kepada mereka, yaitu pentabisan bhikkhu dengan memakai ucapan Ehi Bhikkhu (datanglah, O, para Bhikkhu). Setelah mengadakan Ehi Bhikkhu Upasampada selanjutnya Beliau memberikan pembabaran “Ovadapatimokkha” kepada Mereka.

Ovadapatimokkha merupakan salah satu Dhamma yang sangat diminati oleh para Bijaksana, yang ingin melaksanakan kedisiplinan dalam bersila, terutama diminati oleh seorang Bhikkhu yang sedang melaksanakan kehidupan suci. Salah satu pembabaran Sang Buddha tentang Ovadapatimokkha yang sangat indah dan dikenal oleh banyak umat Buddha adalah "Tidak melakukan segala kejahatan, senantiasa menyempurnakan kebaikan, dan menyucikan pikiran; Inilah ajaran para Buddha".

Pertemuan Agung para Bhikkhu Arahat tersebut dinamakan Caturangasanipata, yaitu pertemuan akbar yang didukung oleh 4 faktor peristiwa utama yang istimewa, yaitu :
1. Berkumpulnya para Bhikkhu yang berjumlah 1250 orang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
2. Mereka semuanya telah mencapai tingkat kesucian dan memiliki kemampuan abhinna.
3. Mereka ditabiskan dengan memakai ucapan Ehi Bhikkhu.
4. Sang Buddha membabarkan Ovadapatimokkha kepada Mereka.

Sebagai umat Buddha yang merayakan atau memperingati Magha Puja selayaknya telah mengetahui makna dari sejarah Magha Puja itu sendiri. Ditinjau dari segi nama peringatannya, Magha Puja, mempunyai arti bahwa di dalam melaksanakan perayaan atau peringatannya, umat Buddha melakukan puja sehubungan dengan peristiwa akbar di bulan Magha pada zaman Sang Buddha Gotama. Pemujaan yang dilaksanakan oleh kita sebagai penerus Dhamma dalam Magha Puja bukan sekedar hanya memuja tanpa mengetahui apa yang seharusnya dipuja.

Dalam pemantauan sementara waktu bahwa umat Buddha yang memperingati magha puja di Vihara - vihara atau di tempat-tempat pertemuan sangat jarang ditemui, dibandingkan dengan merayakan atau memperingati Waisak, Kathina. Hal ini disebabkan pemahaman dan kurang minatnya mereka dalam memperingati Magha Puja karena faktor-faktor salah satunya mereka tidak tertarik dengan apa yang sebenarnya yang terjadi pada Magha Puja. Ironisnya jika Magha Puja ini dilupakan sama sekali tanpa disentuh nilai-nilai yang harus ditanamkan terhadap umat Buddha.

Sangat disayangkan jika dalam peringatan Magha Puja yang diselenggarakan oleh umat Buddha kurang begitu diperhatikan kesaklarannya dan tidak sesuai lagi dengan peringatan Magha Puja yang sesungguhnya karena kurangnya informasi-informasi yang baik mengenai peringatan Magha Puja. Bahkan sebagian umat Buddha menganggap peringatan Magha Puja ini adalah identik dengan perayaan tahun baru Imlek dan Cap Go sehingga tidak mengherankan jika ada sementara umat yang menganggapnya demikian, mereka merayakan tahun baru Imlek, Magha Puja, dan Cap Go sekaligus di Vihara-vihara atau kelenteng.

Dalam peringatan Magha Puja pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan upacara-upacara peringatan hari raya Agama Buddha lainnya. Upacara pemujaan biasanya terdapat acara prosesi pemujaan (dupa, lilin, air, dan bunga) di depan altar. Pada upacara Magha Puja sendiri biasanya dilakukan pembacaan Magha Puja Gatha dan membacakan Paritta Khusus Ovadapatimokkhadipatha dalam bahasa Pali secara bersama - sama. Selanjutnya seperti peringatan hari suci lainnya dilakukan puja bakti, meditasi dan Dhammadesana oleh Bhikkhu Sangha mengenai makna peringatan Magha Puja. Akan menjadi saklar upacara peringatan Magha Puja jika diselenggarakan dengan sungguh-sungguh walaupun dilaksanakan secara sederhana.

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa di dalam memperingati Magha Puja, hal yang terpenting adalah memahami sepenuhnya ajaran Sang Buddha mengenai Ovadapatimokkha. Tidak menutup kemungkinan untuk merayakannya sampai megah dan akbar. Tetapi tiada artinya jika merayakannya sampai megah dan akbar dengan mengeluarkan anggaran biaya yang cukup besar jika kita umat Buddha yang hadir tidak memahami bahkan tidak mengetahui makna Magha Puja sesungguhnya.

Magha Puja dengan menerapkan Ovadapatimokkha yang senantiasa dipraktekkan sehari-hari dan sangat baik dilakukan dalam kedisiplinan menjalankan kehidupan suci. Dengan demikian jika kita sebagai umat Buddha melaksanakan pemahaman dan praktek terhadap makna peringatan-peringatan suci agama Buddha maka kita telah memperingatinya secara saklar dan penuh hikmat. Sebagai umat Buddha kita perlu ingat bahwa melaksanakan Dhamma merupakan suatu pemujaan yang tertinggi kepada Sang Tathagata dibandingkan dengan adanya upacara-upacara besar pemujaan terhadap Sang Buddha yang sering kita selenggarakan selama ini.

Sumber : Buddhist Net dan Berbagai Sumber

Thursday 31 January 2013

Teman-teman DD 2 harap isi formulir download di bawah ini :

 |
 |
 |
V
http://www.4shared.com/file/hD8j9s_9/Biodata_Mhs_DD_file-ganti_sesu.html

Keajaiban Dari Kaca Mata Buddhis

Oleh: Karma Jigme Rofin B.A. (Hons)

Keajaiban tentu menarik perhatian banyak kalangan, apalagi yang dikatakan bahwa dapat membawa rezeki dan melancarkan usaha. Fenomena demikian yang belakangan ini hangat dibicarakan oleh segelintir umat Buddha yang kurang memahami Dhamma, mereka kelihatan terlalu mengagungkan orang-orang yang dikatakan memiliki kekuatan gaib dengan harapan dapat menambah kekayaan dan kejayaan usaha mereka.

Sebenarnya kekuatan gaib bukan hanya dapat dimiliki oleh Arahat atau Buddha, tetapi sebaliknya kekuatan-kekuatan gaib seperti membaca pikiran orang lain, kekuatan telinga dewa dan yang lainnya dapat dimiliki siapa saja yang melatih vipassana hingga mencapai jhana tertentu. Oleh sebab itu, siapa saja, dan dari kepercayaan mana saja bisa memiliki kekuatan seperti itu bila mencapai jhana melalui vipassana. Perlu ditekankan disini bahwa melatih vipassana bukan bertujuan untuk menguasai kekuatan gaib, tetapi untuk mengerti akan kebenaran semesta dan pembebasanlah yang dijadikan tujuan dari vipassana.

Walaupun memiliki kekuatan-kekuatan gaib, Sang Buddha sendiri tidak pernah menunjukkan kekuatan yang beliau miliki hanya untuk dipamerkan apalagi hanya untuk mencari pengikut yang banyak. Beliau hanya akan menggunakan kekuatannya tersebut bila memang dibutuhkan untuk menolong orang lain.

Hal ini juga diperkuat dengan kejadian dimasa kehidupan Sang Buddha. Sewaktu Sang Buddha berada di Nalanda di Hutan Pavarika, seorang umat yang bernama Kevaddha meminta agar Sang Guru menunjuk seorang Bhikkhu untuk memperagakan satu keajaiban dari kekuatan supernormal sehingga orang-orang Nalanda yang memang umat Buddhis itu menjadi lebih yakin terhadap Sang Buddha. Menjawab pertanyaan itu, Sang buddha berkata, “Kevaddha, Tathagata tidak mengajarkan Doktrin kepada para bhikkhu dalam cara itu”. Jawaban yang sama juga diberikan oleh Sang Buddha ketika Kevaddha bertanya untuk kedua dan ketiga kalinya.

Beliau juga tidak bersetuju bila ada yang mengatakan bahwa orang yang memamerkan kekuatan gaib pasti mengajarkan ‘kebenaran’, oleh sebab itu rasanya kurang bijaksana bila ada yang langsung percaya bahwa seseorang telah mencapai penerangan hanya karena orang tersebut memiliki kekuatan gaib.

Bagi Sang Buddha, keajaiban tidak menduduki berperan penting dalam pengembangan spiritual tetapi peranannya minor saja(yang tidak penting). Sang Buddha sendiri tidak hanya mengajarkan muridnya agar jeli dalam menggunakan kekuatan gaib yang mungkin dimiliki, tetapi beliau juga memperingati yang lain agar tidak terikat akan demonstrasi demonstrasi seperti itu (demonsrasi kekuatan gaib). Sang guru pernah mengatakan keajaiban yang paling tinggi adalah dapat mengubah orang bodoh menjadi seorang yang bijaksana.

Bila sekarang ini anda tidak melihat pengikut-pengikut Sang Buddha memamerkan kekuatan gaib anda tidak perlu heran ataupun berkecil hati. Tidak dipamerkan bukan berarti tida ada, tetapi tidak perlu apalagi Sang Buddha pernah melarang pengikutnya memamerkan kekuatan-kekuatan yang mereka miliki karena dampak negatifnya akan lebih banyak dibandingkan dengan dampak positifnya.

Oleh sebab itu, anda tidak akan pernah melihat adanya orang-orang yang menjalankan disiplin Sang Buddha memamerkan kekuatan gaib yang dimiliki. Bila anda menyaksikannya, berarti yang bersangkutan harus disangsikan apakah benar murid Sang Buddha yang ingin membabarkan kebenaran atau hanya sekedar menggunakan nama Sang Buddha yang sudah mempunyai reputasi Internasional (hampir 2600 tahun lamanya) untuk mencari keuntungan pribadi.

Sang Buddha juga tidak pernah mengirimkan orang-orang yang menjalankan disiplinnya untuk menarik penganut kepercayaan lain dengan cara apapun juga termasuk didalamnya menggunakan demonstrasi kekuatan gaib, walaupun sekarang ini kita mendengar ada kepercayaan lain yang melakukan hal yang serupa. Sang Buddha meminta pengikutnya untuk menyebarkan kebenaran, membuat orang menjadi baik dan melakukan kebaikan tanpa harus menjadi pengikut dari Sang Buddha. Beliau juga menyarankan orang-orang untuk datang dan melihat bukan untuk datang dan percaya. Mungkin itulah keunikan yang menjadi daya tarik Agama Buddha yang tidak dimiliki agama lain, sehingga beberapa tahun belakangan ini Buddhisme berkembang pesat di dunia barat yang dengan ditandai dengan permintaan yang meningkat akan tenaga pembabar Dhamma dan pentabhisan anggota sangha dari orang-orang western.

Kebijaksanaanlah yang ditekankan oleh Sang Buddha bagi pengikutnya, bukannya kepercayaan yang diharuskan. Dengan ini diharapkan agar pengikut Sang Buddha dapat berpikir secara rasional dan tidak fanatik secara membabi-buta. Bila sakit hendaknya umat Buddha mencari dokter untuk kesembuhan, bukannya mencari penyembuhan melalui kekuatan gaib; Bila ingin hidup berkecukupan, kerjalah secara baik dan benar bukannya berpangku tangan dengan meminta bantuan dari kekuatan gaib tersebut; Bila ingin bebas dari penderitaan, pelajarilah Dhamma bukan mencari perlindungan dari mahkluk-mahkluk atau benda-benda yang menguasai keajaiban.

Tidak seharusnya seorang umat Buddha mencari keajaiban atau kekuatan-kekuatan seperti itu karena keajaiban dan atau kekuatan-kekuatan yang seperti itu tidak dapat mengantarkan seseorang menjadi suci. Kekuatan-kekuatan itu mungkin dapat membawa kebahagiaan untuk seketika, tetapi tidak mungkin untuk waktu yang lama karena buah kamma seseorang harus diterima oleh orang itu sendiri, tidak ada yang dapat diwakilkan atau lari dari buah kamma.

Melalui tulisan pendek ini, diharapkan agar umat Buddha tidak hanya tertarik kepada segala sesuatu yang gaib. Yakinlah bahwa kebenaran (Dhamma) adalah jalan yang benar, dalam kitab suci dikatakan bahwa mereka yang berpedoman pada Dhamma seperti orang yang berjalan dari kegelapan ke tempat yang terang, maukah anda berjalan kearah sebaliknya?

Tuesday 29 January 2013

Cetasika

CETASIKA

Apa hakekat sesungguhnya dari ariya sacca 4?
Jawab :
Hakekat sesungguhnya dari ariya sacca 4 adalah :
1. Dukkha sacca : lokiya citta 81, cetasika 51, rupa 28
2. Dukkha Samudaya sacca adalah lobha cetasika
3. Dukkha Nirodha sacca adalah Nibbana
4. Dukkha Nirodha Gaminipatipada Sacca adalah cetasika 8 yg berada did lm magga citta 4 s/d 20

Apa hakekat sesungguhnya dari Tilakkhana?
Jawab :
Hakekat sesungguhnya dari Tilakkhana adalah :
1. Anicca lakkhana adalah citta 89, cetasika 52 dan rupa 28
2. Dukkha lakkhana adalah citta 89, cetasika 52 dan rupa 28
3. Anatta lakkhana adalah citta 89, cetasika 52, rupa 28 dan Nibbana

Apakah hakekat sesungguhnya dari pancakkhandha?
Jawab :
Hakekat sesungguhnya dari pancakkhandha adalah :
1. Vinnanakkhandha adalah citta 89
2. Vedanakkhandha adalah vedana cetasika
3. Sannakkhandha adalah sanna cetasika
4. Sankharakkhandha adalah cetasika 50
5. Rupakkhandha adalah rupa 28

Apakah definisi atau pengertian cetasika?
Jawab :
Cetasika adalah factor batin atau penyerta batin, yaitu fenomena batin yg bersekutu dgn kesadaran.

Apakah sifat khas cetasika?
Jawab :
Sifat khas cetasika :
1. Munculnya bersamaan dengan citta
2. Padamnya bersamaan dengan citta
3. Objeknya sama dengan citta
4. Landasannya sama dengan citta


DESKRIPSI CETASIKA DAN PENGERTIANNYA

Cetasika terdapat 52 jenis, dan dikelompokkan menjadi 3 bagian :
1. Annasamana cetasika 13 ( 13 cetasika umum ) :
a) Sabbacittasadharana cetasika 7 : 7 cetasika yg terdapat di semua jenis citta
1. Phassa = kontak. Istilah kontak ini bukan berarti kontak secara fisik. Kontak merupakan factor batin yg pekerjaannya seperti sebuah pilar yg bertindak sebagai pendukung yg kuat untuk struktur gedung secara keseluruhan. Manifestasinya bersamaan dengan landasan, objek dan kesadaran. Walaupun disebutkan pertama kali, bukan berarti kontak ini adalah yg pertama. Pembahasan kontak pertama kali ini hanya untuk kepentingan pengajaran, tidak ada hubungannya dengan urutan kemunculannya.
2. Vedana = perasaan. Perasaan merupakan padanan kata yg lebih tepat untuk vedana dibandingkan dengan sensasi seperti yg sering dijumpai. Seperti halnya kontak, perasaan merupakan sebuah kekayaan penting bagi setiap kesadaran. Perasaan dpt berwujud menyenangkan dan bukan menyenangkan juga bukan tidak menyenangkan / netral. Perasaan merupakan factor batin yg merasakan objek ketika objek itu kontak dengan indera.
3. Sanna = pencerapan / persepsi. Arti kata sanna sangat bervariasi tergantung konteks pembahasannya. Untuk menghindari kebingungan, sebaiknya digunakan istilah khusus ug digunakan di dalam hubungan ini sebagai factor batin yg universal. Karakteristik utama dari sanna ini adalah kognisi atas objek dengan cara menandai, seperti biru, hitam, dan sebagainya. Proseduralnya mirip rekognisi seorang tukang kayu terhadap jenis kayu tertentu dengan tanda-tanda yg dibuatnya, mirip seorang ahli batuan yg dapat membedakan berbagai jenis permata dengan tanda-tandanya. Antara sanna, vinnana dan panna dapat di umpamakan dengan seorang anak kecil, seorang dewasa dan seorang dewasa ahli kimia di dlm melihat uang logam. Bagi seorang anak kecil, ia hanya berpersepsi akan sebuah uang logam. Orang dewasa melihatnya dengan mengetahui nilai uang itu, dan bagi ahli kimia, iapun melihatnya bahwa uang ini terdiri dari bahan kimia logam-logam tertentu.
4. Cetana = kehendak, merupakan faktor batin yg berfungsi di dalam koordinasi dan akumulasi. Cetana mengkoordinasikan faktor-faktor batin yg berhubungan dengannya dlm berespons terhadap objek. Seperti seorang ahli tukang kayu yg memenuhi tugasnya dan mengatur pekerjaan orang lainnya, demikian pula, cetana memenuhi fungsinya dan mengatur fungsi faktor batin lain yg berhubungan dengannya. Cetana memegang peranan penting di dlm semua jenis aksi, baik moral maupun immoral. Di dalam kondisi lokiya, cetana merupakan faktor batin yg signifikan sedangkan di lokuttara, panna yg signifikan.
5. Ekaggata = konsentrasi terhadap satu objek, merupakan faktor batin yg mengkonsentrasikan batin terhadap satu objek. Faktor batin ini membuat kokoh batin di dlm mengalami objek.
6. Jivitindriya = penghidup batin, merupakan faktor batin yg melebur kehidupan ke dlm factor-faktor batin yg berhubungan dengannya. Walaupun cetana menentukan aktivitas dari semua faktor batin, jivitindriya yg menginfusi kehidupan ke dlm cetana dan faktor batin lainnya.
7. Manasikara = perhatian, adalah faktor batin yg mengarahkan faktor batin lainnya kepada objek secara spontan.

b) Pakinnaka cetasika 6 : enam cetasika yg muncul di sebagian besar citta
8. Vitakka = Pengerahan kepada objek, merupakan factor batin yg memiliki ciri khusus mengerahkan factor batin kpd objek. Vitakka harus dibedakan dengan manasikara. Manasikara mengarahkan factor-faktor batin ke objek, namun vitakka mengerahkan / membantu menetapkan factor-faktor batin diatas objek. Seorang dari desa, misalnya yg berkunjung ke istana kerajaan untuk pertama kalinya, memerlukan pengenalan dari seorang pengawai istana yg membantu.
9. Vicara = penggunaan batin terhadap objek. Fungsi adalah kelanjutan menggunakan factor-faktor batin kepada objek. Vitakka disebut sebagai penerapan permulaan atas factor-faktor batin sedangkan vicara sebagai penahan penerapan factor-faktor batin. Mirip dengan seekor lebah yg menghinggapi sekuntum bunga teratai adalah vitakka, mirip seperti lebah tersebut yg mengitari bunga teratai itu adalah vicara.
10. Adhimokkha = keputusan, faktor batin yg memutuskan atau memilih, dan merupakan kebalikan dari vicikiccha, keraguan / tak memutuskan. Mirip seorang hakim yg memutuskan sebuah kasus.
11. Viriya = semangat (daya tahan batin/endurance), faktor batin yg membangkitkan semangat dan memiliki cirri khas mendukung, mengukuhkan, mempertahankan faktor-faktor batin. Di dalam kitab komentar, yaitu Atthasalini, viriya seyogyannya dipandang sebagai akar dari semua pencapaian.
12. Piti = kegiuran, ketertarikan, faktor batin yg tergiur / tertarik objek. Piti bukanlah perasaan menyenangkan (sukha), akan tetapi merupakan precursor dari perasaan menyenangkan tersebut. Piti membuat ketertarikan kpd objek, sedangkan sukha memungkinkan seseorang untuk menikmati objek; mirip dengan seorang pengembara yg kehausan di gurun pasir melihat oasis, ketertarikannya adalah piti, dan mirip ketika ia meminum dan mandi air oasis tersebut adalah sukha.
13. Chanda = harapan untuk melakukan. Terdapat tiga jenis chanda, yaitu :
 Kammacchanda : nafsu indera, satu dari rintangan batin (immoral)
 Kattukamyata chanda : harapan untuk melakukan (unmoral)
 Dhammacchanda : harapan kebaikan (moral)
Chanda yang dimaksud didlm cetasika ini adalah kattukamyata chanda


2. Akusala Cetasika 14
a. Mocatuka cetasika : 4 cetasika kelompok Moha :
14. Moha cetasika : kebodohan batin/kegelapan batin, faktor batin yg menyebabkan batin tidak dapat melihat objek secara jelas dan membutakan batin sehingga tidak dapat melihat jelas kusala maupun akusala.
15. Ahirika cetasika : tidak malu akan kejahatan, faktor batin yg menyebabkan batin tidak malu berbuat jahat.
16. Anottappa cetasika : tidak takut akibat perbuatan jahat, faktor batin yg menyebabkan batin tidak menyadari akibat perbuatan jahat. Anottappa harus dibedakan dari tidak takut dalam pengertian umum. Buddha tidak menganjurkan untuk menakuti individu apapun termasuk “GOD”.
17. Uddhacca cetasika : kegelisahan/ketidaktenangan batin, faktor batin yg tidak dpt memegang objek dengan baik.

b. Lotika cetasika : 3 cetasika kelompok Lobha :
18. Lobha cetasika : keserakahan, faktor batin yg menyebabkan terikat terhadap objek
19. Ditthi cetasika : pandangan. Di dalam Buddha Dhamma, ditthi apabila berdiri sendiri, maka diartikan miccha ditthi, pandangan keliru, Moha dan ditthi seyogyanya dibedakan. Moha seperti awan yg menutupi objek, sehingga tidak dapat melihat jelas, sedangkan ditthi tidak menutupi objek, ditthi dapat melihat objek, namun memegang objek secara salah. Ditthi adalah lawan dari Nana, kebijaksanaan. Ditthi menolak sifat alamiah dan memandang secara salah, sedangkan Nana memandang objek sebagaimana sifat sesungguhnya.
20. Mana cetasika : Kesombongan: faktor batin yg menginduksi makhluk dlm perbandingan diri yg lebih rendah, lebih tinggi atau membandingkan sama dengan makhluk lainnya.

c. Docatuka cetasika : 4 cetasika kelompok Dosa :
21. Dosa cetasika : kebencian, faktor batin yg menolak objek
22. Issa cetasika : faktor batin yg menyebabkan iri / cemburu terhadap objek (bersifat objektif)
23. Macchariya cetasika : kekikiran faktor batin yg menyebabkan kikir atas sesuatu yg dimiliki (bersifat subjektif)
24. Kukkucca cetasika : kekhawatiran, faktor batin yg menyebabkan menyesal terhadap perbuatan yg telah dilakukan, yaitu menyesal atas kejahatan yg telah dilakukan atau menyesal atas perbuatan baik yg tdk dilakukan. Kekhawatiran ini adalah kekhawatiran terhadap sesuatu yg telah lewat (lampau).

d. Thina-Middha cetasika 2 :
25. Thina cetasika : kemalasan, kesakitan batin, faktor batin yg merupakan lawan dari viriya, faktor batin ini sering disebut citta-gelanna bertentangan dengan cittakammannata, daya penyesuaian batin.
26. Middha cetasika : kelambanan, tidak aktip, inert, faktor batin yg merupakan lawan dari viriya, faktor batin ini sering disebut kaya-gelanna yg bertentangan dengan kayakammannata, daya penyesuaian tubuh batin. Di dalam hal ini, tubuh batin yg dimaksud bukanlah tubuh fisik, melainkan faktor-faktor batin yg terdiri dari vedana, sanna dan faktor-faktor batin lainnya.

e. 27. Vicikiccha cetasika : keraguan, skeptis, faktor batin yg menimbulkan
keraguan. Sebagai satu dari rintangan batin (nivarana), vicikiccha bukan
berarti ragu terhadap Buddha, Dhamma, Sangha dan seterusnya, tetapi
merupakan sikap batin yg tidak mampu untuk memutuskan.


3. Sobhana cetasika 25 ( 25 faktor batin yg indah ) :
a. Sobhanasadharana cetasika 19 (19 faktor batin indah yg terdpt di semua jenis kusala citta)
b. Virati cetasika 3 (3 faktor batin yg bertanggung jawab did lm 3 jenis pantangan)
c. Appamanna cetasika 2 (2 faktor batin tanpa batas)
d. Pannindria cetasika 1 (1 faktor batin kebijaksanaan)


a. Sobhanasadharana cetasika 19 : Jenis faktor batin indah yg terdapat di semua
jenis kusala citta, terdiri dari :
28. Saddha = faktor batin keyakinan berdasarkan pengetahuan
29. Sati = perhatian terhadap objek sesuai kondisi yg sesungguhnya
30. Hiri = kebalikan dari ahirika (lihat ahirika)
31. Ottappa = kebalikan dari anottappa (lihat anottappa)
32. Alobha = kebalikan dari lobha (lihat lobha cetasika). Alobha merupakan faktor batin yg bertanggung jawab di dlm sikap murah hati
33. Adosa = kebalikan dari dosa (lihat dosa cetasika). Adosa merupakan faktor batin yg bertanggung jawab terhadap sikap batin cinta kasih terhadap semua makhluk (metta di dalam brahma vihara / appamanna 4)
34. Tatramajjhattata = faktor batin yg bertanggung jawab dlm sikap seimbang di dalam menghadapi kondisi yg bergejolak (upekkha di dalam brahma vihara / appamanna 4)
35. 36. Kayapassaddhi dan cittapassaddhi = faktor batin yg bertanggung jawab di dalam ketenangan faktor-faktor batin (kaya) dan kesadaran (citta). Faktor batin ini lawan dari kegelisahan dan kekhawatiran.
37. 38. Kayalahuta dan cittalahuta = faktor batin yg bertanggung jawab di dalam keringanan / kecepatan faktor-faktor batin dan kesadaran di dlm menanggapi objek. Faktor batin ini merupakan lawan dari thina-middha yg menyebabkan sikap berat batin did lm menanggapi objek.
39. 40. Kayamuduta dan cittamuduta = faktor batin yg bertanggung jawab did lm menyingkirkan rigiditas (thambha) dlm faktor-faktor batin dan kesadaran ketika menanggapi objek. Faktor batin ini merupakan lawan dari miccha-ditthi dan mana yg menimbulkan rigiditas.
41. 42. Kayakammannata dan cittakammannata = faktor batin yg bertanggung jawab did lm adaptabilitas / penyesuaian faktor-faktor batin dan kesadaran terhadap objek yg dialami. Faktor batin ini merupakan lawan dari sisa rintangan abtin lainnya.
43. 44. Kayapagunnata dan cittapagunnata = faktor batin yg bertanggung jawab di dalam keahlian faktor batin dan kesadaran di dalam memperlakukan objek. Faktor batin ini merupakan lawan dari sikap batin yg tidak yakin dan seterusnya. Faktor batin ini menekan kesakitan faktor batin dan kesadaran.
45. 46. Kayujukata dan cittujukata = faktor batin yg bertanggung jawab did lm keterusterangan faktor batin dan kesadaran di dlm menanggapi objek. Faktor batin ini merupakan lawan dari sikap munafik dan ketidakterusterangan.

b. Virati cetasika 3 = 3 faktor batin pantangan
47. Samma vaca cetasika = faktor batin yg bertanggung jawab di dalam berpantangnya batin terhadap tindakan ucapan yg salah, fitnah, kasar, sia-sia.
48. Samma Kammanta cetasika = faktor batin yg bertanggung jawab di dlm berpantangnya batin terhadap tindakan jasmani yg keliru seperti membunuh, mencuri, berprilaku seksual yg salah.
49. Samma ajiva cetasika = faktor batin yg bertanggung jawab did lm berpantangnya batin terhadap tindakan penghidupan yg salah seperti menjual senjata, makananan/minuman yg melemahkan kewaspadaan, racun, makhluk hidup.

c. Appamanna cetasika 2 = faktor batin tanpa batas. Faktor batin ini disebut juga
sebagai brahma vihara.
50. Karuna cetasika = faktor batin yg bertanggung jawab terhadap sikap belas kasihan terhadap semua makhluk yg menderita
51. Mudita cetasika = faktor batin yg bertanggung jawab terhadap sikap ‘appreciate’ akan kusala kamma / kusala vipaka yg terjadi pada makhluk lain.
d.
52. Pannindriya cetasika = faktor batin bijaksana di dlm memandang hakekat sesungguhnya segala sesuatu.

Monday 28 January 2013

Puisi Ulang Tahun


Selamat Ulang Tahun Untuk Sahabat

Untukmu yang berulang tahun..
Tidur lah dengan lelap..
Jangan hiraukan semua yang mengganggu tidurmu..
Beristirahat lah dengan damai di ranjangmu..
Lupakan semua yang meresahkanmu esok..

Karena besok adalah hari istimewa kamu..
Bergerak lah perlahan hai sang waktu..
Berhenti lah sejenak walau tuk sekali saja..
Karena kali ini aku tak boleh terlambat..

Karena ada ucapan selamat ulang tahun..
yang harus sampai tepat waktu..
Selamat ulang tahun aku ucapkan..
Biarpun tak semahal berlian..

Meskipun tak sewangi bunga mawar..
Dan tak seindah rangkaian puisi..
Hanya kalimat sederhana yang merangkum semuanya..
Dengan doa di setiap kata yang terucap..

Haruskah meniup lilin ketika kamu berulang tahun?
Pentingkah saling melempar kue yang tak termakan?
Perlukah kita membiarkan diri berfoya foya?
Kadang hadiah terbaik,

Datang dari sebuah pemahaman..
Maka merenunglah sejenak di hari kelahiranmu..
Kamu sudah bertambah dewasa sekarang..
Selamat Ulang Tahun Sahabatku.

Blogger Zeroalta

Pink Lotus Flower
Please klik some Ads...! close

Ads promo :